-->

atas

    Thursday, 16 January 2025

    Ablasi dan dampaknya pada udang

    Seiring dengan meningkatnya budidaya udang, panti benih harus mampu menyediakan benur sesuai dengan permintaan. Hal ini tidaklah mudah sebab pada proses pembenihan udang terdapat tantangan dalam mematangkan gonad udang. Diketahui, induk udang  membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai kematangan gonad secara alami. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu metode yang umum digunakan adalah ablasi.

    Ablasi memiliki tujuan untuk mempercepat pematangan gonad betina.dengan cara menghilangkan atau menghancurkan organ X – kelenjar sinus kompleks yang ditemukan di tangkai mata. Organ X berfungsi untuk mengendalikan fisiologis udang dengan gonad inhibiting hormone (GIH). Hormon ini dihasilkan oleh sel sekretori organ X dan disalurkan ke kelenjar sinus untuk disimpan maupun dilepaskan. Dengan hilangnya organ X, sumber dari GIH akan hilang dan proses maturasi menjadi lebih cepat dimana kerja organ Y sebagai penghasil Gonad Stimulating Hormone (GSH) menjadi tidak terhambat.

    Pada hampir seluruh krustasea yang memiliki tangkai mata, terdapat area regulasi endokrin yang berlokasi di medula terminalis ganglion X organ – kompleks kelenjar sinus. Pada kelenjar sinus ini diproduksi hormon molt-inhibiting hormone (MIH), Vitellogenesis inhibiting hormone (VIH), Mandibular organ inhibiting hormone (MOIH), dan Crustacean hyperglycemic hormone (CHH) yang disebut dengan peptida famili CHH. Pada krustasea juga dikenal organ Y yang berlokasi di kepala. Organ ini merupakan sumber hormon molting (Molt Stimulating Hormone/MSH) yang dilepaskan sebagai prekursor ecdyson ke hemolim untuk dilepas menjadi hormon aktif (ecdysteroid) 20-OH-ecdyson oleh 20-hydroxylase yang ada di epidermis dan organ lainnya.

    Metode ablasi banyak digunakan pada udang-udang yang sulit memijah. Diharapkan dengan melakukan ablasi proses maturasi dan pemijahan akan lebih cepat dan meningkat. Tingkat keberhasilan ablasi dapat dilihat dari persentase perkawinan jumlah induk mencapai 70%. Tingkat keberhasilan ini juga harus ditunjang dengan pemberian pakan bergizi yang mendukung proses pematangan gonad. Pakan yang diberikan harus dengan kadar protein tinggi yang dapat diperoleh dari cacing laut, cacing tanah, tiram, kerang. Ablasi dilakukan pada udang yang belum matang gonad dengan harapan dapat merangsang penetasan telur.

    Terdapat dua tehnik ablasi tangkai mata udang. Pertama adalah dengan memotong seluruh mata termasuk kelenjarnya dengan menggunakan gunting, kauter berpenjepit (ligation) atau dengan solder (electrocautery), menjepit secara manual atau dengan kawat (pincing). Kedua dengan menghilangkan sebagian tangkai mata tetapi menyisakan lapisan luar (kornea) mata.


    Metode ablasi tangkai mata pada udang penaeid: : a) incision and squeezing; b) ligation or tying c) electrocautery or using a silver nitrate bar; d) cutting; e) pinching-crushing. (LOIX & MDRAP, 1986)

    Ablasi hingga saat ini masih dilakukan karena belum adanya metode terbaru yang dapat diterapkan. Ablasi juga dinilai minim kesejahteraan hewan (animal welfare) sehingga menjadi isu bagi perdagangan ekspor. Disamping itu terdapat beberapa dampak dari adanya ablasi pada mata udang, antara lain:

