Nama lain: mycotic granuloma (MG), EUS related Aphanomyces (ERA) [1], Red Spot disease, Ulcerative mycosis [2].
Etiologi/
penyebab: oomycetes, Aphanomyces invadans. Penyakit ini berkaitan
erat dengan Aeromonas hydrophila dan Rhabdovirus. Dapat juga berasal dari
superinfeksi strain Aphanomyces, Achyla, Pthyium, serta pengaruh dari
faktor lingkungan [2].
Hospes
: ikan air tawar, dan estuarine [1] serta ikan laut [2]. Bandeng, nila, Chinese
carp resisten terhadap penyakit ini [1]
Stadium
rentan : juvenil dan ikan usia muda [4]
Epizootiologi
Laporan
pertama penyakit ini terdapat pada Ayu (Plecoglossus altivelis) di
Jepang. Outbreak besar terjadi di Bagian Timur Australia yang berdampak pada
ikan estuarine, sebagian pada hrey mullet (Mugil cephalus). Pola
penyebaran outbreak ke arah barat melalui Asia Selatan dan Tenggara. EUS juga
dilaporkan menimbulkan outbreak di Papua Nugini, Malaysia, Indonesia, Thailand,
Filipina, Srilanka, Banglades, dan India. Mortalitas EUS biasanya berkaitan
dengan outbreak, namun beberapa ikan tidak menyerah terhadap invasi sekunder
dari luka sehingga ulcer dapat sembuh [1].
Penularan terjadi secara
horizontal melalui air. Hanya zoospore sekunder yang mampu melekat pada kulit
luka dan bergerminasi menjadi hifa. Prevalensi penyakit ini dapat tinggi pada
area endemic atau ketika terjadi kematian tinggi. Angka mortalitas pun dapat
mencapai > 50% dan morbiditas >50% pada ikan gabus. Namun angka tersebut
bervariasi tergantung jenis ikan[4]. EUS kerap muncul pasca hujan lebat dan
banjir dengan pH air yang asam, serta pada suhu terbaik untuk sporulasi yakni
18–22°C [6].
Faktor
pendukung
Di
Australia dan Filipina, outbreak berkaitan dengan air yang asam (karena asam
sulfat), bersama dengan suhu rendah, keberadaan ikan yang rentan. Di daerah
lain, faktor biologis seperti infeksi rhabdovirus atau faktor lingkungan
(seperti suhu) dapat memicu timbulnya lesi [1]
Gejala
Klinis
Lesi
awal berupa bintik-bintik merah yang semakin dalam seiring proses infeksi
berjalan lalu mempenetrasi otot di bawahnya [1]. Bintik merah tersebut terlihat
pada permukaan tubuh, kepala, operculum [3]. Tubuh ikan berwarna lebih gelap,
kehilangan nafsu makan, ikan mengapung di permukaan, beberapa tampak hiperaktif
[2]. Pada lesi melanjut tampak tepi
berwarna putih menonjol [1]. Lesi hemoragi atau ulcerative terlihat pada
rahang, kepala, dari yang berukuran kecil hingga luas dan dalam [2].
Perubahan
patologi
Ada
dua bentuk lesi spesifik dari EUS yakni ulcer yang sangat daam yang dapat masuk
ke rongga tubuh dan peradangan kronis yang berat [5]. Gambaran makroskopis lesi
bervariasi antar spesies, habitat, dan stadium perkembangan lesi. Lesi awal EUS
berupa dermatitis hemoragi yang dangkal tanpa keterlibatan fungi. Lesi
selanjutnya terlihat hifa A. invadans masuk ke jaringan otot dan muncul
peradangan. Jamur mendapatkan respon peradangan hebat dan granuloma dibentuk
mengelilingi hifa yang mempenetrasi. Lesi ini dapat melanjut membentuk
dermatitis kronis ringan hingga berat, lokal, dermatitis nekrosis dengan
degenerasi otot berat. Lesi menciri EUS berupa ulcer terbuka kulit secara
histologi ditandai dengan adanya granuloma mikosis di jaringan. Lesi ini
berdiameter 1-4cm. Secara umum infeksi sekunder dari bakteri dan strain
patogenik Aeromonas hydrophila akan terisolasi dari lesi[1]. Hifa jamur
dapat mencapai ginjal, kepala, dan spinal cord [2].
