Nama lain: -
Etiologi/ penyebab
Channel catfish Virus
(CCV), virus yang termasuk kelompok herpesviridae [1]. Virus ini kemudian
berubah namanya menjadi Ictalurid herpesvirus (IcHV-1) sesuai dengan ketentuan komite
Taksonomi Internasional untuk herpesvirus. Akan tetapi, nama sebelumnya masih
melekat dan dikenal. Virus ini beramplop, icosahedral, memiliki genom DNA dan
diameter nukleokapsid 95-105nm, dapat diinaktivasi dengan 20-50% kloroform,
bertahan 24 jam pada pengeringan atau kaca coverslip. Virus tidak dapat
diisolasi dari ikan yang membusuk pada suhu 22oC dalam 48 jam
setelah mati. Namun virus dapat merecoveri dalam 14 hari dari viscera ikan yang
dibekukan selama 162 hari dari ikan yang dibekukan pasa suhu -20oC
dan selama 210 hari pada pembekuan -80oC[2]. Disamping IcHV1, juga
terdapat virus ictalurid herpesvirus 2 (IcHV2)
yang menimbulkan penyakit serupa CCVD pada blackbullhead catfish (Ameiurus melas) di Italia[3]
Hospes
Ikan channel catfish (Ictalurus punctatus). Catfish biru (Ictalurus furcatus) dapat terinfeksi
secara eksperimental [1]. Ikan hibrid seperti channel blue hibrid juga dapat
terinfeksi [3]. Catfish putih (I. cams)
rentan terhadap penyakit ini pada infeksi buatan, namun insidensi dan mortalitasnya
rendah [7]. Sedangkan catfish Eropa (Silurus
glanis) rentan terhadap CCV dan spesies lainnya masih bias [1]. Ikan muda
hasil silangan dengan strain channel catfish lebih resisten terhadap CCV
daripada stain utamanya [2]. Bluegill African catfish dan Asian catfish juga
resisten [5]. Virus dari CCVD ini pernah diisolasi dari crucian carp (Carassius carassius) dan common carp (Cyprinus carpio) tanpa gejala klinis.
Namun tidak diketahui apakah keduanya menjadi reservoir penyakit [6]
Stadium rentan
Virus ini menginfeksi benih dan tokolan saat musim kemarau (suhu lebih
dari 25oC) namun adapula laporan serangan CCVD pada suhu dibawah 8oC.
Virus CCV kadang teramati pada ikan usia 1 tahun, namun jarang [1]. Ikan paling
rentan terhadap infeksi CCV pada ukuran kurang dari 4 bulan. Ikan yang lebih
mudah lebih memiliki kecenderungan mengalami kematian tinggi. Akan tetapi pada
satu studi menunjukkan bahwa benih yang sangat muda lebih resisten. Hal ini
dapat disebabkan oleh kadar antibodi neutralizing yang ditransfer dari induk
betina terhadap CCV [2]
Epidemiologi
Awal mula dari kemunculan penyakit ini adalah ketika industri
budidaya ikakn channel catfish mulai berkembang pada pertengahan tahun 1960an.
Kematian ikan terjadi di beberapa wilayah di Selatan Amerika Serikat [7]. Inkubasi
virus terjadi bergantung pada suhu air. Eksperimen pada suhu 30oC menimbulkan
gejala klinis dalam 32-42 jam yang diikuti dengan kematian. Inkubasi terjadi
dalam 10 hari pada suhu 20oC. Di lapangan, dengan suhu 25-30oC, infeksi
terjadii dalam 72-78 jam dan kematian 100% terjadi dalam 6 hari [2]. Ikan
berukuran kurang dari 5cm sulit bertahan, namun makin dewasa tingkat kematian
makin turun. Virus CCV tidak dapat diisolasi dari individu yang terpapar.
