Nama lain: Motile Aeromonas Speticaemia (MAS), Penyakit merah, HS (haemorrhagic septicaemia)[1], Red Sore Disease [4], red pest [6], Motile Aeromonad Infection [7]
Etiologi/
penyebab:
Aeromonas hydrophila . Bakteri gram negatif berbentuk batang
pendek atau kokus, memiliki alat gerak flagel, diameter 0,3-1µm [1], tidak
berspora, motil [3].
Hospes
:
ikan air tawar dan ikan air laut [1]. Spesies seperti gurame, bandeng,
nila, lele, dan ikan mas cukup rentan [5].
Stadium
rentan : semua umur [2]
Epizootiologi:
Bakteri ini secara normal ditemukan di perairan kecuali
perairan dengan salinitas tinggi. Bakteri ini juga membentuk flora normal pada
saluran pencernaan [6]. Aeromonas kerap berperan sebagai bakteri infeksi
sekunder [1]. Infeksinya biasanya berkaitan dengan channel cat fish virus , rhabdovirus
carpio, Aeromonas salmonicida, dan infeksi lainnya [7]. Penularan bakteri
ini dapat terjadi secara vertikal yakni dari induk ke benih dan secara
horizontal melalui air atau antar ikan [1]. Serangan aeromonas biasanya
bersifat akut dengan kematian dapat mencapai 100% [2]. Pada beberapa kasus,
infeksi bakteri ini bersifat laten (berkepanjangan), sehingga ikan tidak
menunjukkan gejala klinis [3]. Bakteri aeromonas diketahui ikut terlibat pada
kematian parah epizootic aphanomyces (infeksi jamur) yang disertai hemoragi
septisemia [6].
Faktor
pendukung:
Lingkungan
yang tercemar bahan organik. Pada kondisi perbedaan suhu yang ekstrim, musim
peralihan kemarau-hujan. Bakteri ini lebih mudah menyerang ikan yang terluka
karena penanganan yang kasar, kurang gizi, infeksi sekunder parasite, air kolam
terlalu subr dan zat asam terlalu rendah. Serangan terjadi pada saat suhu
tinggi dan oksigen rendah. Stress akibat kepadatan tinggi, keterlambatan
pemberian pakan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi [1]. Peningkatan kadar
nitrat dan karbondioksida dapat memicu infeksi bakteri ini [5] Aeromonas juga
dilaporkan juga berkaitan dengan infestasi protozoa Epystilis [7].
Gejala
Klinis
Ikan
cenderung lemah, gerakan lambat, kesulitan bernafas, berada di permukaan, dan
megap-megap [1]. Ikan berkumpul di saluran pembuangan [2]. Warna tubuh menjadi
lebih gelap, insang memucat, kulit kesat, dan ada perdarahan. Pendarahan dan borok terdapat pada tubuh, pangkal sirip, dan dubur,
eksopthalmia, perut buncit, lendir berlebih, sisik mengelupas. Ulcer atau borok
yang menyertai berbentuk bulat atau tidak
teratur dan berwarna merah
keabu-abuan [1]. Borok ini dapat meluas hingga ke otot [4].
Ulcer A photograph courtesy of A. Mitchell; C photograph courtesy of R. Roberts.)
|
Pemeriksaan
organ internal ditemukan bisul yang berkembang menjadi borok pada hati, limpa,
otot . Di sekitar dan rongga mulut terdapat peradangan dan erosi [1]. Pada
kasus berat, ikan mengalami dropsy dan berisi cairan merah kekuningan [2].
Nekrosis dapat dijumpai pada hati, limpa, dan ginjal [4]. Organ-organ dalam
mengalami kongesti dan diselimuti oleh perdarahan. Secara histopatologi memang
sulit dibedakan dengan infeksi Pseudomonas dimana ginjal dan limpa kehilangan
jaringan hematopoiesis dan tersisa sel-sel nekrotik [6]. Keberadaan melanin
atau lipofuchsin dari melanomacrofag center menjadi salah satu karakteristik
infeksi bakteri ini [7]. Nekrosis fokal ditemukan di gonad, pancreas, hati,
otot, dan jantung. Lesi pada kulit teramati adanya oedema pada dermis dan hyperemia
pada stratum reticulare, membentuk spogiosis dan ulcerasi pada epidermis
diikuti nekrosis hemoragika yang meluas pada jaringan di bawahnya yakni otot
[6].
Patogenesis
Bakteri
aeromonas dapat berkembang pada usus ikan. Sel hepatic dan epitel tubulus
ginjal menunjukkan degenerasi. Metabolit yang dikeluarkan oleh Aeromonas.sp
terserap oleh usus sehingga ikan mengalami keracunan. Beberapa metabolit
beracun dilepaskan dari sel aktif dalam
bentuk terlarut, dan sebagian lainnya berasosiasi dengan permukaan sel. Adapula
yang dilepaskan saat terjadi kematian sel. Secara biokimia terdapat hasil cloning,
sekuensing, dan karakterisasi dari protein ekstraseluler Aeromonas.sp
yakni aerolysine, GCAT (Glycerophospholipid Cholesterol Acyltransferase)
dan serin protease [1]. Virulensi bakteri ini diperoleh dari sitotoksin,
enterotoksin, hemolisin ekstraseluler, dan protease. Septikemia tidak akan
teramati hingga muncul ulcerasi [5].
