Nama lain: gyrodactyliasis [7], skin fluke
Etiologi/ penyebab: Gyrodactylus.sp
[1] Gyrodactylus salaris [9]
Morfologi:
Cacing monogenean dengan panjang 0,5-0,8mm [2]. Cacing ini
melekatkan diri dengan haptor yang dilengkapi dengan 2 jangkar (anchor)
dan 16 kait tepi (marginal hook). Bersifat hermafrodit [3]. Gyrodactylus
tidak memiliki bintik mata dan pada ujung kepalanya terdapat dua tonjolan [4].
Embrio parasite dapat terlihat di dalam uterus [6].
Taxonomi [1]:
Filum : Vermes
Subfilum :
platyherlminthes
Kelas : Trematoda
Ordo : Monogenea
Famili :
Gyrodactylidae
Subfamili : Gyrodactylinae
Genus : Gyrodactylus
Spesies : Gyrodactylus.
Sp
Hospes : ikan air tawar, laut, payau [1]
Clarias batrachus, C. macrocephalus, Cyprinus carpio, Pangasius,
Ophiocehalus striatus, Trichopterus pectoralis [3]
Stadium rentan : larva dan juvenil [3]
Epizootiologi:
Infeksi berat mengakibatkan kematian hingga 30-100% dalam beberapa
minggu. Kematian ini utamanya akibat infeksi sekunder. Penularan cacing ini
terjadi secara horizontal [4]
Faktor pendukung
Spesies ikan, malnutrisi, bahan organik yang tinggi, fluktuasi
kualitas air terutama suhu[4]
Siklus hidup
Cacing monogenean ini merupakan cacing yang bersifat vivipar [1]. Setiap individu cacing memiliki organ
reproduksi jantan dan betina [10]. Larva berkembang di dalam uterus cacing
dewasa secara serial poliembrionik [6]. Cacing dewasa akan melepaskan larva
yang secara cepat melekat pada hospes atau terbawa oleh air kemudian melekat di
hospes lain. Siklus hidupnya secara langsung dan tiap individu dewasa dapat
menghasilkan beberapa generasi. Hal ini menyebabkan populasi cacing ini dapat
bertambah dengan cepat [10]. Parasit ini merupakan parasit obligat yang tidak
dapat bertahan lebih dari 20 menit bila tidak melekat pada hospesnya [6].
Gejala Klinis
Pernafasan meningkat dan produksi lendir berlebih [1]. Gyrodactylus memakan kulit dan mukus serta
menyebabkan iritasi [11]. Warna kulit ikan menjadi
semakin pucat. Bercak merah dan hitam terkadang terlihat pada permukaan tubuh.
Infeksi berat menyebabkan respirasi dan osmoregulasi terganggu dan sisik lepas.
Terlepasnya sisik akan menyebabkan masuknya infeksi sekunder bakteri atau
cendawan. Kondisi ini diikuti dengan sirip yang menguncup dan kerontokan sirip
ekor. Dampak dari infestasi parasite ini adalah pertumbuhan yang terganggu dan
nafsu makan menurun. Ikan akan menunjukkan perubahan perilaku seperti berkumpul
dekat inlet, menggosok-gosokkan tubuh pada benda di sekitarnya dan melompat. [3,
4]. Infestasi parasit ini
dapat memicu infeksi sekunder bakteri dan jamur [11].
Perubahan patologi
Infeksi berat dapat menyebabkan hancurnya epitel insang dan kulit di
tempat parasite melekat [5]. Insang mengalami hyperplasia, hipersekresi mucus,
dan ujung lamella membentuk benjolan (clubbing). Infestasi pada kulit
menyebabkan nekrosis sirip.
Infeksi berat akan menyebabkan peradangan insang dan mengurangi area pertukaran
udara. Kerusakan kulit dapat memicu kegagalan sistem imun innate yang mengakibatkan
patogen oportunis seperti bakteri dan jamur menginfeksi. Kelompok Gyrodactylid
menghisap darah melalui permukaan kapiler dan epitel pembatas insang dan kulit [6].
Metode Diagnosa
Pengamatan secara visual dan klinis [4]. Prosedur wet mount
dilakukan dengan scraping kulit atau insang [5]. Pemeriksaan
histopatologi juga dapat dilakukan [6]. Pada pemeriksaan hematologi terjadi
peningkatan PMN agranulocyte dan monosit [3]
Prognosis
Prognosis cukup baik jika infestasi hanya sedikit. Jika kelukaan
cukup parah maka akan menjadi jalan masuk infeksi sekunder [5].
Pencegahan dan Pengendalian
Pencegahan dilakukan dengan pengelolaan air mengalir untuk
menghindari infestasi dalam jumlah banyak. Disamping itu juga harus dilakukan
pengurangan kepadatan [6]. Karena
Gyrodactylus menghasilkan “anak”,
satu kali penanganan saja sudah cukup [10]
Pengendalian dilakukan dengan cara [5]:
-
Mempertahankan suhu >29oC
-
Pemberian immunostimulan
vitamin C secara rutin
-
Mengurangi kadar bahan organik
terlarut
-
Meningkatkan frekuensi
penggantian air
Sumber :[3], [4], [6], [8], [9], [10], [11]
Referensi
[1] Supian, E. .
Penanggulangan Hama & Penyakit pada Ikan: Solusi Budidaya Ikan yang Sehat
dan Menguntungkan. Pustaka Baru Press: Yogyakarta.
[2] Irianto,
A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta
[3] Afrianto,
E., Evi Liviawaty, Zafran Jamaris, Hendi. 2015. Penyakit Ikan. Penebar
Swadaya: Jakarta Timur
[4] Maskur,
Mukti Sri Hastuti, Taukhid, Angela Mariana Lusiastuti, M. Nurzain, Dewi Retno
Murdati, Andi Rahman, Trinita Debataraja Simamora. 2012. Buku Saku
Pengendalian Penyakit Ikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya.
[5] Meyers,
T. Burton, T, Bentz, T. 2008. Common Diseases of Wild and Cultured Fishes in
Alaska. Alaska Department of Fish and Game
[6] Baker,
D.G (Ed). 2007. Flynn’s Parasites of Laboratory Animals 2nd
Edition. Blackwell Publishing: Oxford
[7]
Kurniawan, A.2012. Penyakit Ikan. UBB Press: Pangkal Pinang
[8]
Aquaculture Fisheries Division. Prevention and Treatment of Fish Diseases.
Agriculture. Fisherles and Conservation
Department
[9]. Austin, B. Dan Newaj-Fyjul, A. 2017.
Diagnosis and Control of Diseases of Fish and Shellfish. John Wiley & Sons
[10] Reed, P., Francis-Floyd., R, Klinger, RE. Monogenean Parasites of Fish. University
of Florida
[11] Elseikha, H. dan Patterson, J.S. 2013. Veterinary Parasitology: Self Assessment
Color Review. CDC Press
No comments:
Post a Comment