Ulcerasi
sisi kepala snakehead stripped (Roberts 2012)
Diagnosa
banding
Aeromonas
salmonicida- strain atipikal, KHV, VHS [6]
Metode
Diagnosa
Diagnosa
secara makroskopis sulit sebab lesi terbuka pada kulit juga dapat muncul pada
penyakit lain. Squash lesi kulit akan didapatkan gambaran berupa hifa aseptat.
Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah histopatologi, isolasi jamur, [1].
Pemeriksaan dengan PCR juga dapat digunakan [3]. Lesi menciri adalah mycotic granuloma [2]. Isolasi
A. invadans dari lesi EUS sangat
sulit karena banyaknya bakteri yang ada dalam lesi. Pada lesi yang sangat
terkontaminasi, pemberian penisilin 500U/mL atau streptomycin 0,2ug/mL dapat
memperbaiki kondisi, namun Aphanomyces terhambat oleh adanya antibiotik
[5]. Diagnosa juga dpat dilakukan secara hematologi, biokimia, dan imunologi
[7].
Pencegahan
dan Pengendalian
Pengendalian
pada populasi sulit dilakukan. Pemilihan strain resisten untuk budidaya akan
lebih efektif. Apabila tidak memungkinkan, tindakan eradikasi dapat dilakukan
melalui pengeringan dan pengapuran kolam, pembuangan ikan liar, penggunaan
bahan propilaksis, media air yang baik, perendaman air garam, disinfeksi
peralatan budidaya [1]. Penggunaan spesies tahan EUS seperti bandeng dan nila
akan lebih menguntungkan [2]. Di Thailand, penanganan EUS dilakukan dengan
meningkatkan kualitas air, menambahkan 60-100kg kapur/1600m2
(diulang tiap 3 minggu) disertai penambahan 200-300kg garam/1600m2
[5]
Bahan/ Obat
|
Dosis
|
Keterangan
|
Coptrol (Chelated
Copper Compound)
|
5ppm
|
|
Malachite Green
|
0,1mg/L
|
|
Kapur
|
100-600kg/ha
|
|
KMnO4
|
1-10mg/L
|
|
Bleaching powder
|
0,5-1mg/L
|
|
CaO
|
50-100kg/ha
|
1 minggu setelah pemberian bleaching
powder
|
NaCl 3-4%
|
|
Perendaman
|
Sumber:
[2], [7]
Referensi
1. Reantaso M G., B., Mcgladdery S E, Subangsinghe. 2001. Asian
Diagnostic Guide to Aquatic Animal Diseases. FAO Fisheries Technical Paper,
No. 402, supplement 2. Food and Agriculture Organization of the United Nations
(FAO), Rome, Italy, 240 pp.
2. Lio-Po. G.D. dan Inui, Y.
2014. Health Management in Aquaculture Second Edition. Southeast Asian
Fisheries Development Center, Aquaculture Department.
4. OIE. 2013. Chapter 2.3.2. — Infection with Aphanomyces
invadans (Epizootic ulcerative syndrome) in Manual of Diagnostic Tests for
Aquatic Animals.
5. Noga, Edward J. 2010. Fish
disease : diagnosis and treatment / Second Edition. Blackwell Publishing
6. Australian Government
Department of Agriculture, Fisheries and Forestry.2012. Aquatic Animal Diseases
Significant to Australia: Identification Field Guide, 4Th Edition. DAFF,
Canberra.
7. Barman, D., Kumar, V., Mandal, S.C. 2012. Epizootic
ulcerative syndrome (EUS)— A great concern in modern aquaculture. Wo r l
d Aq u A c u l t u r e 63
No comments:
Post a Comment