Nama
lain: -
Etiologi/
penyebab:
Bahan toksik bernama Aflatoxin yang
diproduksi oleh jamur Aspergillus flavus dan
A. parasiticus [1]. Disamping dua
spesies ini, strain lain A. nomius, A.
tamari, dan A. pseudotamarii mampu memproduksi afalroxin [2]. Terdapat 4
macam aflatoxin utama AFB1, AFB2, AFG1, dan AFG2 yang secara langsung mencemari
biji-biji dan produk akhir pakan termasuk pellet [1]. Aflatoxin kebanyakan
mencemari bahan pangan seperti biji kapas, tepung kacang tanah, jagung, gandum,
bunga matahari, kedelai, tepung ikan dan bahan pelengkap pangan [1]
Hospes
Semua
jenis ikan seperti salmon, rainbow trout, channel catfish, nila, guppy, carp,
dan udang windu [1]
Stadium
rentan
Benih lebih rentan daripada dewasa [1]
Spesies
rentan:
nila dan rainbowtrout rentan terhadap AFB1
sedangkan channel catfish tidak.
Epizootiologi:
Aflatoxin
pertama kali dikarakterisasi pada tahun 1962 dari suatu kasus pada peternakan
kalkun di Inggris [2]. Pada ikan kasus aflatoxicosis pertama kali terjadi pada
tahun 1960an pada hatcheri rainbow trout. Aflatoxicosis dapat mengakibatkan
kematian mencapai 60% pada sistem produksi [1]. Aflatoxin tersebar luas di
dunia. Jamur Aspergillus mampu tumbuh di berbagai substrat dan kondisi
lingkungan [2]
Faktor
pendukung
Tingginya kadar aflatoxin dapat dipengaruhi
oleh kondisi penyimpanan pakan, penggunaan tumbuhan sebagai sumber protein, dan
suhu area tropis yang terlalu tinggi. Suhu di atas 27oC dengan kelembaban
>62% dan tingkat kelembaban pakan >14% saat penyimpanan dapat
meningkatkan produksi aflatoksin[1]. Faktor lain yang berpengaruh terhadap
produksi aflatoxin afalah pH, atmosfir (kondisi oksigen), kompetisi microbial,
mekanisme kerusakan biji-bijian, variasi dan spesifikasi strain [2].
Tanda
pakan terkontaminasi aflatoxin
Pakan tercemar aflatoxin mengalami perubahan
warna, bentuknya menggumpal, dan berbau apek. Pakan yang lama disimpan patut
dicurigai tercemar oleh jamur. Kadangkala terlihat warna biru /abu-abu pada
pakan. Pakan semacam ini mudah hancur
atau lembek dan tampak seperti ‘berembun/berair’ [1]
Gejala
Klinis pada ikan
Pada
kasus aflatoxicosis pertama, ikan rainbow trout menunjukkan gejala munculnya
tumor hati dan 85% kematian. Ikan dengan aflatoxicosis dapat mengalami
perlambatan pertumbuhan dan berkurangnya nafsu makan, abnormalitas jaringan
atau lesi pada hati. Insang memucat, busuk sirip dan ekor, kehilangan opasitas
mata sehingga muncul katarak dan kebutaan, pembekuan darah terganggu, anemia
[1]. Ikan juga mengalami abnormalitas berenang [4]Keparahan penyakit bergantung
pada usia dan spesies ikan[1]. Kasus aflatoxicosis akut sangat jarang
ditemukan, sedangkan kasus kronis paling sering ditemukan dan bersifat serius.
Kasus akut hanya dapat terjadi jika paparan dalam jumlah besar. Paparan akut
mengakibatkan penurunan kesehatan, fertilitas, kehilangan produktifitasm
penurunan berat badan, dan penurunan sistem imun [2].
