Nama
lain: -
Etiologi/
penyebab: diduga virus sitoplasmik baru dengan ukuran diameter 20-22mm [1].
Hospes
: P. vannamei, P. indicus [1,2]
Stadium
rentan : juvenil [3]
Epizootiologi:
Sejak
tahun 2004, pembudidaya di Indonesia, Malaysia, dan Thailand melaporkan sebuah
penyakit baru pada udang vaname. Penyakit ini ditandai dengan abnormalitas
segmen dimana segmen tubuh membengkak dan membengkok ke samping dan
dorso-ventra. Hal ini menyebabkan bentuk tubuh menjadi ireguler, termasuk
bentuk usus yang menjadi ireguler pun teramati secara kasat mata. Pada beberapa
udang otot abdomen tampak keruh dan sedikit opak, atau warna tubuh menjadi
kemerahan.Penyakit ini kemudian disebut dengan Abdominal Segment Deformity Syndrome
(ASDS) karena gejala klinis yang khas [1]. Kasus ASDS juga dilaporkan pada
udang vaname di Thailand [1,2]. Laporan pada tahun 2017 menyebutkan bahwa udang
P. indicus yang dibudidayakan di SEAFDEC/AQD Filipina juga memiliki
gejala patologi serupa ASDS pada udang vaname di Thailand [2].
Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup
udang masih normal. Persentase udang dengan gejala tersebut antara 5-60% [1]. ASDS tidak memiliki dampak terhadap tingkat kelangsungan hidup. Hanya sedikit
ekonomi yang terpengaruh oleh penyakit ini yakni penurunan nilai jual akibat
perubahan bentuk tubuh yang mencapai 10% [1,4]
Faktor
pendukung
Terjadinya
ASDS berkaitan dengan non-long-terminal repeat (non-LTR) retrotransposons
(NLRS) yang tidak menular. NLRS adalah elemen genetic yang berkaitan dengan
penggunaan jangka panjang indukan setelah dilakukan ablasi. Namun terdapat hal
yang kontras, sebab keberadaan ASDS pada PL juga ditemukan pada indukan liar
yang memijah sekali setelah dilakukan ablasi. Tidak ada bukti bahwa kualitas
air menjadi faktor pendukung terjadinya penyakit ini [2].
.Gejala Klinis
Perubahan
bentuk teramati pada segmen abdomen, sisi dan bagian dorso-ventral yang
membengkok dengan otot yang berwarna opak pada beberapa udang. Usus yang
memanjang juga tampak bergerigi bila dilihat dari atas. Selain itu bentuk tubuh
udang menjadi bergelombang [1]. Pada udang P. indicus disamping
pembengkokan bentuk tubuh juga teramati adanya fusi segmen tubuh (dari 6
menjadi 5) atau Fused Body Segment Deformity (FBSD). Hal ini
mengakibatkan bentuk tubuh memendek dengan segmen abdomen yang lebih lebar
serta berkurangnya jumlah kaki. Namun demikian masih dibutuhkan penelitian
lanjutan mengenai kaitan ASDS dan FBSD[2]
Perubahan
patologi
Pada
pengamatan histopatologi ASDS, tidak teramati adanya patogen. Abnormalitas baru
teramati pada abdomen bila terlihat perubahan bentuk tubuh pada pengamatan
makroskopis. Otot kehilangan myofibril dan serabutnya, sehingga terdapat ruang
antar serabut otot. Hal ini teramati pada potongan membujur dan melintang. Pada
beberapa area terdapat peradangan dan enkapsulasi tanpa badan inklusi [1,3].
