Zoonosis merupakan sebuah istilah yang diartikan
sebagai penyakit yang dapat itularkan ke manusia dari hewan (baik yang liar
maupun telah terdomestikasi). Penyakit zoonosis dalam perikanan membutuhkan
atensi lebih karena makin tingginya perdagangan antar negara yang meningkatkan
resiko keamanan pangan asal perikanan ini. Faktor pemicu yang mempengaruhi
resiko infeksi yang berkaitan dengan hewan akuatik dan produknya meliputi
lokasi budidaya, spesies yang dibudidayakan, suhu air, sistem budidaya, proses
pasca panen, dan kebiasaan dalam menghidangkan makanan, serta konsumsi.
Zoonosis dari hewan akuatik dapat terjadi melalui ingesti (memakan) dan topikal
(kontak langsung dari luka terbuka).
Bakteri
Kelompok bakteri patogen yang berkaitan dengan
penyakit zoonosis asal bahan pangan perikanan terbagi menjadi dua yaitu bakteri
enterik (kontaminasi dari feses) dan bakteri lingkungan.
a. Vibrio
Bakteri gram negatif ini dapat masuk ke manusia
melalui ingesti maupun topikal. Spesies vibrio yang paling umum dijumpai
menimbulkan zoonosis pada manusia adalah Vibrio
parahaemolyticus yang berkaitan dengan kasus gastroenteritis dan V.
vulnificus yang berkaitan dengan penyakit liver dan gangguan penyimpanan
zat besi. Faktor resiko penularan bakteri ini adalah dari ikan yang tidak
dimasak sempurna ataupun kontaminasi saat pengolahan pangan. Kebanyakan sumber
kontaminasi dari vibrio adalah kerang mentah atau setengah matang.
b. Salmonella
Bakteri ini juga merupakan bakteri gram negatif
yang menimbulkan gastroenteritis akut. Salmonella dapat menginfeksi manusia
melalui ingesti dan topikal. Kasus zoonosis Salmonella asal bahan pangan
perikanan diperoleh dari ikan, udang, tiram, dan kerang. Dua jenis Salmonella
yakni Salmonella parathypi dan S. enteritidis terdeteksi pada udang dan
kerang.
c. Shigella
Bahan pangan dapat tercemar oleh Shigella dari tahapan penanganan bahan pangan. Pada
bahan pangan asal perikanan, Shigella diperoleh dari air yang terkontaminasi.
d. Clostridium botulinum
Bakteri gram positif yang mengahsilkan spora
ini menimbulkan botulismus. Kasus botulismus dalam makanan berkaitan erat
dengan makanan kaleng, makanan yang difermentasi, seafood yang diasinkan,
kentang panggang, bawang dalam minyak, dll.
e. Aeromoniasis
Pada manusia, aeromonas menimbulkan penyakit
via ingesti maupun topikal.
f.Escherichia
coli
g. Listeria
monocytogenes
Listeria banyak ditemukan pada berbagai ikan
dan menimbulkan masalah pada makanan siap saji.
h. Campylobacter
jejuni
Bakteri enterik ini menimbulkan enteritis dan
diare pada manusia. Sumber cemaran dari bakteri ini kebanyakan adalah
kontaminasi saat pengolahan makanan ataupun kontak dengan feses dari hewan yang
mengandung bakteri ini.
i. Mycobacterium
Bakteri ini dapat menular ke manusia melalui
inhalasi, ingesti, maupun kontak langsung. Pada ikan, ada dua jenis bakteri
yang menimbulkan penyakit yakni M.
marinum, M. fortuitum, M. chelonei. Kebanyakan kasus mycobcteriosis ikan
pada manusia disebabkan oleh kontak langsung.
j. Yersinia enterolitica
Bakteri ini menimbulkan gejala seperti infeksi
usus buntu. Spesies ini teridentifikasi pada ikan dan kerang baik yang liar
maupun dibudidayakan.
k. Staphylococcus
Bakteri ini paling umum ditemukan pada seafood
di Amerika. Kebanyakan outbreak disebabkan oleh proses pengolahan.
Bakteri lain yang dapat menimbulkan
enterotoksin adalah Staphylococcus
aureus, Clostridium perfringens, dan
Bacillus cereus.
Virus
a. Norovirus (Norwalk-Like virus)
Kelompok calicivirus ini masuk ke bahan pangan
asal perikanan yang dipanen melalui air yang terkontaminasi. Kerang, dan
sebagian besar moluska lainnya dapat mengakumulasi virus ini. para pekerja pengolahan
kerap terinfeksi jika tidak mencuci tangan dengan baik pasca menggunakan
toilet.
b. Hepatitis A
Tak jauh berbeda dengan norovirus, hepatitis A
juga dapat mencemari bahan pangan perikanan dari air yang terkontaminasi. Bahan
cemaran juga dapat berasal dari kerang.
c. Enterovirus
Virus ini banyak terisolasi pada air dan
kerang.
