-->

atas

    Saturday 13 July 2024

    Pentingnya karotenoid untuk ikan

    Karotenoid merupakan suatu pigmen precursor vitamin A yang penting untuk fotosintesis dan perlindungan cahaya pada tanaman. Karotenoid merupakan lipid yang mengandung unit isoprenoid. Karotenoid berasal dari struktur akrilik C40H56 dan pigmen tanaman atau alga yang bertanggung jawab terhadap warna merah cerah, kuning, oranye. Terdapat lebih dari 600 jenis karotenoid di alam yang diklasifikasikan menjadi karoten dan xanthophil.

    Pada ikan, karotenoid berkaitan erat dengan astaxanthin dan canthaxanthin sebagai pemberi pigmen merah hingga jingga pada daging salmon dan bagian luar udang dan lobster. Pigmen karotenoid  pada beberapa spesies ikan dapat juga terdeposit pada telur yang berasal dari mobilisasi daging salmon dan terdeposit pada jaringan ovarium saat dewasa kelamin.

    Pada ikan, fungsi karotenoid berkaitan erat dengan reproduksi dan metabolisme. Fungsi metabolisme karotenoid ini serupa dengan vitamin A dan D. Setidaknya ada 4 fungsi karotenoid pada ikan antara lain:

    1. Sebagai pigmen tambahan untuk fotosintesis
    2. Pigmen perlindungan melawan fotosensitasi
    3. Sumber provitamin A
    4. Komunikasi hewan akuatik

    Jenis pigmen karotenoid
    Jenis karotenoid yang umum ditemukan antara lain astaxanthin, β-carotene, metabolit β-carotene seperti 80-apo, 100-apo, 120-apo dan 140-apo β-carotenals, α-carotene, echinenone, cryptoxanthin, lutein, taraxanthin, zeaxanthin, dll.  Pada udang, astaxanthin menjadi carotenoid utama pembentuk warna. Pemberian pakan astaxanthin pada udang akan disimpan di kulit, karapas, epidermis, hepatopankreas.

    Absorbsi dan metabolisme karotenoid
    Ketika dikonsumsi, karotenoid dapat langsung terdeposit pada sel kromatofor atau dimetabolisme menjadi senyawa lain yang dapat mewarna kulit, daging, dan jaringan lainnya. Saluran pencernaan dan hati merupakan organ terpenting dalam transformasi katabolisme karotenoid. Meskipun demikian, metabolit karotenoid masih dapat ditemukan di ginjal, limpa, gonad, kulit, dan retina. Beberapa karotenoid dapat diabsorbsi dan dimetabolisme dengan cepat, namun ada juga yang hanya bisa diabsorbsi dan sulit di metabolisme, atau tidak dapat diabsorbsi sama sekali. Organ utama untuk metabolisme karotenoid pada ikan salmon, tidak dapat ditentukan, akan tetapi metabolitnya yakni idoxanthin terdeteksi secara cepat (dalam 6 jam) pada plasma. Metabolisme karotenoid dapat dipengaruhi oleh spesies, umur, ukuran, dan tingkat stress. Idoxanthin terdeteksi dalam jumlah tinggi pada ikan yang lebih kecil daripada ikan besar. Hal ini mengindikasikan kemampuan absorbsi asthaxanthin  menurun seiring bertambahnya ukuran dan umur ikan. Kapasitas metabolisme ini akan meningkat lagi ketika mulai memasuki dewasa seksual.

    Astaxanthin dan canthaxanthin diabsorbsi baik oleh ikan, namun beta karoten pada beberapa jenis ikan sulit diabsorbsi. Pada salmon, astaxanthin dan canthaxanthin diabsorbsi di otot selama masa pertumbuhan. Saat dewasa kelamin, penyimpanan karotenoid berpindah dan terjadi transport astaxanthin dan canthaxanthin oleh  very high density lipoprotein (VHDL) (vitellogenin) atau high density lipoprotein (HDL) ke ovarium dan telur. Hal ini mengindikasikan bahwa karotenoid penting untuk telur dan larva. Pada udang, karotenoid dimetabolisme di hepatopankreas sebelum didistribusikan melalui hemolim ke lapisan kulit. 

    Beberapa spesies seperti salmon dapat mentransformasi 4(4’)-ketocarotenoid astaxanthin  dan canthaxanthin menjadi vitamin A1 (retinol) dan A2 (3,4 didehydroretinol). Bioavailabilitas karotenoid dapat berbeda-beda bergantung pada usia dan status fisiologis ikan. Ikan kecil cenderung mendepositkan karotenoid di kulit, dan seiring dengan pertumbuhan deposit akan menjadi di otot/daging. 