    1. Stress
      Praktek ablasi saat ini kurang direkomendasikan bahkan disebutkan dilarang. Hal ini berkaitan dengan tingkat stress yang timbul akibat ablasi. Stress ini diduga kuat dapat menghasilkan benur-benur dengan kualitas buruk. Ablasi dapat mempengaruhi homeostasis dari udang sehingga rentan terhadap stress. Beberapa upaya dilakukan untuk menangani stress udang akibat ablasi. Salah satunya adalah dengan memberikan anestesi secara topikal/oles sebelum ablasi dilakukan.
    1. Organ reproduksi
      Ablasi memicu maturasi ovarium/mempercepat pertumbuhan ovarium. Pada studi yang dilakukan menggunakan udang windu, diketahui bahwa ablasi unilateral mempengaruhi jumlah dan ukuran oosit pada ovarium udang windu liar dan yang dibudidayakan dengan berbagai stadia kematangan gonad. Ukuran oosit pada kedua kelompok udang tersebut berukuran besar setelah memijah. Hal ini tidak teramati pada kelompok yang tidak diablasi, mengindikasikan bahwa udang yang diablasi melepaskan lebih sedikit telur per pemijahan dan rematurasi yang lebih cepat. Udang yang tidak diablasi memiliki sel germinal terkecil dengan persentase yang lebih besar dibandingkan kelompok ablasi. Namun demikian, ablasi pada studi ini tidak menimbulkan atresia ovarium. Ablasi meningkatkan perkembangan ovarium dan memicu pertumbuhan ovarium. Pada udang galah, ablasi memperpendek siklus reproduksi. Pada M. japonicus, ablasi juga menginduksi pertumbuhan ovarium, meningkatkan berat ovarium, kadar vitellogenin hemolim, vitelogenin mRNA. Oosit pada udang yang diablasi berkembang secara cepat sehingga menimbulkan kelainan bentuk atau penurunan pengiriman biomolekul kaya energi ke telur.
    1. Kelangsungan hidup.
      Ablasi umumnya dilakukan unilateral (salah satu mata) saja. Ablasi bilateral yang dilakukan pada krustasea pada banyak studi dapat menimbulkan kematian setelah 3 kali moulting. Ketidakseimbangan hormon endokrin pada tangkai mata diduga terjadi dimana ketiadaan hormon pengendali deposit garam pada eksoskeleton dapat mengakibatkan kesulitan dan kematian selama moulting. Pakan juga berperan dalam kelangsungan hidup udang pasca ablasi. Diketahui udang yang diberi pakan krill dan tiram lebih dapat bertahan dibandingkan yang dibeirkan ikan dan kerang. Induk yang diablasi diketahui juga harus mengerahkan energinya untuk menghasilkan lebih banyak benur. Hal inilah yang menurunkan kelangsungan hidup udang.
    1. Siklus molting
      Ablasi pada juvenil dan dekapoda lainnya, menyebabkan molting prematur. Hal ini berkaitan dengan hilangnya MIH dan aktivasi organ Y yang menghasilkan hormon molting (MH). Sedangkan pada induk betina, ablasi tidak memicu molting namun meningkatkan pelepasan kuning telur pada ovarium pada spesies seperti kepiting dan yang lainnya. Pada udang yang diablasi bilateral, terjadi pemendekan durasi siklus moulting dibandingkan yang dilakukan ablasi unilateral. Meskipun udang yang diablasi unilateral juga mengalami pemendekan siklus namun efeknya tidak sebesar yang diablasi bilateral. Hal ini mengindikasikan tidak adanya mekanisme kompensasi sekresi moult inhibiting hormone (MIH) dari tangkai mata yang masih utuh pada udang yang diablasi unilateral. Hal ini sekaligus mengonfirmasi bahwa dengan satu tangkai mata, cukup untuk memicu molting dan pertumbuhan kelenjar reproduksi.
    1. Imunologi
      Ablasi mempengaruhi parameter imunologi udang. Diketahui 6 jam pasca ablasi terjadi penurunan Total Haemocyte Count (THC) dan kembali normal dalam 5 hari. Ablasi juga menaikkan kadar glukosa untuk sesaat.
    1. Kualitas benih dan induk
      Kualitas larva nauplii pada udang ditentukan oleh nutrisi, asal, dan manipulasi endokrin induk. Studi yang dilakukan oleh Magana-Gallegos et al (2018) dengan menggunakan udang Farfantepenaeus brasiliensis membuktikan bahwa ablasi unilateral dapat menurunkan indeks kondisi nauplii. Telur asal induk yang diablasi berukuran lebih besar namun ukuran nauplii lebih pendek  dibandingkan dengan yang tidak diablasi. Meskipun performa reproduksi meningkat, ablasi dapat meningkatkan resiko kematian induk. Tingkat fertilisasi dan jumlah nauplii yang hidup juga lebih rendah dibandingkan udang yang tidak diablasi. Penurunan kualitas larva pada udang yang diablasi ini berkaitan dengan fekunditas dan kecepatan menetas yang rendah. Resiko terhadap penyakit terhadap benuh hasil ablasi juga menjadi meningkat.  Tindakan ablasi berulang kali dapat memicu pemijahan secara cepat, namun demikian nutrisi yang ditransfer ke yolk pasti akan berkurang. Berbeda dengan yang tanpa ablasi dimana akan lebih menghasilkan benur yang berkualitas.
    1. Kerusakan mata
      Pada mata yang dilakukan ablasi, akan mengalami kerusakan permanen. Pada udang yang diikat dengan karet pada tangkai mata, jaringan akan mengalami degenerasi multifokal disertai peradangan. Pengikatan ini sekaligus memutus sirkulasi dan inervasi syaraf ke jaringan yang diikat. Kerusakan syaraf akan menyebar hingga seluruh syaraf pada mata. Pada studi oleh Desai & Achuthankutty (2000), jaringan udang vaname yang rusak ketika proses ablasi unilateral, akan mengalami regenerasi kurang dari 6 bulan. Tampilan, bentuk, ukuran, struktur dan pigmentasi dari tangkai mata yang mengalami regenerasi serupa dengan yang tidak diablasi. Hal ini sekaligus mengindikasikan aktifnya produksi GIH secara perlahan dan mengembalikan fisiologi maturasi gonad seperti semula.

