Nama lain: -
Etiologi/ penyebab:
Penyebab dari Monodon Slow Growth Syndrom (MSGS) belum ditentukan
hingga saat ini. Virus LSNV (Laem Singh Virus) terdeteksi pada sampel positif pada
kasus MSGS. LSNV ini dapat terdeteksi baik di udang sehat maupun udang sakit. Merupakan
virus ssRNA dan belum ditentukan klasifikasinya [2]. Meskipun terdeteksi pada
udang dengan MSGS, namun tidak ada kaitan antara MSGS dan LSNV. Kemungkinan,
ada hubungan yang secara tidak langsung terjadi, misalnya seperi virus satelit
XSV [4]. Studi yang dilakukan oleh Chayaburakul et al (2004) bahwa pada
udang windu dengan gejala MSGS terdeteksi adanya virus IHHNV, MBV, WSSV, YHV, dan HPV. Namun hampir
keseluruhannya bersifat infeksi campuran, tidak ada infeksi virus yang
ditemukan individual. Sedangkan pada pemeriksaan histopatologi ditemukan adanya
infeksi bakteri, gregarine, dan protozoa microsporidia (E. hepatopenaei) [1].
Udang vaname dapat bertindak sebagai karier asimtomatik pada LSNV [2]. Studi
oleh Janakiram et al (2013) bahwa secara mikrobiologi ada 3 jenis bakteri
vibrio yang teridentifikasi yakni V. harveyi, V. fluvialis, V. alginolyticus
[6].
Hospes :
Menurut Sittidilokratna et al (2009) LSNV hanya terjadi pada udang P. monodon atau udang windu di beberapa lokasi di Asia Tenggara dan Asia Selatan [3]. NLSNV terdeteksi di P. monodon, Fenneropenaeus merguiensis, Metapenaeus dobsoni dan L. vannamei, namun tidak pada F. indicus, Marsupenaeus japonicus dan Scylla serrata. Di India, LSNV paling sering terjadi pada P. monodon diikuti oleh M. dobsoni, F. merguiensis dan L. vannamei [5].
Menurut Sittidilokratna et al (2009) LSNV hanya terjadi pada udang P. monodon atau udang windu di beberapa lokasi di Asia Tenggara dan Asia Selatan [3]. NLSNV terdeteksi di P. monodon, Fenneropenaeus merguiensis, Metapenaeus dobsoni dan L. vannamei, namun tidak pada F. indicus, Marsupenaeus japonicus dan Scylla serrata. Di India, LSNV paling sering terjadi pada P. monodon diikuti oleh M. dobsoni, F. merguiensis dan L. vannamei [5].
Stadium rentan :
prevalensi LSNV teramati pada indukan.
Namun di Srilanka, juga ditemukan pada post larva. Prevalensi tertinggi
dilaporkan pada indukan betina dan berbagai stadium udang seperti nauplii,
zoea, mysis, PL5, dan PL15 [5]
Epizootiologi:
Pada tahun 2001, sebuah penyakit baru dinamakan Monodon Slow Growth Syndrome (MSGS) dilaporkan telah menimbulkan perlambatan pertumbuhan pada udang windu di Thailand. Produksi udang otomatis menurun drastis. Tingkat ADG dilaporkan menurun hingga 0,2 – 0,3 gram/hari [1]. LSNV dilaporkan terkait dengan MSGS pada kasus udang windu dari Thailand, Malaysia, Indonesia, India, dan Vietnam [2]. Sedangkan di Australia, kejadian LSNV tidak ada [3]. Prevalensi dilaporkan lebih tinggi di pantai barat dan timur India dengan sejarah perpanjangan masa budidaya dan perlambatan pertumbuhan beberapa tahun terakhir. LSNV dapat ditularkan secara vertikal dan horizontal [5]
Pada tahun 2001, sebuah penyakit baru dinamakan Monodon Slow Growth Syndrome (MSGS) dilaporkan telah menimbulkan perlambatan pertumbuhan pada udang windu di Thailand. Produksi udang otomatis menurun drastis. Tingkat ADG dilaporkan menurun hingga 0,2 – 0,3 gram/hari [1]. LSNV dilaporkan terkait dengan MSGS pada kasus udang windu dari Thailand, Malaysia, Indonesia, India, dan Vietnam [2]. Sedangkan di Australia, kejadian LSNV tidak ada [3]. Prevalensi dilaporkan lebih tinggi di pantai barat dan timur India dengan sejarah perpanjangan masa budidaya dan perlambatan pertumbuhan beberapa tahun terakhir. LSNV dapat ditularkan secara vertikal dan horizontal [5]
Faktor pendukung
Belum diketahui, namun patogen lain dan/
faktor lingkungan berpengaruh. Stress
umumnya menjadi pemicu munculnya penyakit [5].