Parasit
a. Cacing
Terdapat banyak jenis cacing pada komoditas
tawar maupun laut. Namun demikian, meskipun prevalensinya cukup tinggi, jarang
sekali ada laporan outbreak akibat dari cacing pada seafood di manusia. Hal ini
dikarenakan cacing tidak dapat bermultiplikasi dalam makanan, periode inkubasi
yang panjang, dan belum banyaknya uji diagnostik. Potensi zoonosis cacing ini
datang dari bahan pangan yang mentah.
b. Protozoa
Protozoa yang dikenal menimbulkan sakit pada
manusia adalah Giardia. Cemarannya
berasal dari paparan orang yang menangani pemrosesan makanan.
Toksin
A. Ciguatoxin
Toksin ini terakumulasi pada ikan ciguatera
yang berada di karang besar. Toksin ini menimbulkan gangguan neurologi dan
gastrointestinal. Beberapa dinoflagellata bentos berkaitan dengan ciguatoksin.
B. Scombrotoxin
Toksin ini menimbulkan gangguan
gastrointestinal dan neurologi. Toksin ini dipercaya dihasilkan dari bakteri.
Dan secara alami, kasus keracunan scombroid ini terjadi akibat memakan ikan
dengan kadar histamin yang tinggi seperti mahi-mahi, bluefish, sardines,
mackerel, amberjack, dan abalone.
C. Puffer fish poisoning (PFP)
Kasus keracunan dan kematian lain dapat
disebabkan oleh neurotoksin pada ikan buntal (tetraodontidae)/ puffer fish
D. Toksin asal kerang
Beberapa jenis dinoflagellata juga menghasilkan
toksin yang dapat memapar kelompok kerang dan menimbulkan keracunan bila
dikonsumsi. Beberapa jenis toksin ini antara lain Paralytic shellfish
poisoning (PSP), Diarrhoetic shellfish poisoning
(DSP), Neurotoxic shellfish poisoning (NSP), Amnesic shellfish poisoning (ASP)
Penanganan dan
pengendalian
Penanganan dan pengendalian penyakit zoonosis asal bahan pangan perikanan pada manusia tentunya tidak
semudah yang dibayangkan sebab hal ini sangat berkaitan erat dengan adanya
resistensi antibiotik. Namun demikian tindakan pencegahan melalui proses transportasi, pemrosesan, pembersihan, penanganan,
pemasakan, dan penyimpanan yang sesuai akan membantu mengurangi resiko sakit
akibat bakteri dan virus.
Pada hasil analisa studi oleh Barret et al
(2017) menunjukkan bahwa kebanyakan kasus keracunan ikan terjadi pada ikan yang
diolah sendiri ataupun diperoleh saat berwisata. Dalam studi itu juga
disarankan untuk tidak memancing di
sepanjang karang yang diketahui beracun untuk mengurangi resiko keracunan
ciguatoxin. Sedangkan untuk scombrotoxin, disarankan untuk melakukan pembekuan
cepat pada ikan pasca dipanen.
Pada seluruh bahan pangan asal perikanan, disarankan untuk tidak
memakan dalam kondisi mentah atau setengah matang. Bahan pangan juga disarankan
disimpan dalam kulkas sepanjang waktu hingga digunakan. Seluruh peralatan untuk
pengolahan sebaiknya dicuci dengan air panas atau sabun setelah digunakan untuk
bahan mentah. Dan tak kalah penting adalah mencuci tangan sebelum dan sesudah
mengolah bahan mentah.
Barret, K.A., J.H. Nakao., E.V. Taylor., C.
Eggers., L.H. Gould. 2017. Fish-Associated Foodborne Disease Outbreaks: United
States, 1998–2015. FOODBORNE PATHOGENS AND DISEASE. Volume XX, Number XX, 2017
Evans. J.J. Overview of ZoonoticInfections from
Fish and Shellfish. Presentation
Iwamoto, M., T. Ayers., B.E. Mahon., D.L.
Swerdlow. 2010. Epidemiology of Seafood-Associated Infections in the United
States. CLINICAL MICROBIOLOGY REVIEWS,
p. 399–411
Kramer, M. 2015. Zoonotic Diseases of Birds,
Reptiles, and Fish. WSAVA Congress
Lipp, E.K. dan Rose, J.B. 1997. The role of
seafood in foodborne diseases in the United States of America. Rev. sci. tech.
Off. int. Epiz.,16 (2), 620-640
Medeiros, L., J. LeJeune., M. Williams. 2011. Vibrio
species: Foodborne Illness and Seafood. The Ohio State University.
Rinanda, T. 2015. Aquatic animals and their
threats to public health at human-animal-ecosystem interface: a review. AACL
Bioflux, , Volume 8, Issue 5.
No comments:
Post a Comment