Nama lain: Fish louse, Fish Lice, Brachiuran Fish Louse Disease [1], kutu ikan, Argulosis [4]
Etiologi/ penyebab:
Argulus. Ada sekitar 120 spesies [1].
Spesies yang penting pada air tawar adalah A.
foliaceusi dan A. japonicus. A. japonicus kerap ditemukan pada ikan
koi dan ikan mas koki [3]. Keberadaan
spesies tertentu dapat bersifat terbatas, hanya di lokasi tertentu saja.
Termasuk parasite oportunis. Dewasa berukuran cukup besar dan mudah dikenali. Juvenil
berukuran 1-3mm. [1]. Ukuran maksimalnya kurang dari 1cm. Parasit ini berbentuk
oval, pipih dorsoventral, memiliki titik mata pada karapasnya [3]. Tubuhnya
terbagi menjadi kepala (karapas), thorax, dan abdomen. Throax memiliki 4 segmen
dan abdomen berfusi seluruhnya. Kaki-kaki di karapas termodifikasi menjadi
bagian mulut dan sucker. Di bagian thorac juga terdapat 4 pasang kaki yang
belum termodifikasi. Sucker terdapat di sisi bawah (permukaan dorsal) depan karapas. Stylet (sting) – serupa
proboscis berukuran panjang terdapat di depan mulut di antara antenna. Abdomen
tidak memiliki kaki dan bagian ujungnya berupa ekor yang terbagi dua [9]
Gb. anatomi Argulus tampak ventral (pict credit to https://i.pinimg.com) |
Hospes
Ikan air tawar, laut [1],
dan payau [2]. Sebagian besar ditemukan
pada ikan mas koki dan ikan mas. Terdapat juga laporan pada channel catfish,
nila, barb, dan ikan lainnya [11]
Stadium rentan
Larva dan juvenile. Tidak berdampak pada ikan berukuran lebih besar namun
berpotensi sebagai karier penyakit lain [14]
Epizootiologi:
Infeksi Argulus bersifat
cosmopolitan. Sumber asal penyebaran parasite ini di seluruh dunia tidaklah
jelas. Ada kemunginan parasite berasal dari Asia pada ikan mas koki, namun hal
ini tak pernah jelas [11]. Infeksi Argulus jarang menimbulkan dampak serius.
Dampak yang parah dapat terjadi terutama akibat infeksi sekunder [7]
Siklus Hidup:
Langsung [3]. Betina meninggalkan hospes dan meletakkan telur pada substrat
yang tersembunyi [1]. Argulus betina menghasilkan 50-250 butir telur [22]. Telur
akan menetas menjadi larva dalam 48-72 jam. Larva harus mendapatkan inang dalam
kurun waktu 48-96 jam, selebihnya larva akan mati. Larva bersifat fototaksis
dan berkembang cepat dengan cahaya. Larva berkembang menjadi fase copepodid dan
mengalami molting beberapa kali baru kemudian menjadi subadult lalu dewasa [1].
Juvenil yang berenang bebas harus menemukan hospes dalam 2-3 hari dan
berkembang menjadi dewasa setelah 30-35 hari setelah melekat pada hospesnya
[9]. Pada inangnya Argulus akan memakan darah dan cairan tubuh. Setelah kenyang
ia akan melepaskan diri dan kembali ke inang bila lapar. Argulus dewasa dapat
hidup tanpa inang selama hari [22]. Semua stadium baik jantan maupun betina
bersifat parasitik [16]. Parasit dewasa dapat bertahan tanpa hospes selama
beberapa hari. Kecepatan siklus bergantung pada spesies dan suhu, puncaknya
pada musim panas dan gugur. Lamanya siklus sekitar 30 hari atau lebih. Telur
hingga juvenile membutuhkan waktu 10-50 hari [6]
Faktor pendukung
Kepadatan, kadar DO yang rendah, dan arus lambat akan meningkatkan
perkembangan dan patogenesitas penyakit [1]
Gejala Klinis
Penyakit argulosis
ditandai dengan gejala klinis berupa perubahan perilaku ikan yang kerap
menggosokkan tubuhnya ke benda-benda keras. Infeksi berat menyebabkan ikan melompat
tiba-tiba hinggga menjadi letargi dan bersembunyi di sisi dan dasar kolam. Ikan
juga dapat mengalami kehilangan keseimbangan pada kasus berat. Parasit Argulus
berukuran besar sehingga dapat tampak secara kasat mata [1]. Parasit ini dapat
ditemukan di belakang sirip, sekitar kepala, mulut, dan operculum. Luka yang
ditimbulkan pada tubuh dapat menjadi nekrosis dan ulcer yang rentan terhadap
infeksi bakteri dan jamur. Fase copepodid menimbulkan dampak berupa mucus
berlebih pada kulit, sirip, dan insang [1]. Infeksi berat mengakibatkan
kerusakan pada kulit yang dapat memicu mortalitas yang tinggi, bahkan sedikit
parasite saja dapat menimbulkan kematian pada larva ikan [7].
