Pada tanah yang memiliki
kondisi anaerob, kadar hidrogen sulfida (H2S) akan meningkat. Keberadaan
hidrogen sulfida ini biasanya ditandai bau seperti telur busuk pada sedimen.
Hidrogen sulfida ini berbahaya bagi udang, bahkan pada kadar rendah sekalipun.
H2S dapat dihilangkan dengan melakukan areasi, proses pengeringan dan
pembalikan.
Tidak ada patokan dalam
proses pengeringan termasuk lamanya pengeringan atau berapa sering tanah harus
dikeringkan. Hal yang pasti adalah pengeringan berlebihan tampaknya berbahaya
dan tanah yang terlalu kering akan menjadi rapuh dan penurunan permukaan tipis
retakan menjadi serbuk harus dihindari. Alur pengeringan yang biasa dilakukan
petambak adalah pengeringan selama 7 hari, hingga permukaan 1cm kering, dan
pengeringan hingga ada retakan dengan kedalaman 1-2cm.
Lama pengeringan dasar
tambak dapat mencapai 2-3 minggu.
Lamanya pengeringan bergantung pada kondisi cuaca (hangat, jering, berangin,
kondisi yang sesuai dan cepat untuk pengeringan), tekstur tanah (tanah yang
kasar kering lebih cepat daripada yang bertekstur halus), dan kedalaman sedimen
(sedimen yang tebal menghambat pengeringan). Kadangkala pengeringan juga dapat
terhambat akibat resapan air dari tambak yang bersebelahan atau resapan dari
air tanah. Agar pengeringan sempurna, pembalikan tanah dapat dilakukan. Proses
ini akan membantu kontak dengan udara dan membantu penguapan.
Pada tanah, bagian yang
mengering terlebih dahulu adalah bagian permukaan yang akan membentuk retakan
dimana terjadi evaporasi dan oksidasi. Retakan ini akan membantu pengeringan
dan memberikan udara, namun permukaan dari retakan yang mengering ini akan
menutupi proses penguapan dan oksidasi. Tanah yang telah mengalami pengurangan
bahan kimia berwarna gelap dan seringkali menghitam akibat adanya zat besi.
Adanya sedimen pada dasar tambak akan menghalangi pengeringan tanah, bahkan
akan sulit untuk melakukan pengolahan lahan karena kondisinya yang basah.
Pada pengeringan tambak, hal
yang harus diperhatikan adalah terjadinya proses pengasaman terutama pada tanah
yang memiliki potensi asam. Selama pengeringan, pirit dapat teroksidasi.
Sehingga ketika tambak mulai diisi dengan air, keasaman terbentuk dan pH air
akan turun. Oleh karenanya, pasca pengeringan, pada tanah tipe ini harus di
flushing. Pembalikan pada tipe tanah ini tidak dianjurkan. Tanah bisa saja
mengandung asam sulfat teroksidasi yang berbahaya. Pembalikan hanya dapat
dilakukan pada tanah yang tidak asam dan
pada kondisi yang benar-benar kering atau yang produksi panen sebelumnya
rendah.
Referensi
Boyd, C.F. dan Queiroz, J.F.
2014. The role and management of bottom soils in aquaculture ponds. Infofish
International
Cook, H.L.dan Rabanal, H.L.
1978. Manual On Pond Culture Of Penaeid Shrimp. ASEAN National Coordinating
Agency of the Philippines
ICAR. Soil and water quality
management for Shrimp farming. Ciba Extension Series No. : 53
Lazur, A. Growout Pond and
Water Quality Management. JIFSAN
Li Li, J.F. Queiroz, C.F.
Boyd. 2014. Pond Bottom Dryout, Liming Part I. Disinfection in Semi-Intensive
Shrimp Ponds. Global Aquaculture Advocate
No comments:
Post a Comment