Mortalitas dari penyakit CCVD ini bergantung pada ukuran ikan, kondisi
lingkungan, padat tebar, strain ikan, dan serangan infeksi sekunder dari
Aeromonas dan Flexibacter [1]. Penularan secara horizontal terjadi secara
langsung dari air dan hewan yang bertindak sebagai vektor [6]. Penyakit secara
vertikal ditularkan melalui produksi telur dari indukan [2] tanpa menimbulkan
gejala klinis sehingga tidak terdeteksi [3]. Penularan secara horizontal juga
dapat terjadi. Sekali terjadi infeksi CCVD baik secara horizontal maupun
vertikal, maka ikan tersebut selamanya menjadi karier [4]. Namun demikian,
secara eksperimental, CCVD tidak dapat diinduksi secara oral dan kohabitasi
[7]. Pada benih umur 3-5 hari, prevalensi penyakit adalah 11,7-26,7% dengan
replikasi virus tidak terdeteksi pada kultur sel dan tidak terjadi outbreak
sepanjang tahun. Akan tetapi, di awal musim produksi prevalensinya naik dari 13
hingga >35% [3]. Tingkat kematian ikan yang terpapar mencapa 95% [6].
Faktor pendukung
Outbreak CCVD kerap terjadi ketika musim panas ketika suhu >25oC
dengan kematian mencapai 90% dalam 2 minggu. Disamping suhu, stres, padat
tebar, dan umur ikan mempengaruhi terjadinya outbreak CCVD[3]
Gejala Klinis
Ikan yang terinfeksi oleh CCVD
akan menunjukkan gejala berenang tidak menentu, terkadang berputar atau
mengikuti sumbu tubuh. Perubahan eksternal yang teramati adalah pembesaran
abdomen, eksopthalmia (mata menonjol), insang hemoragi atau pucat, dan
petechiae pada pangkal sirip dan seluruh kulit terutama bagian ventral tubuh
[1,2]. Ikan menunjukkan penurunan nafsu makan (pada gejala awal) [6]. Pada
pembedahan dapat teramati rongga abdomen yang terisi cairan bening hingga
kekuningan serta hemoragi pada otot dan berbagai organ seperti hati, ginjal,
dan limpa. Organ hati, ginjal, lambung, dan usus berwarna pucat pada stadium
lanjut penyakit [1,2]. Limpa juga dapat membesar dan menghitam [6]. Saluran
pencernaan juga terisi oleh sekret mukoid [1,2].
Perubahan patologi
Hati, limpa, ginjal, dan usus merupakan organ tempat
replikasi virus dalam 24-48 jam pasca infeksi. Virus juga dapat diisolasi dari
otak dalam 48 jam. Perubahan histopatologi ditandai dengan peningkatan sel
limfoid pada ginjal. Tubulusnya juga mengalami edema dan nekrosis. Kondisi ini
juga terjadi pada jaringan hematopoietik diantara tubulus. Hati mengalami
edema, nekrosis difus, dan hemoragi [1]. Gambaran ini terjadi pada individu
yang lebih tua [3]. Badan inklusi
intrasitoplasmik eosinofilik juga dapat teramati di hati [2]. Badan inklusi
juga dapat teramati pada limfosit (nukleus membesar dengan lingkaran berwarna
basofilik tipis dan menyebabkan sitoplasma lebih sedikit) pada ginjal posterior
dan jarnag pada limpa[3]. Acinar pankreas mengalami nekrosis [2]. Pada usus,
disamping hemoragi dan edema juga terjadi sloughing mukosa. Kongesti, edema,
dan terisinya makrofag disertai degenerasi eritrosit teramati di limpa.
Jaringan pada organ jantung mengalami nekrosis dan ototnya mengalami hemoragi
fokal [1]. Lambung mengalami nekrosis
pada kelenjarnya dan dapat meluas ke usus depan. Nekrosis pada mukosa usus
bersifat multifokal dan meluas ke submukosa. Agregasi mononuklear sel radang
terkadang teramati di dasar vili. Kongesti ekstensif lokal juga dapat teramati
di gastrointestinal [3]. Perubahan pada sistem syaraf meliputi vakuolasi pada
neuron dan edema pada serabut syaraf [8].