Gb. Argulus pada tubuh ikan (panah) (pict credit to Wildgoose., 2011) |
Perubahan patologi
Parasite ini
menyuntikkan toksin sitolitik lalu memakan darah yang timbul akibat adanya
luka. Bagian yang digigit akan menjadi eritemia dan hemoragi. Gigitan parasite
secara bersamaan di lokasi yang berdekatan dapat menimbulkan edema dan
pembengkakan jaringan setempat [1]. Epitel mengalami proliferasi dan peradangan.
Pembuluh darah mengalami kongesti. Hemoragi diserta infiltrasi (dominan oleh
limfosit dan eosinophil) juga terjadi. Pada kulit terjadi penurunan jumlah sel
mucus, degenerasi dan disintegrasi lapisan epitel, terganggunya membrana
basalis, hingga berubahnya lapisan kolagen dari dermis [10, 18]. Pada studi
lain, perubahan histopatologi akibat infeksi A. foliaceus tidak menunjukkan perubahan jumlah sel mucus dan
proliferasi sel [18].
Parasit ini mungkin
dapat menjadi vector dari virus Spring
Viremia of Carp (SVC), bakteri, nematoda (anggota famili
Anguillicolidae, Skrjabillanidae, dan Dracunculoidea) protozoa [2, 3]. Pada studi yang dilakukan
oleh Yusuf (2009) menemukan bahwa pada luka akibat gigitan Argulus pada ikan
maskoki terdapat bakteri Aeromonas
hydrophila, Pseudomonas fluorescent, dan Flexibacter columnaris. [15]
Diagnosa banding
Argulus dapat dibedakan
dari copepoda lainnya dengan keberadaan dua sucker pada maxilla dan mulut yang
serupa proboscis [3]. Dibedakan dari Caligus oleh sucker dan mata kompond yang
besar [6]
Patogenesis
Argulus akan memasukkan
stylet (pre oral sting) ke dalam hospes, lalu menghisap cairan dengan mulut
yang serupa proboscis. Ikan kemudian mengalami perubahan cara berenang dan
perilaku akibat iritasi yang disebabkan oleh stylet. Bersamaan ketika stylet
masuk ke dalam kulit, enzim toksik akan diinjeksikan. Kait dan spina kaki
menyebabkan kerusakan mekanik. Iritasi mengakibatkan hemoragi fokal dan
hiperpigmentasi. Ikan kemudian menjadi anemia. Satu-dua parasite tidak
menimbulkan gejala klinis pada ikan besar, namun parasite ini memiliki tingkat
reproduksi yang tinggi yang dapat mengakibatkan perluasan infestasi [6]
Patofisiologi
Ikan yang
terinfeksi akan melemah dan menunjukkan gejala klinis berupa penurunan nafsu
makan, anoreksia, dan pertumbuhan yang terhambat. Parameter hematologi juga
mengalami perubahan diantaranya peningkatan jumlah monosit dan granulosit yang
mengindikasikan respon system imun. Infestasi jangka Panjang mengakibatkan
penurunan jumlah haemoglobin, hematokrit, eritrosit, dan leukosit. Pada A. foliaceus terdapat peningkatan
ekspresi interleukin-1 dan tumour necrosis factor alpha genes. Osmoregulasi
bahkan dilaporkan terganggu pada killifish. Pada histopatologi perubahan
menciri adalah hyperplasia/ hipertrofi area luka serta kerusakan stratum
compactum. Infestasi Argulus juga dapat menginduksi stress jika infeksi dalam
jumlah besar [7]
Metode Diagnosa
Diagnosa presumtif dilakukan dengan mengidentifikasi parasite dan
pengamatan gejala klinis. Parasit ini berukuran cukup besar sehingga mudah