    Oleh karena banyaknya dampak negatif ablasi pada udang, beberapa alternatif dari ablasi telah dipelajari dan diteliti seperti dengan pemberian hormon, peningkatan nutrisi pakan, dan modifikasi lingkungan. Pada studi oleh Azzahra (2021), pemberian keong sawah kombinasi dengan cumi-cumi efektif untuk meningkatkan kematangan gonad udang windu. Penyuntikan hormon PMSG (Pregnant Mare Serum Gonadotropin) dan Antidopamin mampu mempercepat kematangan gonad jantan dan betina udang. Hormon lain yang dapat digunakan untuk memicu pematangan gonad adalah Gonadotropin + antidopanin, Gonadotropin Releasing Hormon. Alternatif lain yang dapat digunakan untuk menggantikan ablasi tangkai mata pada udang adalah dengan pemberian steroid, juvenoid, prostglandin, neurotransmitter dan neurotransmitter antagonis. Serotonon dan spiperone merupakan senyawa yang paling memungkinkan untuk digunakan dalam mematurasi ovarium. Namun penerapan untuk skala yang lebih besar membutuhkan studi lebih lanjut. Teknologi RNA interference (RNAi) dapat menjadi tehnik alternatif ablasi dengan menggunakan ds RNA untuk menghambat transkripsi GIH (hormon yang menghambat pematangan gonad). Hasil menggunakan RNAi belum sebaik ablasi, oleh karenanya perlu penelitian lebih lanjut. Uji coba pemeliharaan udang dengan baik seperti pengkondisian prematurasi, peningkatan padat tebar, dan pengaturan sex ratio disinyalir menunjukkan maturasi dan rematurasi yang cepat dari udang yang tidak diablasi dibandingkan dengan betina yang diablasi pada sistem pemeliharaan yang sama (Zacarias et al., 2019).

