Bakteri vibrio, termasuk Vibrio parahaemolyticus umum ditemukan di air laut. Bakteri ini termasuk bakteri laut gram negatif yang dapat dengan mudah diisolasi dari air, sedimen, endapan, plankton, ikan, udang, kerang, cumi-cumi, lobster, abalone, kepiting, dan spesies air laut lainnya. Bakteri ini tidak hidup di perairan dalam, dan optimal hidup pada suhu 7-10oC hingga 44oC, salinitas 3-4%. Bakteri ini memiliki karakteristik oksidase, katalase, indol, citrat positif, memfermentasi glukosa, manosa, maltosa, mannitol, arabinosa dan tidak memfermentasi sukrosa, laktosa, dan salicin. Bakteri V. parahaemolyticus kurang tahan panas, mati pada suhu 60oC selama 15 menit, rentan pengeringan, akuades, dan cuka dalam beberapa menit, namun dapat tetap hidup saat dibekukan atau didinginkan.
Serotipe V. parahemolyticus 03:K36 terdeteksi memiliki virulensi tinggi dan menimbulkan permasalahan di berbagai negara seperti India, Rusia, Jepang, Asia tenggara, dan Amerika Utara. Bakteri ini menimbulkan keracunan makanan pada manusia. Deteksi bakteri V. parahaemolyticus telah dilakukan di berbagai negara. Deteksi sampel klinis dapat dilakukan dengan mengultur pada media TCBS. Sedangkan kultur dari seafood menggunakan agar chromogenik. Deteksi konfirmasi bakteri V. parahaemolyticus dapat menggunakan toxR PCR, gen yang spesifik dan membedakan dari jenis vibrio lainnya. Patogenesitas bakteri ini diperoleh dari protein hemolisin, thermostable direct hemolysin (TDH) dan TDH-related hemolysin (TRH). Toksin pada bakteri ini dapat diuji menggunakan Kanagawa Phenomenon.
Parameter suhu dinilai berpengaruh terhadap kepadatan bakteri vibrio dan sebarannya berdasarkan geografis dan musim. Seperti di Italia dimana bakteri ini lebih sering ditemukan pada musim yang lebih hangat. Namun demikian pada hal yang berbeda ditemukan di India, dimana pada daerah tropis suhu dan salinitas tidak mempengaruhi kepadatan bakteri V. parahaemolyticus.
Dampak bakteri V. parahamolyticus ke manusia
Bakteri ini bersifat zoonosis, yang artinya dapat menular dari ikan ke manusia. Penularannya berasal dari memakan seafood mentah atau kurang matang atau berasal dari luka yang terkena air laut. Handling, penyimpanan tidak sesuai, atau kontaminasi silang saat penyimpanan dapat menjadi sumber kontaminasi pada udang, kepiting, lobster, dan kerang. Penularan antar manusia dapat terjadi apabila terdapat kontak dengan orang yang sakit baik secara langsung maupun tidak dari air, makanan, atau muntahan.
Kasus pertama infeksi seafood yang disebabkan oleh Vibrio parahaemolyticus dilaporkan di Jepang pada tahun 1950 dimana 272 orang mengalami gastroenteritis dan 20 diantaranya mengalami kematian. Rata-rata inkubasi dari bakteri ini adalah 2-6 jam dengan gejala sakit perut, muntah, diare air hingga berdarah. Diare yang dialami dapat kurang dari 10 kali hingga 21 kali per hari. Dan diare ini dapat terjadi 4 hingga 7 hari. Gejala ringan lainnya berupa mual, sakit kepala, demam ringan dan menggigil. Luka dapat menjadi sumber infeksi dari bakteri ini saat terpapar dengan air laut atau tetesan bahan makanan asal laut.
Kasus gastroenteritis yang berkaitan dengan V. parahaemolyticus sudah dilaporkan di Amerika Utara, Amerika Tengah, Eropa, Asia, dan Afrika. Di Asia, 50-70% kasus dilaporkan di Jepang, yang berasal dari seafood mentah. Sedangkan di Thailand, Filipina, India, Laos, Vietnam, Bangladesh, Tanzania, Kuwait, Indonesia, bakteri V. parahaemolyticus ditemukan pada pasien dengan kasus diare. Di Eropa, bakteri ini terdapat di berbagai perairan, laut Utara, mediterania, laut hitam, laut Baltik. Di Amerika, outbreak keracunan V. parahaemolyticus terjadi di tahun 1971.
Pencegahan kontaminasi V. parahaemolyticus pada produk perikanan
Salinitas air dan suhu saat pemanenan berkontribusi terhadap konsentrasi V. parahaemolyticus dalam produk perikanan. Pendinginan, suhu udara, cool-down time, waktu penyimpanan mempengaruhi konsentrasi bakteri pasca panen hingga konsumsi. Pencegahan infeksi bakteri ini dapat dilakukan saat pemrosesan produk perikanan adalah dengan pemberian tekanan hidrostatik tinggi (High Hydrostatic Pressure/HPP). Pemrosesan kerang dengan HPP terbukti dapat menginaktivasi bakteri V. parahaemolyticus. Tehnik lain yang dapat digunakan untuk menekan jumlah bakteri V. parahaemolyticus adalah dengan radiasi dan pasteurisasi suhu. Pemrosesan selama 22 menit pada suhu 52oC dapat menurunkan bakteri kurang dari 3CFU/g. Untuk pencegahan infeksi bakteri vibrio pada proses budidaya, dapat dilihat pada link berikut.
Referensi untuk dibaca
Belkin, S. & Colwell, R.R. 2005. Oceans and Health: Pathogens in the Marine Environment. Springer
Flick Jr, G.J. 2007. Proper processing destroys V. parahaemolyticus in seafood. Global Aquaculture Advocate 10(2): 30-31
Parija, S.C. 2009. Textbook of Microbiology & Immunology. Elsevier India
No comments:
Post a Comment