diamati. Morfologinya sangat spesifik dan berbeda dibandingkan parasite
krustasea lainnya. Perbedaan dengan spesies lain ada di sucker maxilla dan
dorsal shield. Antara subadult dan dewasa dapat dibedakan dari struktur dan
posisi area respirasi, jumlah dan bentuk sclerite penyokong sucker maxilla,
dan basal plate maxilla kedua. Parasit
ini dapat diawetkan dalam buffer formalin 10% selama 2-3 hari lalu dipindah ke
etanol 70% [1] atau gunakan 40% isopropanol. Tidak perlu dilakukan pewarnaan
[11]
Pencegahan dan Pengendalian
Penanganan parasit ini
harus menyasar semua stadium kehidupan mulai dari telur, juvenile, dan dewasa
baik pada ikan maupun lingkungan [17]. Argulus dapat diambil secara langsung
dari tubuh ikan, namun hal ini tidak efektif [3]. Terdapat bahan-bahan yang
dapat digunakan untuk penanganan Argulus. Akan tetapi bahan-bahan tersebut
sangat terbatas atau bahkan dilarang penggunaannya di negara-negara tertentu
sebab dianggap cukup berbahaya.
Penanganan dengan
organofosfat, formalin, atau potassium permanganate akan mengeradikasi semua
stadium dewasa. Stadium juvenile dapat ditangani dengan perendaman air laut 2%.
Siklus juga dapat dipotong dengan pengosongan dan pengeringan selama beberapa
hari. Penghambat kitin seperti diflubenzuron dilaporkan efektif menghambat
perkembangan larva parasite [3]. Dosis sebanyak 10mg/kg berat badan ikan atau
15mg/l dalam air efektif mengontrol infeksi Argulus [7]. Diflubenzuron juga
dapat digunakanpada dosis 0,1mg/L dan diulang pada hari ke 14 dan 30 [8]. Bahan
lain serupa diflubenzuron adalah lufenuron. Bahan ini dapat digunakan dengan
dois 0,13mg/L dan cukup efektif. Lufenuron tablet (409,8mg) yang dilarutkan
dalam 3785lt (1 galon) air atau
konsentrasi 0,1 mg/L terbukti efektif membasmi Argulus dengan perlakuan
1 kali seminggu selama 5 minggu. Tetapi lufenuron memiliki keberbahayaan yang
harus diperhatikan dimana dosis letalnya adalah 73mg/l untuk rainbow trout,
lebih dari 63mg/L untuk koi, > 29mg/L untuk bluegill sunfish, >45mg/L
untuk catfish. Di lingkungan, tanah, lufenuron baru terdegradasi setelah 13-20
hari [19]. Perendaman dalam larutan Ammonium klorida 1-1,5% selama 15 menit atau garam dapur dosis
1,25% selama 15 menit juga cukup efektif. Untuk garam dapur, perendaman jangka
panjang dapat menggunakan dosis 500-1000mg/L air selama 24 jam diulang setiap
minggu sebanyak 4 kali [20]
Postassium Permanganat
(PK) juga dinilai efektif menangani juvenile dan stadium dewasa Argulus dengan
dosis 10mg/L selama 30menit yang diaplikasikan 2 kali dalam 3 hari. Namun
demikian PK tidak efektif untuk ikan laut sebab konsentrasi garam yang tinggi
akan mengganggu cara kerjanya [17]. Emamectin oral juga efektif [6]. Emamectin
bekerja sebagai activator saluran Cl pengikat reseptor GABA. Bahan ini efektif
membasmi A. coregoni pada konsentrasi
50mg/kg ikan [7]. Pada ikan mas koki dapat digunakan dosis 50g/kg berat badan
selama 7 hari. Sedangkan untuk ikan koi 5g/kg berat badan selama 7 hari [19].
