Nama lain: Runt Deformity Syndrom/ RDS [1,6]; PstDNV (P. stylirostris densovirus)
Etiologi/ penyebab: Parvovirus, ssDNA, tidak
beramplop[2,4]. PstDNV (P. stylirostris densovirus)
memiliki 3 genotipe IHHNV: tipe 1 (dari Amerika dan Asia Timur terutama
Filipina); tipe 2 (Asia tenggara); tipe 3a (dari Afrika Timur, India, dan
Australia); tipe 3b (dari Indopasifik Barat/ MAdagaskar, Mauritius, dan
Tanzania). Tipe 1 dan 2 dikenal menyebabkan RDS pada udang rostris, udang windu
dan udang vaname. Tipe 3 a dan 3b yang
dimasukkan pada udang windu tidaklah infeksius [9]
Hospes hanya pada udang penaeid, P. stylirostris, P. vannamei, P.
occidentalis, P. schmitti, P.californiensis, P. setiferus, P. aztecus, P.
duorarum diketahui rentan pada udang di Amerika Latin. Sedangkan Penaeus
monodon, P. semisulcatus, P. japonicus dan lainnya rentan di Asia. Virus
ini bersifat fatal pada P. stylirostris, udang yang resisten terhadap
TSV. Namun demikian kematian massal pada udang rostris sudah berkurang sebab
penggunaan strain udang yang resisten IHHNV. Pada udang vaname, penyakit ini
bersifat resisten dengan modifikasi tertentu pada praktek budidaya [5]
Stadium rentan Juvenil dan dewasa [4]. Pada P. stylirostris meskipun larva
dan post larva awal tidak sakit, juvenil >35 hari lebih rentan [7]
Epizootiologi
Virus ini ditemukan pertama kali pada udang P. vannamei dan P. stylirostris di Anerika tahun 1981. IHHNV ini telah ada untuk beberapa waktu di Asia tanpa terdeteksi karena dampaknya tidak signifikan pada udang P. monodon. Studi terkini membuktikan bahwa terdapat variasi geografi isolate IHHNV, dimana Filipina merupakan sumber asal infeksi di Hawai dan selanjutnya di area budidaya di Amerika Latin [5]
Epizootiologi
Virus ini ditemukan pertama kali pada udang P. vannamei dan P. stylirostris di Anerika tahun 1981. IHHNV ini telah ada untuk beberapa waktu di Asia tanpa terdeteksi karena dampaknya tidak signifikan pada udang P. monodon. Studi terkini membuktikan bahwa terdapat variasi geografi isolate IHHNV, dimana Filipina merupakan sumber asal infeksi di Hawai dan selanjutnya di area budidaya di Amerika Latin [5]
Penyakit ini di
Indonesia pertama kali ditemukan pada udang stadia post larva di hatcheri Situbondo
bulan Agustus 2003. Satu bulan kemudian virus ini ditemukan menyerang udang
vaname pada induk dan pembesaran di tambak. Persentase kejadian IHHNV lebih
banyak terjadi di bulan Maret, agustus, dan Desember. Paling banyak kasus IHHNV
terdapat pada post larva [1]. Pada udang windu dan vaname penyakit ini tidak
menimbulkan kematian [4]. Penularan penyakit ini dapat secara horizontal
ataupun vertikal. Larva udang terinfeksi secara horizontal tidak menunjukkan
gejala hingga usia di atas 35 hari. Udang yang bertahan dari infeksi bersifat
resisten dan bertindak sebagai pembawa [3]. Penularan melalui kanibalisme udang
lemah/ hampir mati dapat berlangsung cepat. IHHNV juga dapat ditularkan melalui
vector seperti insekta [5]. Mortalitas pada P. stylirostris mencapai
>90% dengan kematian bersifat epizootic akut [7]
Gejala Klinis
Infeksi IHHNV dapat
menyebabkan kekerdilan, perlambatan pertumbuhan udang [1]. Fase akut ditandai
dengan pigmentasi biru, belang, letargi, anoreksia [11]. Udang berenang
dipermukaan kemudian hilang keseimbangan, berputar, dan tenggelam [3]. Udang
dapat tiba-tiba membaik sendiri, namun lemah dan kehilangan nafsu makan. Proses
timbul tenggelam terjadi berulang kali hingga udang mati dalam 4-12 jam [8]. Udang
yang sekarat berwarna merah kecoklatan atau pink [3]. Udang rostris mengalami
hambatan molting, kutikula lunak. Pada udang windu penyakit ini cukup resisten,
hanya terjadi RDS, perlambatan pertumbuhan, dan ukuran yang lebih kecil [4]. Infeksi
pada telur mengakibatkan kegagalan penetasan [10]Gb. IHHNV ditandai dengan rostrum yang membengkok (gb dari bioaqua.vn) |
Pada udang vaname, IHHNV
stadium kronis mengakibatkan Runt Deformity Syndrom yang ditandai dengan
perubahan bentuk kutikula (rostrum bengkok sebagian), perlambatan pertumbuhan,
koversi pakan yang buruk, dan ukuran yang variatif saat panen. Pada larva dan
