-->

Referensi

    Saturday, 25 February 2017

    Aeromoniasis

    Nama lain:  Motile Aeromonas Speticaemia (MAS), Penyakit merah, HS (haemorrhagic septicaemia)[1], Red Sore Disease [4], red pest [6], Motile Aeromonad Infection [7]

    Etiologi/ penyebab:
    Aeromonas hydrophila . Bakteri gram negatif berbentuk batang pendek atau kokus, memiliki alat gerak flagel, diameter 0,3-1µm [1], tidak berspora, motil [3].

    Hospes
    ikan air tawar dan ikan air laut [1]. Spesies seperti gurame, bandeng, nila, lele, dan ikan mas cukup rentan [5].  

    Stadium rentan : semua umur [2]

    Epizootiologi:
    Bakteri ini secara normal ditemukan di perairan kecuali perairan dengan salinitas tinggi. Bakteri ini juga membentuk flora normal pada saluran pencernaan [6]. Aeromonas kerap berperan sebagai bakteri infeksi sekunder [1]. Infeksinya biasanya berkaitan dengan channel cat fish virus , rhabdovirus carpio, Aeromonas salmonicida, dan infeksi lainnya [7]. Penularan bakteri ini dapat terjadi secara vertikal yakni dari induk ke benih dan secara horizontal melalui air atau antar ikan [1]. Serangan aeromonas biasanya bersifat akut dengan kematian dapat mencapai 100% [2]. Pada beberapa kasus, infeksi bakteri ini bersifat laten (berkepanjangan), sehingga ikan tidak menunjukkan gejala klinis [3]. Bakteri aeromonas diketahui ikut terlibat pada kematian parah epizootic aphanomyces (infeksi jamur) yang disertai hemoragi septisemia [6].

    Faktor pendukung:

    Lingkungan yang tercemar bahan organik. Pada kondisi perbedaan suhu yang ekstrim, musim peralihan kemarau-hujan. Bakteri ini lebih mudah menyerang ikan yang terluka karena penanganan yang kasar, kurang gizi, infeksi sekunder parasite, air kolam terlalu subr dan zat asam terlalu rendah. Serangan terjadi pada saat suhu tinggi dan oksigen rendah. Stress akibat kepadatan tinggi, keterlambatan pemberian pakan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi [1]. Peningkatan kadar nitrat dan karbondioksida dapat memicu infeksi bakteri ini [5] Aeromonas juga dilaporkan juga berkaitan dengan infestasi protozoa Epystilis [7].

    Gejala Klinis
    Ikan cenderung lemah, gerakan lambat, kesulitan bernafas, berada di permukaan, dan megap-megap [1]. Ikan berkumpul di saluran pembuangan [2]. Warna tubuh menjadi lebih gelap, insang memucat, kulit kesat, dan ada perdarahan. Pendarahan dan  borok terdapat pada tubuh, pangkal sirip, dan dubur, eksopthalmia, perut buncit, lendir berlebih, sisik mengelupas. Ulcer atau borok yang menyertai berbentuk bulat atau tidak 
    teratur dan berwarna merah keabu-abuan [1]. Borok ini dapat meluas hingga ke otot [4].

    Ulcer A photograph courtesy of A. Mitchell; C photograph courtesy of R. Roberts.)
    Perubahan patologi
    Pemeriksaan organ internal ditemukan bisul yang berkembang menjadi borok pada hati, limpa, otot . Di sekitar dan rongga mulut terdapat peradangan dan erosi [1]. Pada kasus berat, ikan mengalami dropsy dan berisi cairan merah kekuningan [2]. Nekrosis dapat dijumpai pada hati, limpa, dan ginjal [4]. Organ-organ dalam mengalami kongesti dan diselimuti oleh perdarahan. Secara histopatologi memang sulit dibedakan dengan infeksi Pseudomonas dimana ginjal dan limpa kehilangan jaringan hematopoiesis dan tersisa sel-sel nekrotik [6]. Keberadaan melanin atau lipofuchsin dari melanomacrofag center menjadi salah satu karakteristik infeksi bakteri ini [7]. Nekrosis fokal ditemukan di gonad, pancreas, hati, otot, dan jantung. Lesi pada kulit teramati adanya oedema pada dermis dan hyperemia pada stratum reticulare, membentuk spogiosis dan ulcerasi pada epidermis diikuti nekrosis hemoragika yang meluas pada jaringan di bawahnya yakni otot [6].

    Patogenesis
    Bakteri aeromonas dapat berkembang pada usus ikan. Sel hepatic dan epitel tubulus ginjal menunjukkan degenerasi. Metabolit yang dikeluarkan oleh Aeromonas.sp terserap oleh usus sehingga ikan mengalami keracunan. Beberapa metabolit beracun dilepaskan dari sel aktif  dalam bentuk terlarut, dan sebagian lainnya berasosiasi dengan permukaan sel. Adapula yang dilepaskan saat terjadi kematian sel. Secara biokimia terdapat hasil cloning, sekuensing, dan karakterisasi dari protein ekstraseluler Aeromonas.sp yakni aerolysine, GCAT (Glycerophospholipid Cholesterol Acyltransferase) dan serin protease [1]. Virulensi bakteri ini diperoleh dari sitotoksin, enterotoksin, hemolisin ekstraseluler, dan protease. Septikemia tidak akan teramati hingga muncul ulcerasi [5].

