Klorin
merupakan bahan kimia yang biasa digunakan sebagai pembunuh kuman (disinfektan)
di perusahan-perusahan air minum. Klorin (Cl2) yang berwarna kuning kehijauan
memiliki bau menyengat. Pada budidaya, klorin banyak digunakan sebagai
disinfeksi peralatan maupun air. Perlakuan klorinasi disebut dengan kaporit [1].
Klorin pada budidaya memiliki aktifitas germisidal yang mampu membasmi bakteri,
virus, stadium tropozoit protozoa, kista serta spora Mycobacterium [2]
Cl2 +
H2O à
H2ClO3àCl2
+ H2O (Klorin)
Ketika
klorin ditambahkan ke air laut, maka akan tetap dalam bentuk bebas (HOCl atau
OCl-), dikominasikan dengan NH4+ dan bahan organic membentuk kloramin dan
komponen organoklorin [5]. Pada pH di atas 4, reaksi bergerak ke kanan, sedikit
Cl2 yang terbentuk. Asam hipoklorit terbentuk jika pH<6 [6]
Sifat Kimia
Klorin [1]
Klorin
tidak stabil di dalam air dan sangat beracun bagi ikan. Reaksi klorin dengan
air membentuk asam hipoklorit. Asam hipoklorit tersebut dapat merusak sel-sel
protein dan sistem enzim ikan. Tingkat keracunan klorin meningkat pada pH
rendah dan temperatur tinggi, karena pada pH rendah kadar asam hipoklorit akan
meningkat. Efek racun dari bahan tersebut dapat diperkecil bila residu klorin
dalam air dijaga tidak lebih dari 0.003 ppm. Klorin pada konsentrasi 0.2 - 0.3
ppm dapat membunuh ikan dengan cepat [1]
Senyawa klorin yang berbahaya bagi ikan
Studi
paparan berbagai bentuk senyawa klorin menunjukkan bahwa asam hipoklorit adalah
yang paling toksik diikuti dengan dikloramin. Monokloramin dan ion hipoklorit
kurang toksik disbanding senyawa yang sebelumnya [2]
Mekanisme toksikologi
Klorin
bersifat toksik dengan oksidasi ion Fe pada haemoglobin menjadi methemoglobin
sehingga darah tidak mampu membawa cukup oksigen dan berdampak pada kematian.
Klorin juga dipercaya menghambat enzim (methemoglobin reductase) yang
melindungi eritrosit dari kerusakan oksidan [6].
Gejala klinis
Ikan
yang keracunan klorin akan menunjukkan gejala bergerak kesana kemari dengan cepat,
gemetar dan warna menjadi pucat, lesu dan lemah. Klorin dan kloramin secara
langsung akan merusak insang sehingga dapat menimbulkan gejala hipoxia,
meningkatkan kerja insang dan ikan tampak terengah-engah dipermukaan [1]. Pada
ikan yang terpapar dosis subletal akan mengalami letargi dan gangguan
pernafasan. Ikan lebih cenderung berada di permukaan sehingga mudah dipredasi
oleh ikan lain atau burung [2]. Ikan
kehilangan reflex dan memucat [4]
Patologi
Pada
insang ikan rainbow trout, klorin sebanyak 0,4-0,5mg/L menyebabkan hyperplasia
dan hipertrofi disertai sekresu mucus berlebih. Pola bernafas menjadi
bradycardia dan hiperventilasi [2]. Kongesti pada lamella primer dan sekunder insang
teramati [4].
Patologi Klinik
Pemeriksaan
darah mengindikasikan penurunan berat badan, eritrosit, leukosit, haemoglobin,
dan PCV [4].
Dosis
Klorin
pada berbagai ikan memiliki kadar toksik antara 0,045-0,278 mg/L Total Residue
Chlorine (TRC) (LC50) [2]. Pada ikan rainbow trout LC50 dengan kadar 0,023 mg/l
diperoleh pada 96 jam. Dosis TRC yang direkomendasikan untuk ikan air tawar
adalah tidak melebihi 0,2mg/L selama 2 jam/hari untuk spesies yang resisten
atau 0,04mg/L selama 2 jam/hari untuk ikan trout dan salmon [2]. Pada ikan koi,
dosis letal LC50 selama 96 jam adalah 2,4425mg/L dan untuk ikan swordtail
adalah 1,375mg/L [4]. Untuk disinfeksi pada ikan zebra, paling aman pada dosis
100ppm pH 8-9 selama 10 menit untuk embrio yang berusia 6 jam pasca
fertifilisasi (hpf) dan 5 menit untuk yang berusia 24hpf [3].
Faktor yang berpengaruh terhadap letalitas
ikan
Total
waktu paparan ikan terhadap klorin (frekuensi dan durasi) mempengaruhi
letalitas pada ikan. Ikan yang dipapar waktu singkat lebih toleran dibandingkan
yang terus menerus [2]. Pada ikan laut, factor lingkungan yang berpengaruh
terhadap toksisitas klorin antara lain suhu, waktu paparan, dan bentuk klorin
[5].
Spesies rentan
Ikan
salmon dan shiner kurang toleran terhadap klorin [2]. Embrio ikan zebra yang
berumur 6 jam pasca fertilisasi (hpf) lebih resisten dibandingkan yang berusia
24 jam [3]
Penanganan
Keracunan
klorin dapat diatasi dengan melakukan deklorinasi sebelum air digunakan. Aerasi
secara intensif akan menghilangkan pengaruh klorin. Air yang diendapkan selama
semalam. Dengan demikian maka gas klorin akan terbebas ke udara. Bahan
antiklorin dapat digunakan. Kloramin relatif lebih sulit diatasi hanya oleh
natrium tiosulfat saja dibandingkan dengan klorin, karena maskipun gas
klorinnya dapat diikat dengan baik, tetapi akan menghasilkan amonia. Air hasil deklorinasi
sebaiknya dialirkan melalui instalasi yang mengandung zeolite. Bagi ikan yang
terkena racun klorin sebaiknya dipindahkan ke wadah lain [1]
Referensi
1. Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan. Paket Keahlian Budidaya Kekerangan: Kesehatan Biota Air.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
2. Salmon & Trout Conservation. The
impact of chlorine and chlorinated compounds in freshwater systems. Literature
Review.
3 Kent, M.L., Buchner, C., Barton,
C., Tanguay, R.L. 2014. Toxicity of chlorine to zebrafish embryos. Disease of
Aquatic Organisms vol 107: 235-240
4. El-Bouhy, Z. M.; Saleh, G. A.;
El-Nobi, G. Ahmed, Reda, R. M. 2006. Study on The Effect of Chlorine on Health
and Growth of Some Ornamental Fishes. Zag. Vet. J. (ISSN. 1110-1458) Vol. 34,
No. 2 (2006) PP.164-172
5. Capuzzo, J.M., Davidson, J.A.,
Lawrence, S.A., Libni, M. 1977. The Differential Effects of Free and
Combined Chlorine on Juvenile Marine
Fish
6. Ashley, K.I. 1989. The Use Of
Chlorine As A Possible Fish Toxicant. Fisheries project Report no RD.20
No comments:
Post a Comment