Mengapa fiksasi?
Fiksasi
atau pengawetan merupakan proses atau tahapan paling kritis dalam pemeriksaan
histologi. Tujuan utama fiksasi adalah untuk mempertahankan struktur sel
seperti aslinya. Proses fiksasi ini harus segera dilakukan setelah jaringan di
ambil atau setelah hewan mati. Fiksasi akan mematikan sel secara cepat,
menghentikan proses degenerasi pasca kematian dan mengawetkan integritas
struktur komponen seluler jaringan. Larutan fiksatif bekerja dengan mencegah
autolisis dengan menginaktivasi enzim lisosom sehingga struktur baik luar atau
dalam sel tetap terjaga. Makromolekul tidak akan mudah larut oleh air atau
cairan lain. Fiksatif juga mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Beberapa
lemak, protein, karbohidrat, dan mineral akan terekstraksi dan larut oleh
larutan fiksatif. Proses fiksasi akan mengubah profil antigenik dan kimia
protein.
Syarat larutan fiksatif
Larutan
fiksatif sebaiknya memiliki kemampuan untuk menginkativasi enzim. Tidak menyebabkan
jaringan membengkak atau mengerut, dan tidak melarutkan bagian dari jaringan. Larutan
fiksatif juga diharapkan mampu memodifikasi jaringan sehingga mampu
mempertahankan jaringan dan menyediakan kondisi dapat dilakukan dehidrasi,
clearing dan embedding. Tak kalah penting, larutan fiksatif juga mampu membunuh
bakteri, jamur, dan virus.
"Tidak
ada larutan fiksatif yang sempurna, meskipun formaldehyde paling mendekati yang
terbaik"
Secara
umum, larutan buffer formalin 10% berfungsi sebagai pengawet jaringan. Namun,
untuk jaringan tertentu seperti kelenjar adrenal, otak, mata, dan struktur
khusus, disarankan menggunakan larutan Bouin’s atau Karnovsky’s. Berdasarkan
mekanisme aksinya, ada 5 kelompok larutan fiksatif, aldehida, merkuri, alcohol,
agen oksidasi, dan pikrat.
Aldehida,
Formaldehyde (formalin) dan glutaraldehyde termasuk dalam kelompok
ini. Jaringan akan diawetkan melalui ikatan silang yang terbentuk dalam
protein. Ikatan ini tidak merusak struktur protein. Buffer digunakan pada
larutan ini dengan tujuan mencegah keasaman memicu autolysis dan menyebabkan
presipitasi pigmen formolheme dalam jaringan. Glutaraldehyde membentuk struktur
alfa helix dan memfiksasi secara cepat sehingga cocok digunakan untuk mikroskop
electron, meskipun penetrasinya sangat buruk.
Merkuri.
Proses pengawetan jaringannya tidak diketahui. Larutan ini cukup buruk dan
menyebabkan jaringan mengeras. Hanya baik digunakan untuk jaringan
hematopoietic dan reticuloendothelial.
Alkohol.
Yang termasuk adalah metil alcohol (methanol) dan etil alcohol (etanol).
Larutan ini akan mendenaturasi protein dan tidak direkomendasikan.
Agen
oksidatif . Contohnya adalah permanganate, dikromat, osmium teroxide.
Larutan ini mengikat protein namun menyebabkan denaturasi. Sangat jarang
digunakan
Picrat.
Fiksatif yang termasuk kelompok ini adalah asam pikrat seperti
larutan Bouin’s. Mekanismenya kurang diketahui. Hampir sebaik merkuri, membuat
nukleus detil dan jaringan terlalu keras. Larutan ini membuat semua benda
menjadi kuning.
Faktor yang mempengaruhi proses fiksasi
Pada
proses fiksasi terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain:
Buffering.
Fiksasi paling baik dilakukan pada larutan ber pH netral (6-8). pH
akan menyebabkan jaringan mengalami hypoxia. Oleh karenanya harus ada penyangga
untuk mencegah keasaman. Keasaman akan menyebabkan terbentuknya pigmen
formalin-heme yang berwarna hitam, polar, dan terdeposit di jaringan. Buffer
yang sering digunakan adalah phospat, bikarbonat, cacodylate, dan veronal.
Penetrasi.
Penetrasi larutan dalam jaringan bergantung pada kemampuan berdifusi tiap
larutan fiksatif. Formalin dan alcohol dapat berpenetrasi dengan baik,
sedangkan yang terburuk adalah glutaraldehyde. Merkuri berada di tengah. Cara
untuk mengatasi permasalah ini adalah dengan memotong sampel menjadi bagian
kecil (ketebalan 2-3mm) agar larutan mudah masuk.
Volume.