Gb. Histopatologi infeksi CCVD yang menunjukkan nekrosis intestitial ginjal dengan synctial
multinuklear (A) dan diduga adalah badan inklusi tercat eosinofilik (B) (pict by Hanson dan Khoo)
Gb. edema dan nekrosis pada jaringan hematopoietic ginjal (pict by Plumb dan Grizzle)
Patogenesis
Kerusakan ginjal
mengakibatkan keseimbangan cairan terganggu sehingga tampak secara klinis
berupa lesi ascites, pembesaran abdomen dan exopthalmia. Warna ascites
mengindikasikan merupakan transudat yang berasal dari pembuluh darah. Lesi di
saluran pencernaan dan hati juga menyebabkan ascites dan edema karena kurangnya
absorbsi dan sintesis protein sehingga tekanan onkotik plasma berkurang.
Pucatnya insang disebabkan kongesti dan hemoragi di berbagai organ. Nekrosis
ginjal proterior mempengaruhi hematopoiesis dan menyebabkan anemia[3].
Diagnosa banding
Penyakit CCVD ini menyerupai Aeromonas
salmonicida, penyebab Enteric Septicaemia of fish (ESC)[6]. Pembedanya
adalah lesi hole in the head yang
spesifik untuk ESC [8] dan infeksinya yang berlangsung pada suhu yang lebih
dingin (21-27oC) [9]. Beberapa channel catfish juga memiliki lesi hole in the head yang disebabkan oleh Edwardsiella tarda [8]. Disamping infeksi bakterial, parasit
monogenea Bulbophorus juga menjadi diagnosa banding dari CCVD [9]
Metode Diagnosa
Diagnosa CCVD secara klinis dapat diamati dari pola
kematian pada ikan muda dan gejala klinisnya serta perubahan patologi dan
histopatologinya [3]. Akan tetapi, pada kasus epidemik, infeksi CCVD kerap disertai
dengan infeksi bakteri sekunder seperti Aeromonas,
Flavobacterium, Edwardsiella yang dapat mengaburkan diagnosa utama [8]. Infeksi
CCV termasuk mudah didiagnosa menggunakan kultur sel, namun deteksi CCV pada
karier sangatlah sulit [2]. Virus dapat diinokulasikan pada brown bullhead cell
atau channel catfish ovary pada suhu 25-30oC pada suhu 7,2-7,4. Virus dapat
diisolasi dan dikonfirmasikan menggunakan serum neutralisasi [1]. Hal yang
perlu diperhatikan dalam mengisolasi adalah virus CCVD ini tidak dapat
diisolasi pasca outbreak dan virus ini relatif tidak stabil di lingkungan [8]. Deteksi
antibodi dapat digunakan untuk menskrining individu yang terinfeksi dan tidak
[2]. Metode PCR dan qPCR membantu mendeteksi infeksi laten IcHV1 pada jaringan
karier. Sebagai acuan, ginjal posterior merupakan organ paling direkomendasikan
untuk diagnosa CCVD. Pada ikan besar dengan infeksi laten, biopsi sirip caudal
cukup dapat dipercaya [3]. Melalui percobaan,
infeksi laten CCVD dapat didiagnosa menggunakan organ ginjal dan insang
[8].
Pencegahan dan
Pengendalian
Penyakit ini banyak menyerang pada ikan usia muda.
