Nama lain: Leech/ Hirudinea
Etiologi/ penyebab: lintah. Parasit ini
memiliki dua sucker (alat penghisap) di bagian anterior dan posterior [1]. Sucker
memiliki ukuran dan perkembangan yang bervariasi untuk membantu pergerakan, perlekatan,
aktifitas memakan [3]. Di bagian anterior terdapat mata. Lintah yang termasuk
kelas hirudinea ini memiliki dua famili, piscicolidae dan glossiphoniidae. Spesies
yang kerap menyerang yakni Zeylanicobdela arugamensis. [1]. Adapula spesies Hemibdella.sp yang menyerang dover sole dan turbot [2].
Glossophoniidae berbentuk pipih, tidak terbagi menjadi anterior dan posterior.
Kepala lebih kecil daripada tubuh dengan sucker anterior yang sulit dibedakan
atau besarnya serupa dengan tubuh. Area tengah tubuh di tiap segmen memiliki 3
annuli. Sedangkan piscicolidae berbentuk silindris dan terbagi pada segmen XIII
menjadi anterior dan posterior. Sucker anterior dibedakan dengan tubuh yang
memiliki 3 annuli per segmen. Mata sederhana terlihat di kepala, leher, dan
sucker posterior [8]
Hospes : ikan budidaya, ikan liar [1] ikan laut seperti kerapu [4], ikan napoleon [9] crimson snapper/ ikan bambangan [10]
[3] Carl N. Shuster, Jr.,Roland F. Smith,T, John J. Mcdermott. 1953. Leeches and Their
Importance in the Life Cycle of
Fishes. NEW JERSEY FISHERIES SURVEY
Hospes : ikan budidaya, ikan liar [1] ikan laut seperti kerapu [4], ikan napoleon [9] crimson snapper/ ikan bambangan [10]
Stadium rentan : lintah dapat menyerang berbagai stadium, mulai dari
pembenihan, pembesaran, hingga indukan [7]
Epizootiologi:
Parasit ini merupakan parasit yang umum ditemukan
di asia seperti di Srilanka, Malaysia, Indonesia, Singapura, India, Filipina,
dan Australia [4]. Lintah berbahaya sebab dapat membawa
parasite darah dan mungkin saja hemogregarin [2]. Lintah ditularkan secara horizontal.
Faktor pendukung
Parasit ini dapat muncul
jika turbiditas air yang masuk terlalu tinggi [4]. Faktor lain yang mendukung
infestasi lintah adalah manajemen fasilitas dan air yang buruk.
Siklus Hidup
Siklus hidup lintah adalah secara langsung. Parasit dewasa akan
meletakkan coccon nya pada substrat atau pada famili tertentu dibawa oleh
induknya. Coccon akan menetas menjadi larva muda. Lintah memiliki siklus hidup
yang lengkap kurang dari setahun atau hingga beberapa tahun [2]. Lintah biasanya akan mati setelah mengelurakan
coccon [7]
Gejala Klinis
Parasit dapat terlihat secara kasat mata di tubuh, sirip, mata,
insang, dan rongga mulut. Ikan terinfeksi akan mengalami anemia kronis, ikan menjadi pucat, lemah,
dan rentan terkena infeksi sekunder jamur atau bakteri.. Ikan juga bergerak lamban, berenang di permukaan
air dan mengalami penurunan nafsu makan [1] [7]. Area tempat melekatnya lintah mengalami hemoragi dan pembengkakan
kulit. Sedangkan sirip menjadi geripis [4]. Lintah diketahui sebagai vektor
virus, bakteri, parasit darah [7].
lintah pada ikan (gambar dari https://www.wildlife.ca.gov) |
Perubahan patologi
Lintah sangat jarang
menimbulkan perubahan patologi. Lesi akibat infestasi lintah hanya yang
berkaitan dengan aktifitasnya menghisap darah. Lesi ini akan bersih dan sembuh
setelah pendarahan berhenti. Mortalitas juga harang terjadi, dan biasanya
terbatas pada perlambatan pertumbuhan saja [2]
Patogenesitas
Patogenesitas dari parasit ini bergantung pada jumlah dan ukuran parasit,
lama perlekatan, dan hewan inangnya [1]. Lintah akan menginjeksikan histamin ke dalam pembuluh darah hospesnya
agar berdilatasi sehingga aliran darah meningkat. Beberapa spesies menghisap
seminggu sekali, sedangkan yang lainnya 6 bulan sekali [5]. Mortalitas terjadi
pada ikan yang terinfestasi berat [7].
