Nama lain:
white head, white spot,
Cherax quadricarinatus iridovirus
(CQIV), shrimp haemocyte iridescent virus (SHIV)
Etiologi/ penyebab:
Decapod iridescent virus 1 (DIV1) [1]. Virus ini
termasuk dalam genus Decapodiridovirus, famili iridoviridae [2,4]. Virus ini
termasuk ds DNA dengan diameter 150nm [4]. Terdapat literatur menyamakan penyakit ini
dengan shrimp haemocyte iridescent virus (SHIV), white head disease (WHD),
Decapod iridescent virus 1 (DIV1) [4]. Dan, the International Committee on
Taxonomy of Viruses (ICTV) telah mengesahkan bahwa SHIV dan CQIV termasuk dalam
dua isolat decapodiridovirus baru atau DIV1. Dengan kata lain, virus ini merupakan
virus yang ditemukan berdiri sendiri sebagai Cherax quadricarinatus iridovirus (CQIV) dan shrimp haemocyte
iridescent virus (SHIV) pada Cherax
quadricarinatus dan P. vannamei [1].
Namun demikian, SHIV dan CQIV yang diidentifikasi dari C. Quadricarinatus air tawar merupakan strain yang berbeda dari
virus yang sama [8].
Hospes
Virus ini terdeteksi pada P. vannamei, P. chinensis, P. japonicus, Cherax quadricarinatus,
Procambarus clarkii, Macrobrachium nipponense, dan M. rosenbergii. Namun demikian M. rosenbergii. M.
nipponense dan Pr. clarkii lebih
rentan dibandingkan spesies lainnya meskipun belum ada studi mengenai perbedaan
virulensi antar spesies ini. Virus ini terbukti merupakan patogen alamiah pada M.
nipponense dan Pr. clarkii [1]. Kepiting
jenis Eriocheir sinensis dan Pachygrapsus crassipes sebelumnya telah
diujicobakan diinfeksi dengan virus ini, namun keduanya sepertinya tidak rentan
terhadap DIV1 [5].
Spesies dan stadium rentan
Pada uji coba
intramuskuler dengan virus ini, udang vaname sedikit lebih rentan dibandingkan C. quadricarinatus dan Pr. clarkii [3]. Sedangkan M. rosenbergii dan M. nipponense tidak memiliki toleransi terhadap virus ini. Mortalitas
cepat virus ini terjadi pada udang post larva akhir, juvenil dan subadult [8].
Epizootiologi:
Virus ini terdeteksi pada berbagai spesies udang
pertama kali di China, sejak tahun 2014. Pada surveilans tahun 2017, virus ini
terdeteksi pada 6 provinsi dari 13 provinsi yang diisurvei [2]. Penyakit ini
dapat dengan mudah menyebar antar kolam dan spesies akibat rendahnya
biosekuriti pada budidaya [1]. Penularan juga dimungkinkan melalui paakan hidup
dimana polychaeta pernah terdeteksi positif DIV1 [5].
Angka
mortalitas dari virus ini mencapai 80% bahkan 100% [1,8]. Pada udang vaname,
kematian dalam jumlah besar terjadi dalam 2 minggu [3].
Faktor pendukung
-
Gejala Klinis
Qiu et al (2019) pada studinya memperlihatkan
adanya gejala kepala putih dan insang menguning akibat adanya virus ini. Udang
yang sekarat akan kehilangan kemampuan berenangnya, tenggelam di dasar dan
jarang terlihat pada aliran air. Hepatopankreas udang memucat dengan bidang
irisan kuning disertai usus dan lambung yang kosong. Namun, gejala ini tidaklah
spesifik, beberapa penyakit lain juga dapat menimbulkan gejala serupa. Pada
beberapa udang lainnya teramati otot yang putih dan antena yang terpotong [1].
Terdapat gejala infeksi DIV1 yang cukup spesifik pada udang galah dimana ada
area segitiga di bawah karapas dasar rostrum [4]. Sedangkan pada tubuh, terjadi
perubahan warna menjadi kemerahan pada sepertiga populasi udang yang terinfeksi
[8].
Gb. Gambaran berwarna putih di bawah rostrum (Qiu et al., 2019) |
Perubahan patologi
Secara histopatologi, infeksi dari virus DIV1
dapat diamati dengan adanya badan inklusi eosinofilik gelap dan piknosis pada
jaringan hematopoietik, hepatopankreas, dan insang dari M. rosenbergii dan M.
nipponense. Sedangkan pada Pr.
clarkii dan cladocera perubahan histopatologi menciri tidak ditemukan [1]. Adanya badan inklusi pada kasus ini dapat
dijadikan sebagai lesi patognomonik pada DIV1 [6]. Gambaran lain yang dapat
teramati adalah adanuya infiltrasi hemosit teramati pada insang, periopod dan
sinus hepatopankreas [4].
