Etiologi
Strain
unik Vibrio parahaemolyticus yang dapat memproduksi toksin yang
bertanggungjawab pada patologi utama udang yang terpapar pada AHPND (VPAHPND)
[4]. Isolat unik Vibrio parahaemolyticus (VP AHPND) ini berkolonisasi di
lambung udang [8]. VPAHPND mengekspresikan toksin yang mengkode
plasmid (PirVP) yang homolong dengan toksin biner Pir (Photorhabdus
Insect- related). Toksin ini mengandung dua subunit PirAVP dan
PirBVP, namun tidak seperti toksin biner Pir, V. parahaemolyticus
PirB dapat menginduksi perubahan histopatologi tubulus hepatopankreas pada
AHPND. Sedangkan PirA hanya menyebabkan sedikit perubahan histologi [9]
Spesies rentan
Udang
usia 20-30 hari di tambak, pada postlarvae udang windu, black tiger shrimp, dan
udang pasifik putih, Litopenaeus vannamei [2]. P.chinensis juga
dilaporkan terinfeksi di China (NACA, 2012). Sepertinya spesies lain resisten
atau kurang rentang terhadap EMS/ AHPND [5].
Epizootiologi
Pada awal tahun 2009, sebuah
penyakit baru menyebabkan kerugian produksi terjadi di Cina bagian Selatan.
Penyakit ini mulai meluas pada tahun 2010, dan tahun 2011 penyakit yang
kemudian disebut dengan EMS ini terdeteksi di Vietnam dan Malaysia. EMS
mencapai Thailand
pada tahun 2012 [3]. Penyakit ini juga ditemukan di Meksiko
[9]. EMS mengakibatkan kerugian pada daerah yang terinfeksi, selain itu juga
berdampak pada tenaga kerja, kesejahteraan masyarakat, dan dunia pasar
internasional [3]. Mortalitas dan morbiditas penyakit dapat mencapai 100% [9]. Penularan
dapat terjadi melalui PL yang terkontaminasi, pakan alami (kerang, Polychaeta,
daging cumi, dll). VP AHPND juga dapat terdeteksi di sedimen tambah. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa penyakit ini dapat masuk melalui sistem budidaya
[8]. Gb, Peta sebaran distribusi penyakit EMS/ AHPND (pict credit to Zorriezhra MJ dan Banaederakhshan, R., 2015) |
Faktor
predisposisi
Tak dipungkiri bahwa kejadian
EMS dapat dipicu oleh postlarva yang lemah.
Toksin yang dilepaskan oleh bakteri vibrio akan merusak sel-sel
hepatopankreas, dan udang usia muda ini akan dengan segera mati tak lama
setelah ditebar [6]. Sumber air dengan salinitas rendah (<5-10ppt) dapat
menurunkan prevalensi penyakit. Musim panas dan kering dari bulan April-Juli
tampaknya menjadi puncak munculnya penyakit. Manajemen yang buruk, blooming
alga, merupakan faktor yang dapat memicu munculnya AHPND di daerah endemic [9].
Gejala
Klinis
Perubahan
warna pucat hingga putih terjadi pada hepatopankreas, juga atrofi yang
menyebabkan penyusutan ukuran organ 50% atau lebih. Pada fase akhir penyakit,
garis-garis atau bintik hitam terlihat akibat deposisi melanin dari aktifitas
hemosit yang terdapat di hepatopankreas [4]. NACA (2012) menambahkan bahwa hepatopankreas
yang pucat hingga putih disebabkan hilangnya pigmen pada kapsula jaringan ikat.
Cangkang melunak disertai perut yang kosong atau tanpa makanan. Hepatopankreas
menjadi tidak mudah ditekan antara jari. Udang yang akan mati tenggelam di
dasar.
Gb. perubahan makroskopis udang vaname dengan EMS dimana hepatopankreas berwarna lebih pucat (pict credit to Lightner) |
Gb. Gambaran histopatologi hepatopankreas udang dengan EMS dimana terdapat sloughing epitel tubulus HP, peradangan hemosit disertai infeksi bakteri vibrio (pict credit to Lightner DVM) |
Perubahan Patologi
Perubahan histopatologi
ditandai dengan sloughing yang massif pada sel epitel tubulus hepatopankreas
yang dimulai dari bagian tengah kemudian mengarah ke area embryonal (sel E).
Perubahan ini teramati pada fase akut. Sloughing ini terjadi tanpa adanya
patogen, mungkin saja sloughing tersebut didahului oleh kurangnya diferensiasi
sel epitel tubulus dan agregasi hemosit kemudian memicu sloughing diikuti
dengna septicemia bakteri hepatopankreas oleh infeksi bakteri sekunder [8].