Chloramin T sebanyak
40mg/l mampu membasmi Argulus meskipun parasite yang mati hanya 50% saja. Lime Chloride dengan konsentrasi 30 dan
40mg/l dapat digunakan pada rainbow
trout untuk membasmi Argulus dengan batas waktu letal 1jam. Sebuah percobaan
yang dilakukan dengan sodium klorida 20mg/l selama 3 jam pada rainbow trout
mampu membasmi semua parasite. Penanganan jangka pendek 75g/l sodium klorida
selama 2 menit dapat menghilangkan A.
foliaceus dari ikan koi dan ikan rainbow trout. Meskipun Argulus rontok
dari tubuh ikan, namun parasite ini tidak mati. Dan hal yang perlu diwaspadai
adalah ikan koi tidak mampu mentoleransi sodium klorida [16]. Penggunaan
formalin untuk penanganan Argulus berbeda-beda efektifitasnya. Beberapa
literature tidak menyarankan sebab tidak berdampak apapun terhadap Argulus.
Namun apabila ingin dicobakan dapat menggunakan formalin standar 37-40%
sebanyak 125ppm (125ml/L) [22].
Komponen pyrethroid asal
tanaman (activator saluran ion Na) cukup toksik bagi invertebrate akuatik dan
berhasil digunakan melawan brachiura pada dosis 20-200ppm [7]. Sedangkan bahan
Triklorfon digunakan pada dosis 0,25mg/L air tawar [5]. Khusus organofosfat
seperti triklorfon dan yang lainnya, pH air berpengaruh terhadap keefektifan
bahan ini. Jika pH air terlalu tinggi (8,2) organofosfat akan terdegradasi
secara cepat [8]. Bahan lain yang dapat digunakan untuk membasmi Argulus adalah
Malathion dan Dipterex dengan dosis 0,25ppm atau Bromex dosis 0,12ppm [10],
neguvon 1gr/liter perndaman selam 10-30 detik [13].Siklus parasite ini cukup panjang. Oleh
karenanya perlu dilakukan disinfeksi kolam. Untuk sementara ambil semua
substrat keras yang memungkinkan parasite meletakkan telurnya lalu dibersihkan
[6]. Air, jaring, dan peralatan lainnya harus disterilisasi menggunakan klorin
[11] atau PK 0,01ppm selama 30 menit [22]. Telur dan larva dapat dibunuh dengan
pengeringan atau pemberian kapur pada dasar kolam [12]. Dosis kapur yang
diberikan sebanyak 40kg/acre (0,46ha). Kapur dibiarkan selama beberapa hari
sebelum diisi dan pH dinormalkan kembali [18]. Penanganan secara biologis
adalah dengan meletakkan ikan mosquitofish. Ikan air tawar angelfish dan
stickleback juga memakan ektoparasit ini [6]. Metode lain untuk menangani telur dari
parasite ini adalah dengan menempatkan wadah berwarna di dasar kolam untuk
menarik perhatian parasite meletakkan telurnya. Wadah ini dapat diambil
berkali-kali untuk mencegah parasite berkembangbiak [21]
Pencegahan Argulus
dilakukan dengan menerapkan biosekuriti untuk meminimalkan penularan ke kolam
lain. Ikan yang baru masuk hendaknya dikarantina dan diambil sampelnya untuk memperkecil resiko. Ketika terjadi serangan
Argulus, penanganan dilakukan secara cepat. Sumber air harus dievaluasi ada
tidaknya telur Argulus. Air sebaiknya difilter agar terbebas dari ikan liar dan
Argulus [17]. Hoffman (1977) pernah menyarankan penutupan inlet kolam dengan
mesh 3,2mm untuk mencegah kutu yang berukuran besar, namun cara ini kurang
efektif sebab filter dapat terhambat dan membutuhkan perawatan [18].