PL gejala klinis tidak begitu terlihat [5]
Perubahan patologi
Virus ini berdampak pada
ectodermal (syaraf) dan mesodermal (hematopoietic, kelenjar antennal, jantung,
gonad, dan hemosit). Badan inklusi eosinofilik intrasitoplasmik terdapat pada fase
akut [4]. Badan inklusi ini terdapat di kelenjar antennal, insang, dan ganglion
[6]. Virus ini menimbulkan kematian sel kutikula, jaringan hematopoietic, dan
jaringan ikat [8].Gb. Gambaran Badan Inklusi cowdry type pada infeksi IHHNV (panah) (Gb dari library.enaca.org) |
Diagnosa banding
WSSV [6]
Metode Diagnosa
Diagnosa presumtif dapat
dilakukan dengan melihat gejala klinis, sejarah, tingkat mortalitas, perubahan
bentuk, nilai CV <30-90% [11]. Diagnosa definitif dilakukan secara
histopatologi dan PCR [2,3], TEM, cell culture [4] dot blot [7], bioassay, DNA
probe [11]
Pencegahan dan Pengendalian
Permasaahan utama dari
IHHNV adalah fasilitas eradikasi. Virus
ini sangat resisten terhadap semua disinfektan termasuk klorin, kapur,
formalin, dan lainnya baik di tambak maupun hatcheri. Eradikasi total benur dan
disinfeksi total fasilitas budidaya serta pelarangan penebaran hewan positif
IHHNV direkomendasikan. Penanganan hatcheri dan benur yang baik dapat mencegah
timbulnya IHHNV pada fase awal penebaran. Bahkan apabila virus ini menyerang
pada fase pembesaran, hanya sedikit dampak IHHNV yang akan muncul sebab telah
menggunakan benur bebas virus [5].
Pencegahan penyakit ini
dapat dilakukan dengan cara:
·
Penerapan biosekuriti dengan
tambak sirkulasi tertutup
· Screening induk dan benur
· Screening induk dan benur
·
Eradikasi patogen
·
Pembatasan zona infeksi dan
disinfeksi menggunakan 30ppm kaporit selama 4 hari
· Pengelolaan lingkungan budidaya yang benar
· Pengelolaan lingkungan budidaya yang benar
·
Pengelolaan pakan dan
pemonitoran kesehatan udang berkala
[1]
· Sanitasi peralatan tambak [3]
· Sanitasi peralatan tambak [3]
Referensi
[1] Amri, K. dan Iskandar Kanna. 2008. Budidaya Udang Vaname: Secara
Intensif, Semi Intensif, dan Tradisional. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
[2]. Arifin, Z.,
Handayani, R., Sri Murti Astuti, Noor Fahris. 2010. Waspadai Penyakit pada Budidaya Ikan dan Udang
Air Payau. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau: Jepara.
[3].Maskur, Mukti Sri
Hastuti, Taukhid, Angela Mariana Lusiastuti, M. Nurzain, Dewi Retno Murdati,
Andi Rahman, Trinita Debataraja Simamora. 2012. Buku Saku Pengendalian Penyakit
Ikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
[4]. Lio-Po. G.D. dan
Inui, Y. 2014. Health Management in Aquaculture Second Edition. Southeast Asian
Fisheries Development Center, Aquaculture Department.
5. Briggs, M., Simon
Funge-Smith, Rohana Subasinghe, Michael Phillips. 2004. Introductions and movement
of Penaeus vannamei and Penaeus stylirostris in Asia and the Pacific. FOOD
AND AGRICULTURE ORGANIZATION OF THE UNITED NATIONS REGIONAL OFFICE FOR ASIA AND
THE PACIFIC
6.
Raidal, S., Garry Cross, Stan Fenwick, Philip Nicholls, Barbara Nowak, Kevin
Ellard, Frances Stephens. 1004. Aquatic
Animal Health: Exotic Diseases Training Manual. Murdoch Print: Australia
7. Reantaso M G., B.,
Mcgladdery S E, Subangsinghe. 2001. Asian Diagnostic Guide to Aquatic
Animal Diseases. FAO Fisheries Technical Paper, No. 402, supplement 2. Food
and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), Rome, Italy, 240 pp.
8. Baticados, M.C.L., E.R. Cruz-Lacierda, M.C. de la Cruz, R.C.
Duremdez-Fernandez, R.Q. Gacutan, C.R. Lavilla-Pitogo, G.D. Lio-Po. 1992.
Diseases Of Penaeid Shrimps In The Philippines. Aquaculture Department Southeast Asian Fisheries
Development Center (SEAFDEC) Tigbauan, Iloilo, Philippines
9. Woo, P.T.K. dan Bruno, D.W (Ed). 2011. Fish Diseases and Disorders, Volume 3: Viral, Bacterial
and Fungal Infections, 2nd
Edition, CABI International
10. Kurniawan. A. 2012. Penyakit Akuatik. UBB Press
11. University of
Arizona. 2012. Disease due to Infection
Hypodermal and Hematopoietic Necrosis Virus (IHHNV). Pathology Short Course
No comments:
Post a Comment