Nama lain
penyakit udang lumut, udang bersepatu, penyakit penempel [3] gill disease, filamentous gill disease, bacterial gill disease, fouled gills, black gills, brown gills, protozoan fouling [8]
Deskripsi
Dapat didefinisikan sebagai suatu penyakit dimana tampilan udang tidak menarik karena berlumut dan insang yang berwarna hitam [3]
Dapat didefinisikan sebagai suatu penyakit dimana tampilan udang tidak menarik karena berlumut dan insang yang berwarna hitam [3]
Hospes
udang vaname, udang windu, udang putih jenis P. japonicus [1]
Etiologi/ penyebab
Penyebab utamanya adalah organisme epibiont atau epikomensal golongan alga dan protozoa [3] seperti Alga hijau biru yang berfilamen dan protozoa Zoothamnium penaei, Epistylis sp., Vorticella sp., Acineta sp. Disamping itu fouling disease dapat disebabkan oleh bakteri berfilamen (Leucothrix mucor dan/ genus lainnya) dan bakteri batang (beberapa genus gram negatif) [4].
Penyebab utamanya adalah organisme epibiont atau epikomensal golongan alga dan protozoa [3] seperti Alga hijau biru yang berfilamen dan protozoa Zoothamnium penaei, Epistylis sp., Vorticella sp., Acineta sp. Disamping itu fouling disease dapat disebabkan oleh bakteri berfilamen (Leucothrix mucor dan/ genus lainnya) dan bakteri batang (beberapa genus gram negatif) [4].
Bakteri
|
LLO (Leucothrix
like organisms) - Leucothrix mucor, Thiotrixx spp.,
SLF (Small little filaments) – Flavobacterium
sp
Flexibacter spp., Cytophaga sp., Vibrio spp., Flavobacterium
spp
Spirochaeta, dll
|
Alga hijau biru
|
Spirulina subsalsa, Schizothix calcicole, Schizothrix spp, Calothrix
crustacea, Lyngbya spp, Microcystis
like spp
|
Diatom
|
Amphipora spp, Nitzschia
sp, Navicula spp
|
Alga hijau
|
Enteromorpha sp, dll
|
Ciliata
|
Peritrichs: Zoothamnium spp, Epistylis
sp., Vorticella spp
Loricate ciliates: Lagenophyrs spp., Cothurnia spp
Apostome ciliates: Ascophyrs spp
|
Suctorian
|
Acineta spp., Ephelota
spp
|
Flagellata
|
Bodo sp
|
Sumber: Lightner (2012, 1996)
Spesies rentan
Penyakit ini biasanya menyerang pada udang yang gagal moulting dan memiliki pertumbuhan yang terhambat.[3]. Seluruh stadium udang rentan dengan fouling disease. Kelompok bakteri batang paling sering menyerang pada larva. Sedangkan bakteri berfilamen dan protozoa mendominasi juvenile hingga udang dewasa [4]. Dan semua penaeid dapat terserang fouling disease [7]
Penyakit ini biasanya menyerang pada udang yang gagal moulting dan memiliki pertumbuhan yang terhambat.[3]. Seluruh stadium udang rentan dengan fouling disease. Kelompok bakteri batang paling sering menyerang pada larva. Sedangkan bakteri berfilamen dan protozoa mendominasi juvenile hingga udang dewasa [4]. Dan semua penaeid dapat terserang fouling disease [7]
Stadium rentan
Semua stadium udang [7]
Semua stadium udang [7]
Epizootiologi
Fouling disease adalah penyakit komensal yang dapat menyerang berbagai udang penaeid. Namun demikian setiap wilayah memilik strain tertentu sehingga hal ini harus mendapatkan perhatian lebih terutama pada importasi dan perkarantinaan [8]. Fouling disease ini dapat ditularkan secara horizontal [5]. Beberapa spesies bakteri merupakan flora normal. Leucothrix mucor merupakan organisme normal di laut. Jumlah sedikit yang menempal pada udang tidak akan menimbulkan gangguan [2]
Fouling disease adalah penyakit komensal yang dapat menyerang berbagai udang penaeid. Namun demikian setiap wilayah memilik strain tertentu sehingga hal ini harus mendapatkan perhatian lebih terutama pada importasi dan perkarantinaan [8]. Fouling disease ini dapat ditularkan secara horizontal [5]. Beberapa spesies bakteri merupakan flora normal. Leucothrix mucor merupakan organisme normal di laut. Jumlah sedikit yang menempal pada udang tidak akan menimbulkan gangguan [2]
Faktor pendukung
Penyakit ini terjadi ketika terdapat peningkatan populasi berupa peningkatan bahan organic dan peningkatan detritus melayang dalam air[1].