    Suplementasi karotenoid pada ikan membutuhkan biaya yang cukup besar, dapat mencapai 15-20% dari total biaya pakan.  Dan hanya 5-15 dari pakan mengandung karotenoid yang digunakan untuk pigmentasi otot. Rendahnya penggunaan karotenoid ini disebabkan oleh rendahnya kecepatan absorbsi karotenoid di saluran pencernaan,  deposisi pada organ lain, dan transformasi metabolisme menjadi komponen tak berwarna yang diekskresikan begitu saja.

    Waktu retensi karotenoid pada jaringan ikan bergantung pada faktor absorbsi, transport, metabolisme, dan ekskresi. Kecernaan astahxanthin asal yeast dan tepung asal limbah udang diketahui rendah. Namun demikian, pembuatan silase produk asal udang dapat meningkatkan kecernaan astaxanthin dengan mendegradasi komponen carotenoprotein pada cangkang udang. Diketahui juga bahwa astaxanthin bebas diabsorbsi lebih efisien dibandingkan ester astaxanthin. Astaxanthin bebas 90% berada di daging, sedangkan bentuk ester dijumpai di kulit. Pada ikan salmon, absorbsi astaxanthin dan canthaxanthin 10-20 kali lebih efisien dibandingkan luetin dan  zeaxanthin dan lutein. Pakan dengan lipid yang tinggi diketahui dapat meningkatkan deposit astaxanthin pada otot ikan salmon. Begitu pula dengan pakan kaya asam lemak yang mempengaruhi uptake dan deposisi..

    Sumber karotenoid
    Hewan tidak dapat mensintesis karotenoid, namun substansi ini penting sebagai antioksidan dalam pakan. Ikan hias tidak dapat mensintesis karotenoid dan bergantung pada karotenoid alami ataupun buatan untuk mendapatkan warna pada tubuh. Beberapa jenis ikan dan kerang memiliki kemampuan untuk mengubah pigmen xanthophil menjadi pigmen karotenoid. Pigmen xanthophil banyak ditemukan pada tanaman seperti jagung. Ikan mas dan mas koki dapat mengubah pigmen xanthophil kuning, zeaxanthin menjadi karotenoid merah, asthaxanthin. Kemampuan sejenis ini juga dijumpai pada udang Penaeus japonicus. Sedangkan salmon, trout, red sea bream yan secara alami memiliki pigmen pada daging dan kulit, tidak memiliki kemampuan mengubah pigmen xanthophil menjadi karotenoid asthaxanthin maupun canthaxanthin. 

    Pada tanaman, karotenoid dapat diperoleh dari buah, bungan, biji, akr, dan daun tanaman tingkat tinggi. Wortel, marigold flower, beetroot umum digunakan untuk meningkatkan warna pada ikan.  Secara alami, karotenoid dapat diperoleh dari zooplankton. Pada ikan, karotenoid dapat ditambahkan dari kepiting, glitter, udang dan ragi. Limbah pemrosesan udang dan kepiting dapat dikeringkan untuk dijadikan tepung. Produk ini mengandung protein , tinggi kadar abu, dan  sebagai sumber trace elemen dan pigmen karotenoid. Asthaxanthin secara alami diperoleh dari yeast Phyaffia dan alga Haematococcus.  Pada ikan hias seperti koi, kerap diberikan tambahan cacing rambut dan kutu air. Keduanya mengandung pigmen asthaxanthin yang tinggi. Pemberian keduanya pada ikan dapat membuat tubuh berwarna merah cemerlang. Disamping itu pemberian cacing rambut dapat meningkatkan pertumbuhan karena kandungan protein dan lemak yang tinggi.

    Saat ini tersedia karotenoid sintetis yang juga dapat digunakan sebagai sumber karotenoid. Sebenarnya penggunaan karotenoid sintetis ini terbukti cukup baik dalam meningkatkan warna dan kelangsungan hidup ikan. Namun, pembudidaya masih lebih senang menggunakan karotenoid alami. Karotenoid sintetis memiliki beberapa kekurangan diantaranya jenis pigmen yang terbatas, harga yang cukup mahal, dan adanya resiko toksisitas dan residu. Karotenoid alami disamping dapat meningkatkan warna, pemberiannya juga memberikan protein, karbohidrat dan asam lemak tambahan dari ekstrak kasarnya. Disamping itu, peningkatkan warna pada pemberian karotenoid alami tidak jauh berbeda dengan karotenoid sintetis.