Pada fase terminal ditandai dengan radang hemosit intratubular dan perkembangan
infeksi bakteri sekunder yang massif yang terjadi terkait tubulus HP yang
nekrosis dan sloughing [9]
Metode
pemeriksaan
Metode
pemeriksaan penyakit ini dapat dilakukan secara histopatologi, mikrobiologi,
dan biologi molekuler [5]. Penggunaan TEM dan sekuensing juga dapat membantu diagnose
penyakit [9]
Diagnosa
differensial
Patologi
degenerative hepatopankreas penyakit ini
memberikan kesan disebabkan oleh toksik. Lesi serupa juga dilaporkan
pada hepatopankreas udang yang terpapar afltoksin B1 dan mitosis inhibitor benomyl
[2]
Pengendalian
dan pencegahan
Chaweepack
et al (2015) dalam jurnal penelitiannya menyatakan bahwa ekstrak etanol
lengkuas (laos) menghambat Vibrio.spp potensial dan menurunkan jumlah
fungi. Ektrak etanol 4% adalah konsentrasi paling efektif untuk menurunkan
semua spesies pathogen dari V. parahaemolyticus (EMS/AHPND).
Zorriehzahra
dan Banaederakhshan (2015) menguraikan beberapa catatan untuk pengobatan dan
pencegahan pada hatcheri udang antara lain sebagai berikut:
·
Perhatikan manajemen
kesehatan, air, dan pakan untuk menghasilkan post larva udang yang sehat dan
berkualitas tinggi sebagai jalan pertama dalam mengontrol penyakit
·
Pengawasan berkelanjutan di
berbagai bagian hatcheri dan larva udang untuk mendeteksi bakteri vibrio
terutama V. parahaemolyticus untuk menurunkan lonjakan bakteri dan
mencegah penyakit
·
Pengawasan kesehatan
postlarva dan pemberian sertifikat oleh organisasi berwenang untuk keberadaan
vibrio dan organisme lain serta pengawasan kualitasnya
·
Perhatikan kemampuan untuk
tumbuh lebih cepat dan perkawinan satu keturunan, penyebab penyakit sensitif
terhadap produksi
·
Ablasi batang mata pada
hatcheri meningkatkan kuantitas produksi namun menurunkan kualitas dan
toleransi terhadap penyakit
·
Sangat direkomendasikan
untuk hatcheri mencegah penularan dari pakan alami ke benih dengan
menginaktivasi VP AHPND terlebih dahulu. Atau, dengan melakukan uji PCR untuk
skrining VP AHPND pada pakan alami.
Sementara untuk pembesaran udang berikut
pencegahan dan pengobatannya
·
Melaksanakan secara
menyeluruh prinsip persiapan tambak (pencucian, pengapuran, pengolahan, dll)
·
Sehubungan dengan tingginya
kejadian penyakit pada pH air yang tinggi, penurunan atau pengawasan pH dapat
dipertimbangkan sebagai sebuah strategi untuk pencegahan penyakit. pH 7,4 – 7,6
selama persiapan budidaya harus dipertahankan [7]
·
Penggunaan probiotik
mengandung Bacillus pada tanah selama persiapan tambak dan selama periode
budidaya untuk lingkungan asam mampu mengontrol penyakit.
·
Pemasukan post larva
berkualitas tinggi dan sehat serta mempersiapkannya dari hatcheri yang bagus
dan otentik
·
Menghindari kepadatan yang
tinggi untuk mencegah penyakit dan menurunkan stres
·
Pengujian dan pengambilan
sampel air dan tanah secara berkelanjutan untuk mendeteksi vibrio yang
infeksius
·
Menggunakan immunostimulan
dan pakan yang aman serta berkualitas tinggi untuk meningkatkan kekebalan udang
·
Menurunkan stres lingkungan
dengan manajemen pakan dan air yang optimum
·
Menggunakan kolam
penyimpanan air (tandon)
·
Menurunkan dan menjaga
salinitas air (berdasarkan pengamatan kejadian menurun pada salinitas rendah)
·
Meggunakan aerasi di dalam
tambak dan mencegah penurunan kadar oksigen dan stress. Oksigen dipertahankan dalam kadar 4mg/L [7]
·
Melaporkan kepada institusi
berwenang ketika terjadi kasus kematian selama 45 hari setelah penebaran agar
dilakukan penngecekan dan pengambilan sampel udang yang mati
·
Pada kasus air yang
berpenyakit maka harus dilakukan disinfeksi dengan klorin dosis tinggi serta
udang yang mati disimpan pada suhu 60oC minimal 15 menit setelah pengambilan
·
Menggunakan tehnik bioflok
secara signifikan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pertenakan yang
terinfeksi
·
Menggunakan sistem
polikultur (udang dan ikan laut penyaring makanan) dapat mencegah dari penyakit
dan/ atau menaikkan tingkat kelulushidupan sistem yang terpengaruh
·
Pemberian probiotik dan
pakan secara berlebihan selama sebulan awal pemeliharaan harus dihindari
·
Alkalinitas harus dijaga
agar tidak lebih rendah dari 100mg/L (ppm) [7]
Screening
postlarva dapat dilakukan untuk menyisihkan udang yang lemah. Berikut adalah
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk screening post larva (Limsuwan:
1.