Penyakit ini terjadi ketika terdapat peningkatan populasi berupa peningkatan bahan organic dan peningkatan detritus melayang dalam air[1].
Gejala Klinis
Udang yang terserang terlihat diselimuti Zoothamnium.sp yang berwarna hijau lumut atau keputihan. Insang berwarna kemerahan atau kecoklatan. Udang menjadi lemah dan sulit bernafas, nafsu makan menurun sehingga mengakibatkan kematian. Pada jaringan terdapat nekrosa serta menyebabkan warna tubuh menjadi buram [1]. Proses ganti kulit terhambat dan timbul peradangan pada kulit [2]. Pada udang dengan fouling disease, terjadi gangguan fungsi pernafasan, makan, dan pergerakan [4]. Infestasi ringan tidak mengganggu udang [5]. Filamen insang paling sering terserang untuk juvenile dan udang dewasa. Secara tampilan udang dapat tampak normal namun dapat mati seketika bila dilakukan handling atau terjadi oksigen rendah. Pada larva, fouling disease lebih banyak menyerang kaki, mata, dan bagian mulut sehingga mengganggu pergerakan dan makan. Akibatnya adalah udang tidak mau makan dan terjadi penurunan pertumbuhan [4]. Udang yang terinfestasi berat akan berada di permukaan/ tepian dan menunjukkan gejala letargi dan kehilangan opasitas [5]. Gejala klinis pada fouling disease dapat dikelompokkan menjadi:
Udang yang terserang terlihat diselimuti Zoothamnium.sp yang berwarna hijau lumut atau keputihan. Insang berwarna kemerahan atau kecoklatan. Udang menjadi lemah dan sulit bernafas, nafsu makan menurun sehingga mengakibatkan kematian. Pada jaringan terdapat nekrosa serta menyebabkan warna tubuh menjadi buram [1]. Proses ganti kulit terhambat dan timbul peradangan pada kulit [2]. Pada udang dengan fouling disease, terjadi gangguan fungsi pernafasan, makan, dan pergerakan [4]. Infestasi ringan tidak mengganggu udang [5]. Filamen insang paling sering terserang untuk juvenile dan udang dewasa. Secara tampilan udang dapat tampak normal namun dapat mati seketika bila dilakukan handling atau terjadi oksigen rendah. Pada larva, fouling disease lebih banyak menyerang kaki, mata, dan bagian mulut sehingga mengganggu pergerakan dan makan. Akibatnya adalah udang tidak mau makan dan terjadi penurunan pertumbuhan [4]. Udang yang terinfestasi berat akan berada di permukaan/ tepian dan menunjukkan gejala letargi dan kehilangan opasitas [5]. Gejala klinis pada fouling disease dapat dikelompokkan menjadi:
Low-grade (G1-2)
|
Tidak ada epibiont
|
High grade (G3-4)
|
Peningkatan mortalitas diikuti stress, pelambatan
pertumbuhan, perubahan warna insang dan/ appendage
|
Sumber: Lighter (2012)
Berdasarkan perubahan warna insang, gejala kllinis udang pada fouling disease dibagi menjadi:
Insang hitam/coklat
|
Perubahan warna dapat berasal dari detritus
atau material eksternal yang terjebak oleh fouling organism dalam insang atau
kaki
|
Hijau/ coklat kehijauan
|
Berasal dari kolonisasi alga
|
Kapas “fuzzy” atau “fungus”
|
Berasal dari fouling organisms dalam jumlah
banyak
|
Perubahan patologi
Kebanyakan fouling protozoa bersifat non infasif dan tidak menyebabkan kerusakan struktur internal. Beberapa ciliate yang tidak dapat teridentifikasi dapat menyebabkan nekrosis dan peradangan pada insang. Fouling organism ini tidak patogenik selama menempel di kutikula dan tidak masuk ke dalam jaringan [7]. Beberapa epikomensal dapat mengeluarkan toksin sehingga dapat memperparah kerusakan jaringan [8]
Low-grade (G1-2)
|
Beberapa epibiont teramati dengan wet mount
dan histologi
|
High grade (G3-4)
|
Kolonisasi parah pada insang dan/ appendage,
nekrosis, peradangan, dan melanisasi
|
Sumber: Lighter (2012)
Diagnosa