    Referensi

    Alfaro-Montoya, J., Braga, A., & Umaña-Castro, R. 2019. Research frontiers in penaeid shrimp reproduction: Future trends to improve commercial production. Aquaculture, 503, 70-87. https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2018.12.068

    Amankwah, B.K., Wang, C., Zhou, T., Liu, J., Shi, L., Wang, W., Chan, S. 2019. Eyestalk Ablation, a Prerequisite for Crustacean Reproduction: A review. The Israeli Journal of Aquaculture - Bamidgeh, IJA

    Atikah, I.D., Hartinah, Wahidah. 2018. Teknik Pengelolaan Induk Udang Vaname (Litopenaeus vannamei Bonne) Di Pt Esaputlii Prakarsa Utama, Barru, Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional 2018 Sinergitas Multidisiplin Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, vol. 1

    Azzahra, S.F. 2021.  Pengaruh Pemberian Pakan Kombinasi Daging Keong Sawah Pila ampullacea Dan Cumi-Cumi Loligo sp Terhadap Percepatan Kematangan Gonad Udang Windu Penaeus monodon Betina. Skripsi Program Studi Budidaya Perairan Departemen Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan

    Chu, K.H. & Chow, W.K. 1992. Effects Of Unilateral Versus Bilateral Eyestalk Ablation On Moulting And Growth Of The Shrimp, Penaeus Chinensis (Osbeck, 1765) (Decapoda, Penaeidea). Crustaceana 62 (3)

    Desai, U.M. & Achunthankutty, C.T. 2000. Complete regeneration of ablated eyestalk in penaeid prawn, Penaeus monodon. Current Science 79(11): 1602-1603

    Dony, P., A.O. Sudrajat, A. Laining. 2017. Performa reproduksi udang windu Penaeus monodon pascainjeksi hormon pmsg dan antidopamin. Thesis. IPB

    Laining, A., S. Lante, Usman. 2015. Induksi Pematangan Gonad Dan Peningkatan Tingkat Pembuahan Telur Induk Udang Windu, Penaeus monodon Melalui Rangsangan Hormonal Tanpa Ablasi Mata. Jurnal Riset Akuakultur Volume 10 Nomor 1, 2

    Magana-Gallegos, E., M. Bautista-Bautista, L.M. González-Zuñiga, M. Arevalo, G. Cuzon, G. Gaxiola. 2018. Does unilateral eyestalk ablation affect the quality of the larvae of  the pink shrimp Farfantepenaeus  brasiliensis (Letreille, 1817) (Decapoda: Dendrobranchiata: Penaeidae)?. Journal of Crustacean Biology Advance 38(4): 401-406

    Nur, I., H. Iyen, Yusnaini. 2021. The Effect of Eyestalk Ablation on Several Immunologic Variables in Litopenaeus vannamei. Journal of Aquaculture and Fish Health Vol. 10(1)

    Pratiwi, R. 2018. Aspek biologi dan ablasi mata pada udang windu (Penaeus monodon) suku penaeidae (decapoda: malacostraca). Oseana 43(2): 34-47

    Tan-Fermin, J.D., 199 1. Effects of unilateral eyestalk ablation on ovarian histology and oocyte size frequency of wild and pond-reared Penaeus monodon (Fabricius) broodstock. Aquaculture. 93: 77-86.

    Taylor, J., L. Vinatea, R. Ozorio, R. Schuweitzer, E.R. Andreatta. 2003. Minimizing the effects of stress during eyestalk ablation of Litopenaeus vannamei females with topical anesthetic and a coagulating agent. Aquaculture 233 (1-4): 173-199

    UQ Training 2023

    Zacarias, S., Carboni, S., Davie, A., and Little, D. C. (2019). Reproductive Performance and Offspring Quality of non-Ablated Pacific White Shrimp (Litopenaeus Vannamei) Under Intensive Commercial Scale Conditions. Aquaculture 503, 460–466.

    No comments:

    Post a Comment