    Metode Diagnosa
    Diagnosa dilakukan dengan isolasi dan identifikasi bakteri menggunakan media BHIA, TSA, dan NA. Gen bakteri dapat dideteksi dengan PCR [2]. Diagnosa termudah menggunakan smear atau imprint [2]. Koloni pada media membentuk warna kekuning-kuningan, konveks, sirkuler, dan terbentuk dalam 24 jam pada suhu 22-28oC. Ginjal merupakan organ terbaik untuk melakukan isolasi. Disarakan menggunakan 4-6 ekor ikan untuk menentukan diagnosa [6].

    Diagnosa banding
    Lesi pada aeromonas dapat dibedakan dengan vibriosis sebab letaknya yang lebih dekat ke permukaan [6].

    Pencegahan dan Pengendalian
    Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksinasi. Saat ini sudah banyak vaksin aeromonas komersil yang beredar. Selama budidaya perlu diterapkan adanya disinfeksi, menghindari adanya stresss, perbaikan kualitas air [2]. Sebenarnya kasus infeksi aeromonas saat outbreak dapat kembali seperti semula dengan sendirinya tanpa menggunakan antibiotik dengan catatan ada perbaikan kondisi lingkungan [6]. Apabila terjadi kasus, dapat diberikan imunostimulan secara rutin dan antibiotik oxolinic acid 10mg/kg bobot ikan/ hari selama 10 hari [2], oxytetrasiklin melalui pakan sebanyak 3-5gram selama 5-7 hari[5].Vaksinasi untuk aeromonas saat ini sudah banyak dikembangkan bahkan beberapa sudah dijual di pasaran. Tingkat proteksi dari vaksin aeromonas ini diklaim mencapai 90% [8].

    Pengobatan secara herbal [9], [10], [11], [12]
    Catatan Penting:
    Bakteri ini bersifat zoonosis dimana menyebabkan gastroenteritis, myonekrosis, dan sepsis [5]. Penularan dapat terjadi melalui ingesti atau memakan ikan terinfeksi. Beberapa infeksi bersifat septisemia. Individu yang mengalami abnormalitas pada imunitas cukup rentan namun pada individu sehat juga dapat sakit [7].

    Referensi
    1.       Afrianto, E., Evi Liviawaty, Zafran Jamaris, Hendi. 2015. Penyakit Ikan. Penebar Swadaya: Jakarta Timur
    2.       Maskur, Mukti Sri Hastuti, Taukhid, Angela Mariana Lusiastuti, M. Nurzain, Dewi Retno Murdati, Andi Rahman, Trinita Debataraja Simamora. 2012. Buku Saku Pengendalian Penyakit Ikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
    3.       Afrianto, E. dan Liviawaty, E. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta
    4.       Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta
    5.       Lio-Po. G.D. dan Inui, Y. 2014. Health Management in Aquaculture Second Edition. Southeast Asian Fisheries Development Center, Aquaculture Department.
    6.       Roberts, R.J. 2000. Fish Pathology. WB Saunders
    7.       Noga, E.J. 2010. Fish disease : diagnosis and treatment / Second Edition. Wiley-Blackwell: Iowa
    8.       Mariyono dan Sundana, A. 2002. Tehnik Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Bercak Merah pada Ikan Air Tawar yang Disebabkan oleh Bakteri Aeromonas hydrophila. Buletin Teknik Pertanian Vol 7. Nomor 1. Tahun 2002.
    9.       Wahjuningrum, D., Astrini, R., Setiawati, M. 2013. Pencegahan Infeksi Aeromonas hydrophila pada benih ikan lele Clarias.sp yang Berumur 11 Hari Menggunakan Bawang Putih Allium sativum dan Meniran Phyllanthus niruri.Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (1), 94-104
    10.   Hidayah, H.A.Tanaman Herbal Untuk Meningkatkan Kesehatan Ikan.Bio.unsoed.ac.id
    11.   Sumino , Asep Supriyadi , Wardiyanto.2013. Efektivitas Ekstrak Daun Ketapang (Terminalia cattapa L.) untuk Pengobatan Infeksi Aeromonas salmonicida pada Ikan Patin (Pangasioniodon hypophthalmus). JSV 31 (1), Juli 2013
    12.   Setiaji, A.  2009. Efektifitas Ekstrak Daun Pepaya Carica papaya L. untuk Pencegahan dan Pengobatan Ikan Lele Dumbo Clarias sp yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Skripsi DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR







    No comments:

    Post a Comment