Budidaya perikanan kerap menghadapi permasalahan, terutama dari adanya penyakit. Dalam suatu kejadian penyakit, salah satu hal yang memegang peranan penting adalah stress. Stress mengakibatkan komoditas budidaya rentan terhadap penyakit dan berdampak terhadap munculnya penyakit. Stress kerap terjadi dalam budidaya akibat adanya perubahan dari lingkungan. Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat memicu stress dalam perikanan [4,6,8].
- Kualitas air yang buruk
Udang memiliki batasan-batasan tertentu untuk mentoleransi parameter kualitas air. Pada kondisi yang di luar optimal, perubahan kualitas air ini dapat berbahaya bagi udang [2]. Fluktuasi suhu, turunnya oksigen, tingginya amonia, salinitas turun dapat memicu timbulnya stress - Overfeeding/ pakan berlebih
- Tingginya Bahan Organik
- Tingginya jumlah bakteri Vibrio
- Padat tebar tinggi
Udang yang dipelihara dengan kepadatan terlalu tinggi (overcrowded) dapat membuat udang menjadi stress dan rentan terhadap masuknya penyakit - Tingginya plankton yang berbahaya/ Alga bloom
- Rough/excessive handling
Di lapangan, memegang udang untuk pengamatan visual (warna, ukuran, bentuk) tidak dapat dihindari. Hal ini cukup menimbulkan stress bagi ikan
- Infeksi virus
- Molting
Pada saat molting, tubuh udang yang melunak membuat udang menjadi sensitif terhadap stres. Ablasi yang diakukan pasca molting juga dapat memicu kematian karena memberikan stress tambahan akibat kehilangan hemolim dalam jumlah banyak
- Transportasi
- Penggantian air secara tiba-tiba
Penggantian air sebanyak 50-70% secara mendadak dapat memicu molting dan menimbulkan stress pada udang
- Polutan/ Kontaminasi
- Toksin(alga, bakteri, pakan)
- Logam berat
- Pestisida
- Nutrisi (biasanya tidak mencukupi)
- Handling
- Parasitisme
- Infeksi tingkat rendah
- Hydrogen sulfidea
- Kondisi cuaca seperti hujan terus menerus
- Otot kehilangan trasparansi. Pada kondisi ini otot mengalami nekrosis yang dapat dimungkinkan oleh stress akibat faktor lingkungan (rendahnya oksigen, fluktuasi suhu dan salinitas). Kondisi ini tidak bersifat pasti menunjukkan stress sebab infeksi microsporean dapat memperlihatkan gejala serupa [3,5]
- Perilaku abnormal [4]. Hal ini terlihat saat udang mengalami stress akibat turunnya kadar oksigen. Seperti pada udang P. japonicus yang memperlihatkan aktifitas menggali (burrowing) saat kadar oksigen 1,4ppm. Atau udang P.schmitti yang mulai berenang di permukaan ketika kadar oksigen 1,2 ppm [7].
- Lemah dan kurangnya nafsu makan
- Pertumbuhan lambat
- Kesulitan molting
- Hiperaktif
- Kematian
Dampak Stress pada udang
Stress dapat membuat udang menjadi lemah dan rentan terhadap serangan patogen [4]. Seberapa besar dampak stressor sulit ditentukan. Kadangkala stressor bersifat kombinasi dan dampak yang besar muncul apabila terjadi secara bersamaan. Dampak stress juga dapat berbeda-beda antar strain maupun stadium udang. Beberapa strain tahan terhadap peyakit tertentu, dan stadium udang yang muda tentu akan lebih rentan dibandingkan yang dewasa.
Pencegahan dan penanganan stress pada udang
Hal pertama yang harus dilakukan untuk mengatasi stress pada udang adalah mengenali terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang dapat memicu stress. Hal ini dapat diketahui dengan memeriksa kembali data-data pemantauan rutin. Data kualitas air, pakan, plankton, aplikasi bahan kimia, padat tebar, kesehatan udang, dll. Misalnya saja kondisi air yang megalami penurunan pH dan alkalinitas. Hal ini menimbulkan stress pada udang sehingga tindakan perbaikan harus diambil. Pemberian sodium bicarbonate (NaHCO3), sodium carbonate (Na2CO3), atau calcium carbonate (CaCO3) dapat membantu menstabilkan nilai keduanya [2] Untuk kadar oksigen yang turun, pergantian air dan penambahan aerasi dapat menjadi pilihan. Pada benur yang akan ditebar, perhitungan jumlah benur yang akan ditebar penting untuk meminimalkan stress pada saat tebar. Pengiriman benur pun harus disesuaikan pada malam hari untuk menghindari stress akibat suhu [5]
Stress pada udang dapat dicegah dengan selalu melakukan pemantauan dan perbaikan secara rutin [2]. Mungkin cukup merepotkan, sebab harus mengumpulkan data lapangan yang berjadwal selama budidaya berlangsung. Namun ini adalah cara terbaik untuk menghindari stress pada udang dan membuat udang nyaman dalam habitatnya. Stress dapat muncul apabila udang dibiarkan berada dalam kondisi lingkungan yang tidak optimal selama beberapa hari. [2]. Oleh karenanya pemantauan kualitas air menjadi penting untuk mencegah dan menurunkan stress pada udang. Populasi udang juga harus diperhitungkan diawal masa tebar agar tidak terlalu padat [4]. Perhitungan jumlah benur ada baiknya dilakukan di tempat asal untuk menghindari stress di lokasi pembesaran [6]. Penebaran benur juga disarankan pada dini hari atau jelang malam saat suhu cukup dingin untuk mengurangi stress [7]. Kualitas dan jumlah pakan juga harus diperhatikan. Pakan yang terkontrol dengan baik membantu terpenuhinya nutrisi udang sehingga udang menjadi kebal terhadap stress dan penyakit [4].
Referensi
1. Kibenge
2. Felix, S., T. Samocha, M. Menaga. 2021. Vannamei Shrimp Farming. CRC Press: Boca Raton
3. CIBA. 2005. Diagnosis and Management of Shrimp Disease. Training Programme Central Institute of Brackishwater Aquaculture 21-26 November 2006
4. FAME. 2020. Aquatic biosecurity standard operating procedures (SOPs) for grow-out farms. Pacific Community: Noumea, New Caledonia
5. Fast, A.W. & Lester, L.J. 1999. Marine Shrimp Culture: Principles and Practices. Elsevier Science BV: Armsterdam
6. Brackishwater Aquaculture Information System. (1988). Biology and culture of Penaeus monodon. Tigbauan, Iloilo, Philippines: SEAFDEC Aquaculture Department.
7. Felix, S. 2013. Advances In Shrimp Aquaculture Management. Daya Publishing house: New Delhi
8. Anonim. Stress – Various Stress Factors in Shrimp Farming
No comments:
Post a Comment