Metode Diagnosa
Lintah dapat bertahan
selama beberapa waktu, bahkan walaupun dimasukkan vial dengan kapas basah.
Fiksasi terbaik menggunakan etabol 70%. Pengamatan dilakukan dengan membuat
lintah berelaksasi menggunakan methol, eter, atau pendinginan baru kemudian
diletakkan di objek glass [8]. Lintah dapat diamati secara makroskopis,
mikroskopis, maupun dengan histopatologi. Pengujian secara PCR dapat dilakukan
untuk pengamatan DNA [10]
Pencegahan dan Pengendalian
Sistem filtrasi air yang
masuk merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk mencegah masuknya lintah ke
fasilitas budidaya. Menurukan salinitas bukalah hal yang tepat sebab lintah
pada ikan laut tahan kondisi air payau. Penggunaan formalin bisa berhasil
membunuh lintah dewasa, namun tidak untuk coccon. Coccon sangat tahan terhadap bahan kimia.
Sehingga meskipun dilakukan treatmen, lintah masih dapat menyerang kembali dari
coccon yang menjadi dewasa. Penanganan terbaik untuk wadah budidaya adalah
dengan melakukan pengeringan fasilitas budidaya [4]. Wadah budidya harus
dibersihkan dengan detergen, didisinfeksi dengan klorin, baru dikeringkan
langsung di bawah sinar matahari selama beberapa minggu untuk menghilangkan
coccon parasit. Penanganan secara manual pada ikan dapat dilakukan menggunakan
kain basah [7]. Namun cara ini kurang efektif bila infestasi terjadi
besar-besaran
Pengobatan dengan bahan
kimia dapat dilakukan menggunakan bahan sebagai berikut: [4], [9]
Bahan
|
dosis
|
aplikasi
|
Keterangan
|
Formalin
|
50ppm
|
Perendaman selama 1
jam
|
Aerasi kuat. Pasca penggunaan formallin, ikan dipindahkan ke wadah yang bebas parasit.
|
200-250ppm
|
Perendaman dalam air
laut selama 1jam
|
||
Prefuran
|
1-2ppm
|
Perendaman 1-2 jam
|
Perendaman pasca
pemberian formalin
|
Bila memungkinkan dan dapat dilakukan, dapat dibuat sebuah “jebakan” untuk lintah. Cara ini tidak membutuhkan bahan kimia. Tehniknya adalah dengan meletakkan sepotong daging atau hati di sebuah plastik yang telah dilubangi. Kemudian plastik berisi daging atau hati diberi pemberat agar tenggelam dan tali untuk mengangkat. Letakkan di beberapa sisi di kolam. Lintah akan tertarik pada “jebakan” tersebut dan dapat dibuang secara rutin [6]\
Referensi
[1] Novriadi, R. 2014. Penyakit Ikan Air Laut di Indonesia.
Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
[2] Roberts, R.J (ed). 2012. Fish
Pathology Fourth Edition. Blackwell Publishing
[4]. Cruz-Lacierda, E.R., Joebert D. Toledo,
Josefa D. Tan-Fermin, Eugene M. Burreson. 2000. Marine leech Zeylanicobdella arugamensis infestation
in cultured orange-spotted grouper, Epinephelus
coioides. Aquaculture 185 (2000) 191–196
[5] Hutson, K.S. 2010. Marine Leech. School of Marine & Tropical Biology James Cook
University
[6] Wildgoose, W.H (ed). BSAVA Manual of Ornamental Fish Second Edition. British Small
Animal Veterinary Assosociation.
[7] Nagasawa, K. and E. R. Cruz-Lacierda (eds.)
2004: Diseases of cultured groupers. Southeast Asian Fisheries Development Center, Aquaculture
Department, Iloilo, Philippines. 81 p.
[8] Svobodová,
Z. Dan Vykusová, B. 1991. Diagnostics, Prevention And Therapy Of Fish Diseases
And Intoxications. RESEARCH INSTITUTE
OF FISH CULTURE AND HYDROBIOLOGY VODŇANY CZECHOSLOVAKIA
[9] Koesharyani, I., Roza, S., Mahardika, K.,
Johnny, F., Zafran, Yuasa, K. Manual for Fish Disease Diagnosis Marine Fish
and Crustacean Disease in Indonesia. Gondol Research Station for Coastal
Fisheries-JICA
[10] Ravi, R. Dan Yahaya, Z.S. 2017. Zeylanicobdella arugamensis, the marine
leech from cultured crimson snapper (Lutjanus erythropterus), Jerejak Island,
Penang, Malaysia. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine Volume 7,
Issue 5, May 2017, Pages 473-477
No comments:
Post a Comment