Perbandingan yang umum digunakan untuk fiksasi jaringan adalah 1:10.
Suhu.
Peningkatan suhu seiring reaksi kimia akan mempercepat proses fiksasi. Formalin
panas akan memfiksasi lebih cepat.
Konsentrasi.
Konsentrasi fiksatif harus diturunkan hingga kadar terendah agar lebih
ekonomis. Formalin umum digunakan 10%, glutaraldehyde dibuat 0,25-4%. Terlalu
tinggi konsentrasi akan berdampak pada jaringan dan membentuk artefak.
Interval
waktu. Hal ini berperan penting , makin cepat sampel diambil
diawetkan, makin baik. Artefak akan terbentuk bila kering. Oleh karenanya
jaringan jangan dibiarkan kering, tetap disimpan dalam saline. Makin lama
jaringan tidak difiksasi organel sel akan hilang dan nukleus mengerut serta
akan ada artefak yang terbentuk.
Larutan fiksatif yang umum digunakan pada histologi
Formalin
paling sering digunakan pada bedah patologi, otopsi, produksi preparat
histologi. Formalin dapat digunakan untuk memfiksasi berbagai jaringan termasuk
bila kondisi tidak memungkinkan. Satu-satunya kekurangan dari formaldehyde
adalah baunya yang menyengat dan dapat menyebabkan irirtasi pada saluran
pernafasan dan mata. Pada kulit, larutan ini juga dapat menyebabkan dermatitis.
Pada penggunaan formalin, perbandingan 1:20 dan ketebalan 3-4mm disarankan agar
penetrasi lebih baik. Disarankan juga menggunakan penyangga dengan pH 7,2-7,4
untuk mencegah sel membengkak atau menyusut.
Fiksatif
Zenker’s direkomendasikan untuk jaringan reticuloendothelial seperti
nodus limfaticus, limpa, timus, sum-sum tulang. Larutan ini memfiksasi dengan
baik namun deposit mercuri harus dihilangkan sebelum diwarnai.
Bouin’s
terkadang direkomendasikan untuk testis, saluran cerna, dan jaringan
endokrin.LArutan ini juga menggunakan penyangga 1.5-2,0. Fiksasi dilakukan
selama 24 jam, bila lebih akan menyebabkan hidrolisis dan kehilangan kestabilan
DNA dan RNA.
Glutaraldehyde
kebanyakan digunakan untuk fiksasi jaringan pada mikroskop electron. Larutan
ini harus dingin dan terbuffer serta tidak lebih dari 3 bulan. Pada penggunaan
glutaraldehyde, larutan harus segar dan ketebalan tidak lebih dari 1mm untuk
memaksimalkan proses fiksasi.
Etanol
kebanyakan digunakan pada fiksasi sitologi. Etanol 95% termasuk murah dan
cepat. Pada fiksasi irisan beku (Frozen section) methanol atau
etanol dapat digunakan. Saat ini telah banyak larutan yang menggunakan campuran
antara akohol, formalin, dan asam asetat serta 10-70% air atau AFA. Dalam AFA,
formaldehyde akan bereaksi terhadap protein dan tidak mengganggu karena pH nya
yang stabil. Alkohol yang mengandung asam asetat akan menyebabkan pola kromatin
nukleus terkoagulasi sehingga membantu mengenali tipe sel.
Freeze Drying termasuk metode fiksasi?
Freeze
drying kerap disebut sebagai salah satu metode fiksasi. Padahal, hal ini
tidaklah tepat. Freeze drying merupakan metode untuk mengawetkan jaringan
dengan sedikit perubahan kimia atau struktur sel dimana pada metode prosedur
standar dihilangkan yakni dehidrasi dan clearing. Tehnik freeze drying terdiri
dari dua tahapan yaitu quenching dan drying.
Untuk
dibaca
Anil,
S. dan Rajendran. 2012. Appendix III: Routine Histotechniques, Staining and
Notes on Immunohistochemistry dalam Shafer’s Textbook of Oral Pathology.
Elsevier.
Aughey,
E. dan Frye, F.L. 2001. Comparative Veterinary Histology with Clinical
Correlation. Manson Publishing:UK
Nowacek,
J. M. 2010. Chapter 16: Fixation and Tissue Processing dalam Education
Guide Special Stains and H & E Second Edition. Dako North America,
Carpinteria, California
Roberts,
R.J (eds). 2012. Fish Pathology. Blackwell Publishing
Ulmer,
D. Fixation : The Key to Good Tissue Preservation
Bermanfaat banget. Nyariin syarat larutan fiksatif yang baik kemana mana gak dapet, akhirnya ketemu disini. Makasih banget gan
ReplyDelete