Oleh karenanya pengaturan benih dengan padat tebar sesuai dan memindahkan ikan
bila suhu mencapai >25oC sebaiknya dilakukan. Kolam dimonitor dan
diaerasi dengan kadar oksigen di atas 3mg/L. Klorida juga dijaga di atas
100mg/L untuk menurunkan toksistas nitrit. Pemasukan benih baiknya dilakukan
pada pagi hari ketika suhu turun [3]. Penurunan suhu air hingga 19oC
dapat menurunkan mortalitas, hanya jika dilakukan segera setelah infeksi, tidak
setelah muncul penyakit. Manipulasi cukup membantu, namun jarang dilakukan di
peternakan besar [7]. Bila terjadi kematian, benih harus disingkirkan serta
dilakukan disinfeksi. Vaksinasi benih bebas IcHV1 menjanjikan namun belum
diimplementasikan, masih harus dilakukan studi. Faktor pembatas dari vaksinasi
CCVD adalah usia serangan yang cukup muda sedangkan vaksin diberikan ketika
sistem imun sudah cukup dan berkembang. Sehingga biasanya vaksin diberikan pada
umur setelah 8 hari, ketika benih dimasukkan ke kolam tokolan [3]. Perbaikan
manajemen merupakan metode yang sebaiknya diterapkan untuk menurunkan insidensi
dan keparahan penyakit. Pengaturan aliran air, sirkulasi, dan pembuangan debris
sel telur serta sisa pakan secara reguler ditambah pemberian pakan yang
bernutrisi akan cukup membantu. Pada lokasi endemik CCVD, padat tebar diatur
dibawah 220.000 ekor/ha dan feeding rate dibawah 75kg/ha saat suhu cukup tinggi
[7]. Aplikasi imunostimulan sebagai metode pencegahan pada channel catfish
belum banyak dipelajari. Beberapa strain channel catfish lebih resisten
terhadap CCVD sehingga metode selective breeding dapat digunakan untuk
mengontrol outbreak. BIla terjadi outbreak, kontrol suhu dapat menurunkan
kematian. Air dari wadah terinfeksi tidak boleh digunakan di tempat lain. Kolam
didepopulasi, sterilisasi dengan pengeringan, pengapuran sebelum memulai
produksi kembali [3]. 20-50mg/l klorin dapat digunakan untuk memastikan virus
tereliminasi [8] Hama dan predator juga harus dibatasi. Ikan yang mati
sebaiknya ditimbun atau dibakar. Ikan yang mampu bertahan dari CCVD dapat
dipasarkan seperti biasa tanpa kendala namun ikan ini tidak diperbolehkan
menjadi indukan [3]. Stress dapat dikurangi dengan mencegah padat tebar terlalu
tinggi, oksigen dan nutrisi yang mencukupi, serta tidak menghandle ikan ketika
suhu tinggi [8].
Referensi
1. Plumb, J.A. 2003. 2.2.1
Channel Catfish Virus Disease. Blue book
2. Plumb, J.A dan
Hanson, L.A. 2011. Health Maintenance and Principal Microbial Diseases of
Cultured Fishes Third Edition. Black and Wiley: Iowa
3. Hanson, L.A dan Khoo,
L.H. 2017. Channel Catfish Viral Disease in Fish viruses and bacteria :
pathobiology and protection. CABInt
4. L.
Hanson, A. Doszpoly, S.J. van Beurden, P.H. de Oliveira Viadanna, T. Waltzek.
2016. Alloherpesvirus of Fish dalam Kibenge, F.S.B dan Godoy., M.G. Aquaculture
Virus. Academic Press: UK
5. Roberts, R.J (Ed). Fish
Pathology 4th Ed. Wiley-Blackwell: UK
6.
Australian Government Department of Agriculture, Fisheries and Forestry. 2012.
Aquatic Animal Diseases Significant to Australia: Identification Field Guide, 4Th
Edition, DAFF, Canberra.
7. Sano,
M., Nakai, T., Fijan, N. 5. 2011. Viral Diseases and Agents of Warmwater Fish
dalam Woo, P.T.K dan Bruno, D.W (Ed). Fish Diseases and
Disorders, Volume 3: Viral, Bacterial and Fungal Infections 2nd Edition. CABi:
UK
9. Raidal,
S., Garry Cross, Stan Fenwick, Philip Nicholls, Barbara Nowak, Kevin Ellard, Frances
Stephens. 1004. Aquatic Animal Health: Exotic Diseases Training Manual. Murdoch
Print: Australia
No comments:
Post a Comment