Metode
Diagnosa
Diagnosa
dilakukan dengan isolasi dan identifikasi bakteri menggunakan media BHIA, TSA,
dan NA. Gen bakteri dapat dideteksi dengan PCR [2]. Diagnosa termudah
menggunakan smear atau imprint [2]. Koloni pada media membentuk warna
kekuning-kuningan, konveks, sirkuler, dan terbentuk dalam 24 jam pada suhu
22-28oC. Ginjal merupakan organ terbaik untuk melakukan isolasi.
Disarakan menggunakan 4-6 ekor ikan untuk menentukan diagnosa [6].
Diagnosa banding
Lesi pada aeromonas dapat dibedakan dengan vibriosis sebab letaknya yang lebih dekat ke permukaan [6].
Pencegahan
dan Pengendalian
Pencegahan
dapat dilakukan dengan vaksinasi. Saat ini sudah banyak vaksin aeromonas
komersil yang beredar. Selama budidaya perlu diterapkan adanya disinfeksi,
menghindari adanya stresss, perbaikan kualitas air [2]. Sebenarnya kasus
infeksi aeromonas saat outbreak dapat kembali seperti semula dengan sendirinya
tanpa menggunakan antibiotik dengan catatan ada perbaikan kondisi lingkungan
[6]. Apabila terjadi kasus, dapat diberikan imunostimulan secara rutin dan
antibiotik oxolinic acid 10mg/kg bobot ikan/ hari selama 10 hari [2],
oxytetrasiklin melalui pakan sebanyak 3-5gram selama 5-7 hari[5].Vaksinasi
untuk aeromonas saat ini sudah banyak dikembangkan bahkan beberapa sudah dijual
di pasaran. Tingkat proteksi dari vaksin aeromonas ini diklaim mencapai 90%
[8].
Pengobatan
secara herbal [9], [10], [11], [12]
Catatan
Penting:
Bakteri
ini bersifat zoonosis dimana menyebabkan gastroenteritis, myonekrosis, dan
sepsis [5]. Penularan dapat terjadi melalui ingesti atau memakan ikan
terinfeksi. Beberapa infeksi bersifat septisemia. Individu yang mengalami
abnormalitas pada imunitas cukup rentan namun pada individu sehat juga dapat
sakit [7].
Referensi
1.
Afrianto, E., Evi
Liviawaty, Zafran Jamaris, Hendi. 2015. Penyakit Ikan. Penebar Swadaya:
Jakarta Timur
2.
Maskur, Mukti Sri Hastuti,
Taukhid, Angela Mariana Lusiastuti, M. Nurzain, Dewi Retno Murdati, Andi
Rahman, Trinita Debataraja Simamora. 2012. Buku Saku Pengendalian Penyakit
Ikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya.
3.
Afrianto, E. dan Liviawaty,
E. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit Kanisius:
Yogyakarta
4.
Irianto, A. 2005. Patologi
Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta
5.
Lio-Po. G.D. dan Inui, Y.
2014. Health Management in Aquaculture Second Edition. Southeast Asian
Fisheries Development Center, Aquaculture Department.
6.
Roberts, R.J. 2000. Fish
Pathology. WB Saunders
7.
Noga, E.J. 2010. Fish
disease : diagnosis and treatment / Second Edition. Wiley-Blackwell: Iowa
8.
Mariyono dan Sundana, A.
2002. Tehnik Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Bercak Merah pada Ikan Air
Tawar yang Disebabkan oleh Bakteri Aeromonas hydrophila. Buletin Teknik
Pertanian Vol 7. Nomor 1. Tahun 2002.
9.
Wahjuningrum, D., Astrini,
R., Setiawati, M. 2013. Pencegahan Infeksi Aeromonas hydrophila pada benih
ikan lele Clarias.sp yang Berumur 11 Hari Menggunakan Bawang Putih Allium
sativum dan Meniran Phyllanthus niruri.Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (1),
94-104
10.
Hidayah, H.A.Tanaman
Herbal Untuk Meningkatkan Kesehatan Ikan.Bio.unsoed.ac.id
11.
Sumino , Asep Supriyadi
, Wardiyanto.2013. Efektivitas Ekstrak Daun Ketapang (Terminalia cattapa L.)
untuk Pengobatan Infeksi Aeromonas salmonicida pada Ikan Patin (Pangasioniodon
hypophthalmus). JSV 31 (1), Juli 2013
12.
Setiaji, A. 2009. Efektifitas Ekstrak Daun Pepaya
Carica papaya L. untuk Pencegahan dan Pengobatan Ikan Lele Dumbo Clarias sp
yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Skripsi DEPARTEMEN BUDIDAYA
PERAIRA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
No comments:
Post a Comment