Merendam nauplii dalam air
yang telah diberi formalin 100ppm selama 1 menit sebelum dimasukkan ke dalam
bak pembenihan.
2.
Selama pembenihan, air
lebih sering diganti untuk mengurangi jumlah bakteri vibrio jika probiotik
tidak dapat mengontrol bakteri vibrio
3.
Larva sebaiknya tetap dalam
bak pembenihan hingga PL25, sebab selama tambahan waktu dari PL10-12 hingga
PL25 benih yang lemah akan mati dan yang tersisa adalah post larva yang kuat
(direkomendasikan apabila lokasi pembenihan berdekatan dengan pembesaran).
Pada tambak yang mengalami
kematian diduga akibat EMS, prof. Limsuwan memberikan saran dalam INFEHM (2013)
sebagai berikut:
a.
Menghentikan pemberian
pakan sampai tidak ada kematian udang dan udang terlihat sehat (7-10 hari).
Kemudian pakan diberikan secara bertahap.
b.
Memberikan disinfektan
untuk mengurangi bakteri patogen secara berkala
c.
Pemberian kapur untuk mempertahankan
pH 7,8 – 8 (di pagi hari)
d.
Aerator harus selalu
menyala tanpa pemberian mineral atau garam untuk meningkatkan mineral utama.
Update
2016
Di
Panama, telah dikembangkan sebuah teknologi untuk mencegah outbreak EMS.
Teknologi budidaya ini dilakukan tanpa penggunaan herbisida, pestisida, serta
seluruh tanaman dan hewan berproduksi secara organic. Antibiotik dan bahan
kimia juga tidak digunakan selama proses budidaya. Sistem ini menggunakan
tambak linier dan kotoran udang beresirkulasi dalam sistem resirkulasi yang
nantinya akan menjadi sumber makanan untuk tanaman dan ikan. Sistem ini tidak
menggunakan penggantian air (zero water exchange system). Metode baru ini tidak
berdampak terhadap lingkungan serta tidak ada pembuangan banyak bahan nutrisi dari
udang melalui air [6].
Daftar
Pustaka
- Chaweepack, T., Boonyee Muenthaisong, Surachart Chaweepack, Kaeko Kamei. 2015. The Potential of Galangal (Alpinia galanga Linn.) Extract against the Pathogens that Cause White Feces Syndrome and Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND) in Pacific White Shrimp (Litopenaeus vannamei.
- Lightner, D.V., R R. M. Redman, C. R. Pantoja, B. L. Noble, Loc Tran. 2012. Early Mortality Syndrome Affects Shrimp In Asia. global aquaculture advocate
- NACA. 2012. Diseases of Crustaceans Acute Hepatopancreatic Necrosis.
- Tran, L., Linda Nunan, Rita M. Redman, Donald V. Lightner, Kevin Fitzsimmons. 2013. EMS/AHPNS: Infectious Disease. global aquaculture advocate
- Zorriehzahra, M.J. dan Reza Banaederakhshan. 2015. Early Mortality Syndrome (EMS) as new Emerging Threat in Shrimp Industry. Advances in Animal and Veterinary Sciences Volume 3 | Special issue 2 | Page 64
- Intrafish Aquaculture. 2016. New Technology Aims to Prevent EMS Outbreak in Panama. Magazine Q1 2016
- INFEHM. 2013. Cegah EMS Sebelum Mewabah. INFEHM Edisi 02- Th 1- Januari 2013
- Thitamadee, S., Anuphap Prachumwat, Jiraporn Srisala, Pattana Jaroenlak, Paul Vinu Salachan, Kallaya Sritunyalucksana, Timothy W. Flegel, Ornchuma Itsathitphaisarn. 2015. Review of Current Disease Threats for Cultivated Penaeid Shrimp in Asia. doi: 10.1016/j.aquaculture.2015.10.028
- OIE. 2015. Chapter 2.2.X: Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease. OIE Aquatic Animal Health Standards Commisssion
Perlu antisipasi peningkatan pencegahan, pengawasan masuknya media pembawa HPI/HPIK di entry point, optimalusasi penerapan biosecurity di Hachery dan support implementasi SOP budidaya di Tambak Udang sukses Sllu
ReplyDelete