Bahan
|
Dosis
|
Keterangan
|
Bawang putih
|
60gr/100mL air untuk
600ml air
|
In vitro
|
Kesehatan Masyarakat
Meskipun merupakan
ektoparasit, Argulus dilaporkan dapat menyerang manusia. Kasus ini pernah
dilaporkan oleh Hargis (1958). Parasit ini dapat masuk, bertahan, dan
menyebabkan penyakit pada manusia [9]
Referensi
- Hogans, B. 1994. 3.2.15 Branchiuran Fish Louse Disease. AFS-HS Blue Book
- Zajac, A.M dan Conboy, G.A. 2012. Veterinary Clinical Parasitology Eighth Edition. Wiley-Blackwell
- Wildgoose, W.H (Ed). 2001. BSAVA Manual of Ornamental Fish. British Small Animal Veterinary Association
- Kurniawan, A. 2012. Penyakit Ikan. UBB Press
- Mayer, J. dan GDonnelly, T.M (Ed). 2013. Cinical Veterinary Advisor Birds and Exotic Pets. Elsevier
- Noga, Edward J. 2010. Fish disease : diagnosis and treatment / Second Edition. Blackwell Publishing
- Woo, P.T.K. dan Buchmann, K (Ed). 2012. Fish Parasites Pathobiology and Protection. CABI : UK
- Lewbart, G.A. 2017. Self-Assessment Color Review Ornamental Fishes and Aquatic Invertebrates Second Edition. CRC Press: Boca Raton
- Williams, E. H., Jr. dan L. Bunkley-Williams. 1996. Parasites of offshore big game fishes of Puerto Rico and the western Atlantic. Puerto Rico. Department of Natural and Environmental Resources, San Juan, PR, and the University of Puerto Rico, Mayaguez, PR, 382 p., 320 drawings.
- Parasite Catfish
- Bunkley-Williams, L. and E. H. Williams, Jr. 1994. Parasites of Puerto Rican Freshwater Sport Fishes. Puerto Rico Department of Natural and Environmental Resources, San Juan, PR and Department of Marine Sciences, University of Puerto Rico, Mayaguez, PR, 168 p., 179 drawings, and 2 maps.
- Solichin, A., Widyorini, N., Wijayanto, D.S.M. 2013. Pengaruh Ekstrak Bawang Putih ( Allium sativum ) dengan Dosis yang Berbeda terhadap Lepasnya Suckers Kutu Ikan ( Argulus sp. ) pada Ikan Koi (Cyprinus carpio). JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 46-53
- Depertemen Pertanian. 1985. Penyakit Ikan. Departemen Pertanian
- Sugianti, B. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional Dalam Pengendalian Penyakit Ikan. Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS-702)
- Yusuf, R.W.N. 2009. Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Gram Negatif Pada Luka Ikan Maskoki (Carassius Auratus) Akibat Infestasi Ektoparasit Argulus Sp. Universitas Airlangga. Skripsi
- Merk, v.T.M. 2016. Effects of Antiparasitic Treatment for Argulosis on Innate Immune System of a Cyprinid Fish (Fathead Minnow; Pimephales promelas, Rafinesque 1820). Universitas Munchen Disertasi
- Stickler, N. dan Yanong, R.P.E. 2012. Argulus (Fish Louse) Infections in Fish. IFAS Extension University of Florida
- Taylor, N.G.H., Sommerville, C., Wootten, R. 2005. A review of Argulus spp. occurring in UK freshwaters. Environment Agency: Bristol, Science Report SC990019/SR1
- Mayer, J., Hensel, P., Meijia-Fava. K., Brandao, J., Divers, S. 2013. The Use Of Lufenuron To Treat Fish Lice. Journal of Exotic Pet Medicine 22 (2013), pp 65–69 6
- Maskur, Mukti Sri Hastuti, Taukhid, Angela Mariana Lusiastuti, M. Nurzain, Dewi Retno Murdati, Andi Rahman, Trinita Debataraja Simamora. 2012. Buku Saku Pengendalian Penyakit Ikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
- Anshary, H. 2016. Parasitologi Ikan: Biologi, Identifikasi, dan Pengendaliannya. Deepublish: Yogyakarta
- Afrianto, E., Evi Liviawaty, Zafran Jamaris, Hendi. 2015. Penyakit Ikan. Penebar Swadaya: Jakarta Timur
barusan nemu 1 di sirip ikan koki
ReplyDeleteapakah cepet nular?
ReplyDeletetadi ada di sirip atas 1 dan bawah 2