Nama lain: luminescent bacterial disease (LBD); Luminous Bacterial Disease [4], Luminous vibriosis [7].
Etiologi/ penyebab:
Vibrio, V. harveyi [2], V. parahaemolyticus, V. alginolyticus, V. splendidus [3], V. vulnificus [7].
Hospes : P. monodon, P. merguiensis [3], P. indicus [6].
Stadium rentan : telur, larva, post larva [4,6], juvenil [7]. Udang dewasa juga bisa terkena penyakit ini [8].
Epizootiologi:
Penyakit ini banyak dijumpai di hatcheri udang, tak hanya di Indonesia, namun juga di Filipina, Malaysia, dan Thailand [5]. Air dan saluran pipa dapat menjadi sumber utama masuknya Vibrio baik selama dan antar siklus produksi [2]. Di hatchery, indukan dan bak pemeliharaan serta sarana budidaya dapat menjadi sumber utama bakteri luminous [9]. Bakteri akan masuk secara peroral, hal ini ditandai dengan terbentuknya plak pada area mulut larva yang terinfeksi. Telur yang terinfeksi dapat menjadi sumber infeksi pada bak pembesaran [6]. Infeksi sistemik dari bakteri ini dapat menimbulkan kematian pada larva maupun postlarva hingga 100% [4,6]. Kejadian di tambak, pada juvenil dapat mengakibatkan kematian tinggi pada usia 1 bulan pemeliharaan [7].
Faktor pendukung
-
Gejala Klinis
Udang lemah, larva lambat bermetamorfosis, perubahan bentuk tubuh, berpendar, otot kehilangan transparansi, melanisasi, midgut kosong, anoreksia [1]. Larva yang terserang akan menolak makan [3]. Pada infeksi yang berat larva akan berwarna kehijauan berpendar yang akan terlihat dengan mudah di kegelapan [4]. Jelang kematian, udang akan naik ke permukaan akibat kurangnya oksigen (hipoksia) dan berenang secara vertikal sebelum kematian akut [7].
Perubahan patologi
-
Diagnosa banding
-
Metode Diagnosa
Infeksi bakteri ini dapat dengan mudah diamati Ketika tidak ada cahaya karena udang-udang dengan infeksi luminous viibrio akan berpendar di dalam bak. Pengamatan dapat dilakukan secara langsung dan dapat diberikan skoring dengan ketentuan sebagai berikut [2]:
10 : tidak ada luminescence
5 : luminescence rendah (10% dari populasi)
0 : luminescence sangat tinggi (>10% populasi)
Di bawah mikroskop, jaringan internal larva akan terlihat padat dengan banyak bakteri motil [4]. Pemeriksaan menggunakan SEM memperlihatkan bahwa bakteri ini akan memakan alat gerak dan rongga mulut [3]. Bakteri ini dengan mudah dapat diisolasi dari sedimen larva dan postlarva serta air yang ada di fasilitas hatcheri [5]. Bakteri akan tumbuh setelah inkubasi selama 18-24 jam dan ditandai dengan koloni yang berpendar [6]. Pengamatan hemolim secara mikroskopis akan memperlihatkan bakteri berbentuk batang. Secara histopatologi, perubahan yang paling mudah teramati adalah nodul hemositi pada organ limfoid, inang, jantung, dan hepatopankreas [7]
Pencegahan dan Pengendalian
Bakteri vibrio dapat meningkat secara eksponensial pada saat perubahan nauplii ke PL. Hal ini mengindikasikan bahwa klorinasi tidak cukup berhasil dalam mengeliminasi pathogen dari sumber air. Penggunaan sand filter, filtrasi, ozonasi/UV cukup efektif dalam mendisinfeksi berbagai pathogen termasuk bakteri. Sebagai upaya pemantauan, penghitungan total vibrio dapat dilkukan 72 jam pasca treatmen [2]. Berikut adalah rekomendasi untuk mengatasi infeksi vibrio pada hatchery:
- Pemantauan total vibrio secara rutin baik di fasilitas budidaya maupun produksi pakan hidup
- Pembersihan, pengeringan, disinfeksi fasilitas budidaya
- Penggunaan heater
- Disinfeksi dan filtrasi sumber air
- Disinfeksi telur, nauplii, indukan sebelum penebaran
- Tebar cepat dalam 3-4 hari untuk menghindari kontaminasi larva
- Pemisahan peralatan untuk tiap bak
- Disinfeksi tangan dan kaki sepanjang masa produksi
- Menggunakan penutup bak hingga PL
- Penggunaan pakan hidup yang bersih, dan telah disinfeksi sebelum diberikan
- Manajemen air budidaya dengan penggantian air antara 80-90%, siphon, pengendalian pakan, pengujian kualitas air
- Mengurangi penggunaan antibiotic untuk menghindari resistensi
- Aplkasi probiotik
- Penggunaan tandon
- Pemasangan filter baik dengan karbon aktif, catridge filter ataupun UV
Apabila pengendalian gagal, maka seluruh bak harus segera dikosongkan untuk menghindari penularan [2]. Di hatchery terdapat beberapa bahan yang dapat digunakan utuk mengatasi ataupun mencegah penyakit ini, antara lain:
Referensi
- Otta, S.K., S.V. Alavandi, K.K. Vijayan. Field Guide for Diagnosis, Prevention, and Control of Disease of Shrimp and Finfish in Brackish water Aquaculture. Central Institute of Brackishwater Aquaculture, 38pp
- 2007. Improving Penaeus monodon hatchery practices. Manual based on experience in India. FAO Fisheries Technical Paper. No. 446. Rome, FAO. 101p.
- Raj, S.P (ed). Shrimp Farming Techniques, Problems And Solutions. Palani Paramount Publication: Palani
- Baticados, M.C.L., E.R. Cruz-Lacierda, M.C. de la Cruz, R.C. Duremdez-Fernandez R.Q. Gacutan, C.R. Lavilla-Pitogo, G.D. Lio-Po. 1990. Diseases Of Penaeid Shrimps In The Philippines. Aquaculture Department Southeast Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC): Iloilo
- Brackishwater Aquaculture Information System. (1988). Biology and culture of Penaeus monodon. Tigbauan, Iloilo, Philippines: SEAFDEC Aquaculture Department.
- Lavilla-Pitogo, C.R., Lio-Po, G.D., Cruz-Lacierda, E.R., Alapide-Tendencia, E.V., de la Pena, L.D. 2000. Diseases of Penaeid Shrimps in the Philippines. Southeast Asian Fisheries Development Center: Filipina
- Manual ASEAN good shrimp farm management practice. ASEAN Cooperation in Food, Agriculture and Forestry. F i s h e r i e s P u b l i c a t i o n S e r i e s 1
- 2005. Diagnosis and Management of Shrimp Disease. Training Programme Central Institute of Brackishwater Aquaculture 21-26 November 2006
- Alavandi, S.A. 2010. Luminescent bacteria in luminescent bacteria in shrimp hatchery and their shrimp hatchery and their control through better management practice. CIBA Technical Advisory Series -1
No comments:
Post a Comment