Gejala Klinis
Udang yang terkena MSGS ditandai dengan
pertumbuhan yang lambat dan ukuran yang bervariasi. Sindrom ini juga terjadi
bersama infeksi HPV dan infeksi hepatopankreas lainnya diikuti dengan gejala
sebagai berikut: menghitam, pertumbuhan berat badan harian <0,1 gram/hari
pada usia 4 bulan, terdapat garis-garis
kuning yang tidak biasa, segmen abdomen membentuk bambu, antenna menjadi rapuh
[2].
Perubahan patologi
Lesi patognomonik dari LSNV secara
histopatologi adalah retinopati yang diikuti dengan pelebaran pembuluh darah
hemolimfatik, infiltrasi hemosit, dan rupture membrane yang memisahkan zona fasciculata
dengan barisan sel reticulum [2]. Perbedaan antara udang besar dan udangkecil
yang positif LSNV adalah retinopati teramati secara nyata pada udang kecil
dengan MSGS. Tidak ada degenerasi serabut syaraf atau neuron, inklusi abnormal
kecuali infiltrasi hemosit pada tractus crystalline pada sejumlah udang. Speroid
organ limfoid pada udang terinfeksi berukuran besar dengan inklusi sitoplasmik
magenta [5].Perubahan histopatologi lainnya berkaitan dengan adanya badan
inklusi oleh virus IHHNV, HPV, dan MBV [6].
(picture credit to Janakiram et al., 2013) |
Patogenesis
Diagnosa banding
Suatu penyakit fatal, “peripheral
neuropathy and Reptinopathy (PNR)”, menyerupai Yellow Head Like Virus
dijumpai di Australia. Namun gambaran histopatologinya berbeda dibandingkan
dengan MSGS dimana pada PNR udang menunjukkan degenerasi dan nekrosis fokal
hingga difus pada axon dan pembungkusnya bersama dengan apoptosis sel glial
pada serabut syaraf tepi [5].
Metode Diagnosa
Virus LSN cukup mudah didiagnosa dari
berbagai organ terutama organ limfoid melalui TEM, RT PCR, dan ISH. Infeksi
lanjutan dapat mepengaruhi retina. Mungkin saja hal ini yang menyebabkan udan
mengalami perlambatan pertumbuhan [2].
Pencegahan dan Pengendalian
Salah satu cara mencegah MSGS adalah
dengan menghindari penggunaan benih yang positif LSNV. Di negara yang telah
membudidayakan udang vaname dan udang windu, ada baiknya dilakukan pemisahan
baik pada pembesaran maupun hatcheri. Hal ini guna mencegah penyakit menyebar
melalui hewan hidup [2]. Kasus MSGS dilaporkan cukup rendah pada tambak yang
melakukan GMP, GAqP, atau menggunakan PL SPF. Karantina pada pergerakan udang
hidup yang digunakan stok pada budidaya untuk pencegahan. Otoritas nasional
harus meningkatkan surveilans sindrom perlambatan pertumbuhan pada P.
monodon untuk menurunkan resiko importasi patogen virus eksotik yang
merusak budidaya lokal.
Referensi
1. Chayaburakul, K., Gary Nash, Phusit
Pratanpipat, Siriporn Sriurairatana, Boonsirm Withyachumnarnkul. 2004. Multiple
Pathogens Found in Growth-Retarded Black Tiger Shrimp Penaeus monodon Cultivated
in Thailand. Disease of Aquatic Organisms Vol. 60: 89–96, 2004
2. Kibenge,
F.S.B. dan Godoy, M. 2016. Aquaculture Virology. Academic Press
3. Sittidilokratna,
N., Sirintip Dangtip, Kallaya Sritunyalucksana, Ravi Babu, Balakrishnan
Pradeep, C. V. Mohan, Nicholas Gudkovs, Peter J. Walker. 2009. Detection of
Laem-Singh virus in Cultured Penaeus monodon Shrimp from Several Sites in The
Indo-Pacific Region. Disease of Aquatic Organisms Vol. 84: 195–200, 2009
doi: 10.3354/dao02059
4. Sritunyalucksana,
K., Somjai Apisawetakan, Anutara Boon-nat, Boonsirm Withyachumnarnkul, Timothy
W. Flegel. 2006. A New RNA Virus Found in Black Tiger Shrimp Penaeus monodon
From Thailand. Virus Research 118 (2006) 31–38
5 Poornima,
M., Y. Seetang-Nun, S. V. Alavandi, J. Syama Dayal. 2012. Laem-Singh
Virus: A Probable Etiological Agent Associated with Monodon Slow Growth
Syndrome in Farmed Black Tiger Shrimp (Penaeus monodon). Indian J. Virol.
(July–September 2012) 23(2):215–225 DOI 10.1007/s13337-012-0099-7
6.
Janakiram, P., L. Jayasree, B. Suvaprasad, M. Veerendrakumar, G.K. Geetha.
2013. Histopathological and bacteriological studies of monodon slow growth syndrome
(MSGS) affected shrimps. Indian J. Fish., 60(1) : 97-101, 2013
No comments:
Post a Comment