Diagnosa dapat dilakukan secara visual terhadap tingkah laku dan gejala klinis. Pengamatan mikroskopis dengan preparat ulas dari organ kulit, sirip, insang [2] baik pada juvenile maupun udang dewasa. Pada larva wet mout dilakukan disertai menurunkan cahaya atau mikroskop phase [8]. Pada udang yang dibudidayakan dengan system super intensif, pemeriksaan secara reguler harus dilakukan [4]. Secara histopatologi fouling organism dapat teramati tercat asidofilik dengan nucleus berbentuk U biru, akan tetapi karena ukurannya kecil sangat jarang terlihat secara utuh Keberadaan fouling organism dapat menjadi suatu indicator kualitas air dan status kesehatan dari udang [7]. Lightner (1996) membagi tingkatan kesehatan udang berdasarkan keberadaan fouling organism sebagai berikut:
Tingkat Keparahan
|
Perubahan klinis/ histopatologi
|
0
|
Tidak ada gejala infeksi oleh pathogen,
parasite, atau keberadaan epikomensal
|
1
|
Pathogen, parasite, atau epikomensal ada,
namun jumlahnya sangat sedikit
|
2
|
Pathogen, parasite, atau epikomensal ada,
namun jumlahnya sedikit – moderat
|
3
|
Pathogen, parasite, atau epikomensal ada,
namun jumlahnya moderat
|
4
|
Pathogen, parasite, atau epikomensal ada,
namun jumlahnya banyak
|
sumber: [8]
Pencegahan dan Pengendalian
Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan pengelolaan media budidaya dengan baik [1]. Disinfeksi petakan, perbaikan kualitas air, pemberian imunostimulan, stimulasi molting. Pengendalian fouling disease dilakukan dengan meningkatkan dan mengganti air, memperbaiki sirkulasi air dalam tambak, menurunkan kepadatan, biomassa atau bahan organic, serta menyediakan nutrisi yang seimbang. Probiotik dapat digunakan, pemupukan dapat ditujukan untuk menjaga dari blooming fiotplankton. Pada hatcheri dapat digunakan 10ppm neomycine dengan perendaman 24 jam. Pada kolam pembesaran dapat diberikan formaline 50-100ppm selama 1 jam atau formalin 15-20ppm selama 5-10 hari atau cuprisulfat 0,2-0,5ppm selama 4 jam. Chloramin T (1ppm dalam tank atau direndam) [4,5,6]
Referensi1. Amri, K. dan Iskandar Kanna. 2008. Budidaya Udang Vaname: Secara Intensif, Semi Intensif, dan Tradisional. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
2. Maskur, Mukti Sri Hastuti, Taukhid, Angela Mariana Lusiastuti, M. Nurzain, Dewi Retno Murdati, Andi Rahman, Trinita Debataraja Simamora. 2012. Buku Saku Pengendalian Penyakit Ikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
3. Herlina, N. 2009. Pengendalian Hama Dan Penyakit Pada Pembesaran Udang. Departemen Pendidikan Nasional
4. Brock, J.A. dan Main, K.L. 1994. A Guide to The Common Problems and Diseases of Cultured Penaeus vannamei. The Oceanic Institute: Honolulu
5 CIBA. 2000. Shrimp Diseases: Symptoms, Causes, Diagnosis, Prevention and Contro, CIBA Extension Series No.19 (2000)
6 The University of Arizona. 2012. Fouling disease. Pathology Short Course
7 Alaya de Graindrage, V. dan Flegel, T.W. 1999. Diagnosis of shrimp diseases, with emphasis on the black tiger shrimp (Penaeus monodon). FAO: Roma
8 Lightner, D.V (Ed). 1996. A Handbook of Shrimp Pathlogy and Diagnostic Procedures For Diseases of Cultured Penaeid Shrimp. The World Aquaculture Society
2. Maskur, Mukti Sri Hastuti, Taukhid, Angela Mariana Lusiastuti, M. Nurzain, Dewi Retno Murdati, Andi Rahman, Trinita Debataraja Simamora. 2012. Buku Saku Pengendalian Penyakit Ikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
3. Herlina, N. 2009. Pengendalian Hama Dan Penyakit Pada Pembesaran Udang. Departemen Pendidikan Nasional
4. Brock, J.A. dan Main, K.L. 1994. A Guide to The Common Problems and Diseases of Cultured Penaeus vannamei. The Oceanic Institute: Honolulu
5 CIBA. 2000. Shrimp Diseases: Symptoms, Causes, Diagnosis, Prevention and Contro, CIBA Extension Series No.19 (2000)
6 The University of Arizona. 2012. Fouling disease. Pathology Short Course
7 Alaya de Graindrage, V. dan Flegel, T.W. 1999. Diagnosis of shrimp diseases, with emphasis on the black tiger shrimp (Penaeus monodon). FAO: Roma
8 Lightner, D.V (Ed). 1996. A Handbook of Shrimp Pathlogy and Diagnostic Procedures For Diseases of Cultured Penaeid Shrimp. The World Aquaculture Society
No comments:
Post a Comment