    Tabel. Jenis karotenoid dan Sumbernya

    Jenis karotenoid

    Sumber

    Beta karoten

    Tanaman angospermia, tanaman akuatik, alga hijau biru, ikan

    Lutein

    Tanaman angospermia, tanaman akuatik, alga hijau biru, ikan

    Cyrptoxanthin

    Tanaman angospermia, tanaman akuatik, alga hijau biru, ikan

    Asthaxanthin

    Coelenterata, annelida, krustasea, moluska, echinodermata, ikan

    Zeaxanthin

    Tanaman tingkat tinggi, tanaman akuatik, alga, fungis, beberapasisik ikan laut

    Echnenone

    Annelida, moluska, echinodermata, protochordata, ikan

    Canthaxanthin

    Jamur, ikan


    Tabel. Kandungan xanthophil pada tanaman dan astaxanthin pada hewan yang dapat digunakan sebagai sumber bahan pakan ikan (Committee on the Nutrient Requirements of Fish and Shrimp,2011)

    Karotenoid untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan.
    Pada studi salmon, nila, dan udang kuruma yang diberikan astaxanthin, didapatkan peningkatan pertumbuhan. Astaxanthin memiliki potensi antioksidan yang meningkatkan ketahanan saat terjadi stress osmosis dan termal. Aktifitas antioksidan karotenoid diketahui 100 kali lebih tinggi daripada tokoferol. Karotenoid juga diketahui melindungi membran lipid dari peroksidasi.  Pakan mengandung pigmen karotenoid dan karakteristik fisiologis dapat diturunkan secara maternal. Akumulasi karotenoid yang tinggi pada yolk dapat meningkatkan perrumbuhan dan kelangsungan hidup, imunitas, dan mencegah stress oksidatif

    Peran  karotenoid dalam reproduksi
    Pada saat ikan mulai mengalami dewasa kelamin, hormon seks akan mendorong pemindahan seposit karotenoid dari otot ke kulit, yang mana akan berkontribusi terhadap karakteristik fenomena nuptial coloration. Warna menjadi hal penting untuk preferensi ikan jantan memilih betina untuk dikawini. Pada saat pemijahan, karotenoid dapat menjadi atraktan pada kulit ikan jantan.  Karotenoid dapat menjadi agen fertilisasi yang meningkatkan jumlah telur yang dibuahi. Namun pada sebuah studi, pemberian asttaxanthin dan canthaxanthin diketahui tidak berpengaruh terhadap fekunditas ikan rainbow trout dan salmon.  Astaxanthin memiliki peran sebagai hormon fertilisasi dengan memicu dan menarik spermatozoa. Sedangkan canthaxanthin dilaporkan dapat meningkatkan kelangsungan hidup telur.  Keberadaan karotenoid pada telur dapat meningkatkan kualitas telur mungkin dengan melindungi kerusakan saat radiasi UV atau saat perlakuan porooksidan lingkungan. Karotenoid juga berfungsi sebagai antioksidan.

     

    Referensi

    Committee on the Nutrient Requirements of Fish and Shrimp. 2011. Nutrient requirements of fish and shrimp. National academic press

    Chapman FA, Miles RD (2018) How ornamental fishes get their color. IFAS Extension, University of Florida. FA 192:1–6

    Einen, O., H. Alne, B. Grisdale-Helland, S.J. Helland, G.I Hemre, B. Ruyter., S. Refstie, R. Waagbø. Nutritional Biology in Farmed Fish. Aquaculture Research: From Cage to Consumption

    Halver, J.E dan Hardy, R.W (Ed). 2002.  Fish Nutrition Third Edition. Academic Press: California

    Mukti, R.C., A. Kusmayadi, M.N.A.A. Siddiq, D.N. Sari, I.M. Darsan, L.O.M.J. Sirza, M.A. Huda J, D.

    Nurhayati, A. Rumondang, L. Handayani, H. Kenconojati, D. Fitria M, A.B. Marda, W. Munaeni. 2023. Nutrisi dan Kesehatan Ikan. Tohar Media

    Sathyaruban  S.,  Uluwaduge  D.  I.,  Yohi  S.,  Kuganathan  S.,  2021  Potential  natural  carotenoid  sources  for  the  colouration  of  ornamental  fish:  a  review.  Aquaculture  International 29(4):1507-1528. 

    Sinha, A. 2012. Chapter 17: Pigmentation in Fish. In Pandey, P.K. & Parhi, J (eds). Advances in Fisheries Biotechnology. Springer

    Wu, G. 2018. Principle of animal nutrition. Taylor & Francis

     

     

    No comments:

    Post a Comment