Perubahan semacam ini juga teramati pada otot di area cephalothorax, namun
tidak begitu mencolok. Insang dan jaringan hepatopankreas tidak mengalami
perubahan. Beberapa kelenjar tegumental mengalami perubahan struktur dan
terdapat inklusi granuler basofilik. Namun perubahan ini juga teramati pada
uddanng normal. Pada ASDDS tidak ditemukan speroid pada organ limfoid. Ganglion
secara umum normal kecuali gumpalam basofillik dan inklusi pada sel glial dan
neuron, serta perubahan ireguler pada serabut syaraf sepanjang ganglia pada
alat gerak [1]
Gb. udang normal (A), dengan gejala ASDD (B), dan gejala FBSD (C) (picture credit to Santander-Avanceña, et al, 2017)
Diagnosa
banding
Awalnya
penyakit ini diduga merupakan Infectious Hypodermal and Hematopoietic
Necrosis Virus (IHHNV) yang menyebabkan penyakit Runt Deformity Syndrome
(RDS). Namun gejala klinis ASDS yang
terlihat berbeda dengan RDS. Perubahan warna otot biasanya berkaitan dengan Infectious
Myonecrosis (IMN) dan Penaeus vannamei Nodavirus (PvNV). Pada
udang galah perubahan warna otot
berkaitan dengan White Tail Disease (WTD) dan Extra small virus (XSV).
Namun WTD menyebabkan kematian tinggi dan tidak berkaitan dengan perubahan
bentuk tubuh pada udang vaname [1]
.
Metode
Diagnosa
Diagnosa dapat dilakukan dengan
pemeriksaan makroskopis, histopatologi, PCR, ISH, dan TEM [1]. Injeksi membrane-filtered
(0,22 µm) homogenate dapat menghasilkan gejala ASDS pada udang yang diuji
tantang. Hal ini mengindikasikan adanya kemungkinan penyakit ini disebabkan
oleh virus. Pemeriksaan jaringan dengan TEM didapatkan partikel serupa virus
pada jaringan otot yang terinfeksi dan pada ventral nerve cord [3]
Pencegahan
dan Pengendalian
Munculnya
Non-long-terminal repeat (non-LTR) retrotransposons (NLRS), elemen genetic
yang berkaitan dengan ASDS harus dicegah dengan penggunaan jangka pendek pada
indukan yang telah diablasi. Atau, pisahkan indukan yang terdeteksi positif
NLRS dengan RT-PCR. Bila tidak memungkinkan untuk melakukan skrining, RT PCR
dapat digunakan untuk mengeluarkan indukan yang positif RT-PCR 1-step untuk
NLRS. Bila benih bebas NLRS teridentifikasi, maka dapat mengeliminasi NLRS
diwariskan pada benih keturunannya. Untuk jangka panjang, keturunan udang
tersebut harus dipilih untuk pembebasan dari NLRS. Dan oleh karena agen
disebarkan dari induk ke keturunannya, pencegahan harus berfokus pada managemen
dan monitoring indukan [4]
Referensi
[1]. Sakaew, W., Benjamart Pratoomthai, Gun
Anantasomboon, Somluk Asuvapongpatana, Siriporn Sriurairattana, Boonsirm
Withyachumnarnkul. 2008. Abdominal segment deformity disease (ASDD) of the
whiteleg shrimp Penaeus vannamei reared in Thailand. Aquaculture 284 (2008)
46–52
[2] Santander-Avanceña, S., Parado-Estepa, FD.,Catedral, D.M., Faisan,J., de la Peña, D.L. 2017. Abdominal segment deformity syndrome (asds) and fused body segment deformity (fbsd) in cultured Penaeus indicus. Aquaculture 466 (2017) 20–25
[3] Flegel, T.W. 2009. Current Status of Viral Diseases in Asian Shrimp Aquaculture. The Israeli Journal of Aquaculture - Bamidgeh 61(3), 2009
[4]Sakaew et al. 2013. Discovery and partial characterization of a non- LTR retrotransposon that may be associated with abdominal segment deformity disease (ASDD) in the whiteleg shrimp Penaeus (Litopenaeus) vannamei. BMC Veterinary Research 2013, 9:189
No comments:
Post a Comment