Dampak
aflatoxin dalam pakan
Aflatoxin sejumlah 200ppb menyebabkan
penurunan nafsu makan dan pertumbuhan. Pada kadar 1000-5000ppb dapat
mengakibatkan kematian. Toksin ini berdampak tidak langsung terhadap kesehatan
ikan. Aflatoxin merusak vitamin C dan thiamin dalam pakan, menekan sistem imun
sehingga ikan rentan terhadap patogen [1]
Perubahan
patologi
Pada
ikan, perubahan patologis akibat aflatoxicosis sama dengan pada manusia dimana
bersifat genotoksik, tumorigenic, teratogenic, berdampak hormonal dan
neurotoksik [2]. Pada ikan nila, studi pemberian AFB1 menyebabkan pembentukan
kanker, penurunan berat badan, dan jumlah sel darah merah [2]. Aflatoxin
sejumlah 0,01 ppb dapat memicu munculnya tumor atau neoplastic pada rainbow
trout dalam waktu singkat. Aflatoxicosis akut dapat menimbulkan nekrosis
hepatic fokal, oedema insang, dan sindrom hemoragi. Lesi juga dapat melibatkan jaringan
vaskuler dan empedu. Lesi histopatologi awal yang paling menciri pada
aflatoxicosis adalah invasive malignant trabecular hepatocarcinoma. Lesi ini
tercat gelap. Ketika berkembang, lesi menjadi rapuh lalu muncul kematian yang
disebabkan oleh hemoragi yang diikuti dengan nekrosis infark pada bagian tengah
bertumbuhnya tumor atau rupture traumatic. Tumor juga dapat metastasis hingga
ke limpa, ginjal, dan insang. Pada ikan nila, toksin ini berkaitan erat dengan
neoplasma pada ginjal, lymphoma, dan hepatoma. Dalam jumlah kecil aflatoxin
tidak menimbulkan perubahan patologi, hanya saja terjadi perubahan pertumbuhan,
kadar hemoglobin, dan jumlah eritrosit[3]. Hati yang terpapar sendiri secara
makroskopis mengalami pembengkakan dan berwarna kuning [4].
Patologi klinik
Aflatoxicosis
menimbulkan kerusakan pada organ hati. Secara patologi klinik, kerusakan
diindikasikan dengan peningkatan enzim AST (Aspartate Aminotransferase) pada
hati, otot jantung, dan ginjal. Enzim lain yang menunjukkan peningkatan
berkaitan dengan aflatoxicosis adalah ALT (Alanine aminotransferase) [5]
Metode
Diagnosa
Keberadaan aflatoxin dapat diketahui dengan melakukan
ujilaboratorium dengan ELISA [1], HPLC, spektrpofluorometri, spektrofotometeri
[2]. Perubahan pada ikan akibat aflatoxicosis dapat diamati melalui
histopatologi [4].
Pencegahan
dan Pengendalian
Produksi aflatoksin dalam pakan dapat dicegah dengan melakukan
prosesing pakan yang higienis serta mempertahankan suhu lingkungan yang
optimal. Sangat disarankan untuk menggunakan inhibitor jamur dan kuprisulfat.
Penambahan aditif silase seperti ammonia, asam propionate, kultur microbial,
atau enzim silase dapat mencegah mikotoksin sebab menurunkan pertumbuhan jamur.
Wadah-wadah pakan dibersihkan secara reguler dan melakukan pengaturan kelembaban
pakan [1]. Pengecekan kadar aflatoxin
dapat dilakukan jika dicurigai terdapat indikasi [4]
Kesehatan manusia
AFB1
tidak hanya berbahaya bagi hewan tapi juga manusia [1]
Referensi
- Sotolu, A.O., Sule, S.O., Oshinowo, J.A, Ogara I. M. 2014. Implication of Aflatoxin In Fish Feeds and Management Strategies For Sustainable Aquaculture. PAT June, 2014; 10 (1): 38-52 ISSN: 0794-5213
- Dirican, S. 2015. A Review Of Effects Of Aflatoxins In Aquaculture. Applied Research Journal Vol.1, Issue, 4, pp.192-196, June, 2015
- Roberts, R.J (Ed). Fish Pathology 4th Ed. Wiley-Blackwell: UK
- Lio-Po. G.D. dan Inui, Y. 2014. Health Management in Aquaculture Second Edition. Southeast Asian Fisheries Development Center, Aquaculture Department
- Goncalves, R. 2017. The Main Threats of Aflatoxins in Pangasius catfish production.aquafeed.com
No comments:
Post a Comment