Metode Diagnosa
Pada udang penaeid,
tidak ada gejala klinis yang dapat dijadikan patokan diagnosa infeksi DIV1.
Namun demikian, penyakit ini bersifat fatal pada genus Macrobrachium [5]. Penyakit ini dapat didiagnosa secara
histopatologi, LAMP, mikroskop elektron dan real time PCR [1]. Diagnosa
definitif dapat dilakukan dengan PCR [5]. Histopatologi organ hepatopankreas
dan organ limfoid cukup membantu dalam mendiagnosa penyakit ini. Melalui in
Situ Hibridisasi (ISH) dapat diketahui bahwa virus ini tidak hanya terdapat
pada hepatopankreas dan organ limfoid namun juga pada insang, jaringan ikat
interstitial hepatopankreas, midgut caeca anterior, ventral bundel syaraf, antennal gland, otot
jantung, otot skelet, dan di bawah epitel subkutikula. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa virus ini menyerang organ yang berasal dari ektodermal dan
mesodermal [6].
Diagnosa banding
-
Pencegahan dan Pengendalian
Dalam menghadapi penyakit ini,
kegiatan surveilans, karantina induk/PL, dan sertifikat kesehatan memegang
peranan penting. Kapasitas pengujian laboratorium juga harus ditingkatkan [5]. Salah
satu upaya pencegahan dari penularan virus ini adalah dengan menghindari
budidaya secara polikultur antara udang galah, vaname dan windu [1]. Penggunaan
induk ataupun udang yang berasal dari alam, tidak disarankan untuk dipelihara
bercampur bersama udang lainnya [7]. Polikultur udang dengan sejumlah ikan
malah direkomendasikan [5].
Referensi
1.
Qiu, L., X. Chen, R.H. Zhao, C. Li, W. Gao, Q.L. Zhang, J. Huang. 2019. Description
of a Natural Infection with Decapod Iridescent Virus 1 in Farmed Giant
Freshwater Prawn, Macrobrachium rosenbergii. Viruses 11(354): 1-14pp
2. Qiu,
L.; Dong, X.; Wan, X.Y.; Huang, J. Analysis of iridescent viral disease of
shrimp (SHID) in 2017. In Analysis of Important Diseases of Aquatic Animals in
China in 2017; Fishery and Fishery Administration Bureau under the Ministry of
Agriculture and Rural Affairs, National Fishery Technical Extension Center,
Eds.; China Agriculture Press: Beijing, China, 2018; pp. 187–204, ISBN
978-7-109-24522-8
3. Xu,
L.; Wang, T.; Li, F.; Yang, F. Isolation and preliminary characterization of a
new pathogenic iridovirus from redclaw crayfish Cherax quadricarinatus. Dis.
Aquat. Organ. 2016, 120, 17–26
4. Qiu, L. dan Huang, J. 2020. Infection With
Decapod Iridescent Virus 1. NACA Disease Card
5. Network of Aquaculture Centers in Asia-Pacific.
2020. Decapod Iridescent Virus 1 (DIV1): an emerging threat to the shrimp industry. NAC
Disease Advisory
6. Sanguanrut, P., Thaiue, D., Thawonsuwan, J.,
Flegel, T. W., Sritunyalucksana, K. (2020). Urgent announcement on usefulness
of the lymphoid organ (LO) as an additional prime target for diagnosis of
decapod iridescent virus 1 (DIV1) in diseased P. vannamei. NACA Newsletter,
ISSN
0115-8503, 2020, XXXV: 2.
7. Srisala, J., Sanguanrut, Thaiue, P. D., Laiphrom,
S., Siriwattano, J., Khudet, J., Powtongsook, S., Flegel, T. W.,
Sritunyalucksana, K. (2020). Urgent warning: Positive PCR detection results for
infectious myonecrosis virus (IMNV) and decapod iridescent virus 1 (DIV1) in
captured Penaeus monodon from the Indian Ocean. NACA Newsletter, ISSN
0115-8503, 2020, XXXV: 2
8. Department of Agriculture 2019, Aquatic Animal Diseases Significant to
Australia: Identification Field Guide, 5th Edition, Australian Government
Department of Agriculture, Canberra. CC BY 4.0.
No comments:
Post a Comment